Bisnis Serba Fintech: Menjawab Customer Pains dan Gains

Ade Febransyah
Oleh Ade Febransyah
3 Juni 2018, 12:26
Ade Febransyah
Ilustrator: Betaria Sarulina

Selain mampu menarik investor yang sudah ada, fintech seperti P2PL juga mampu menarik minat mereka yang masih baru dalam investasi. Non-consumer kembali menjadi target. Dengan setoran dana pinjaman minimal Rp 100 ribu, lender pemula dapat memulai petualangannya di dunia investasi.

fintech investree
(Arief Kamaludin | KATADATA)

Selain ada ‘functional job’ memutarkan uang dengan desired outcomes berupa tingkat pengembalian yang menarik, layanan fintech ini juga menyelesaikan ‘emotional job’ yang penuh makna. Ada perasaan bangga ketika mendanai berbagai kegiatan bisnis yang nyata karena turut andil dalam menggerakkan perekonomian nasional. Inilah yang disebut ‘customer gains’ tidak ditemukan dari pekerjaan menternakkan uang lainnya.

Dalam bertransaksi valuta asing (valas), misalnya, pekerjaan utamanya hanya fungsional, yaitu memaksimalkan selisih nilai tukar. Berbeda pula dengan pekerjaan memutarkan uang dengan membeli produk reksadana, desired outcome utamanya tetap bersifat fungsional yaitu memaksimalkan tingkat pengembalian. Investor terlalu fokus pada performa setiap produk reksadana tanpa melihat kemanfaatan dari perusahaan-perusahaan yang terbantukan dari setoran dana investor.  

Kondisinya berbeda dengan pekerjaan mendanai perusahaan untuk menjalankan kegiatan bisnisnya. Sebab, ada ikatan langsung dengan perusahaan yang didanai berupa harapan agar kegiatan bisnisnya berjalan lancar. Kesuksesan perusahaan berarti kesuksesan lender. Demikian pula dengan borrower. Ada customer gains berupa kemaknaan yang semakin mudah untuk didapatkan dengan adanya layanan fintech.

Tantangan masa depan

Melihat kemampuan layanan fintech untuk merangkul non-consumer, memenuhi desired outcomes pengguna baik berupa customer pains maupun gains sepertinya sudah kecocokan antara solusi yang diberikan fintech dengan pekerjaan pengguna yang harus diselesaikan. Layanan fintech memiliki ‘desirability’ tinggi di mata penggunanya.

Layanan fintech juga memiliki ‘feasibility’ dalam artian sudah mampu dieksekusi oleh pelakunya. Meski ‘viability’ dalam artian apakah menguntungkan buat pelakunya, perlu pengujian lebih lanjut. Namun melihat pertumbuhan fantastis dari jumlah dana pinjaman yang tersalurkan dari fintech P2PL, kemungkinan fintech menjadi bisnis besar di masa mendatang terbuka lebar.

Namun, untuk menjadi pendisrupsi hebat yang mampu menawarkan solusi hebat yang belum ada sebelumnya, ada beberapa tantangan yang harus dicarikan solusinya. Di antaranya, pemberian akses ke ‘risk capital’ atau dana pinjaman untuk mendanai proyek atau kegiatan bisnis yang belum jelas dan mengandung ketidakpastian tinggi.

Bayangkan jika ada start-up yang dikembangkan berdasarkan invensi atau paten yang dihasilkan lembaga riset atau perguruan tinggi. Bank konvensional jelas akan sulit mengucurkan dananya. Di sinilah tantangan fintech untuk menjadi pendisrupsi sejati. Mampukah memberikan jalan kemudahan bagi tumbuhnya start-up-start-up berbasiskan sains dan teknologi untuk menjawab pekerjaan yang belum terdefinisikan dengan solusi yang juga belum terpikirkan sebelumnya?

Bagi borrower, “we are the doers and we are proud!” Bagi lender, “we are the funders and we are proud!” Dan bagi pelaku fintech, “we make the unthinkable happen and we are proud!”

Halaman:
Ade Febransyah
Ade Febransyah
Guru Inovasi Prasetiya Mulya Business School
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...