Masa Depan Hulu Migas: Peran BUK dan Holding BUMN

Pri Agung Rakhmanto
Oleh Pri Agung Rakhmanto
14 Maret 2017, 15:47
No image
Dok. Pribadi

Pilihan tetap menggunakan kontrak dengan sistem cost recovery, kemungkinan masih tetap akan dibuka, dengan ketentuan KKKS akan mendapatkan pengembalian biaya operasi sesuai dengan kontrak kerja sama setelah Wilayah Kerja (WK) menghasilkan produksi komersial. Jika WK yang diusahakan tidak menghasilkan produksi komersial, seluruh biaya operasi yang telah dikeluarkan, sepenuhnya menjadi risiko dan beban KKKS.

Dalam penetapan WK, kemungkinan akan berubah drastis. Penetapan WK migas kemungkinan akan berubah dari yang sebelumnya ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi ditetapkan oleh Presiden. Peran Menteri ESDM nantinya sebatas memberikan usulan kepada Presiden setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah yang bersangkutan.

Satu hal lain yang juga berbeda dalam hal kontrak kemungkinan adalah setiap kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani wajib diberitahukan secara tertulis kepada DPR yang membidangi sektor ESDM (Komisi VII DPR). Pemberitahuan tersebut disampaikan paling lambat 30 hari kerja sejak kontrak kerja sama ditandatangani.

Holding BUMN Migas

Meski dalam pengelolaan hulu migas, arah dan kecenderungannya relatif telah lebih jelas, dalam keterkaitannya dengan rencana pembentukan induk usaha (holding) BUMN migas tampaknya belum terang.

Dari informasi yang dihimpun penulis, kesan yang tertangkap yakni antara arah kencederungan pengelolaan hulu migas dan pembentukan holding BUMN migas merupakan dua hal yang berjalan sendiri-sendiri dan belum terhubungkan –apalagi terintegrasikan– satu sama lain.

Dalam hal perangkat aturan yang memayunginya, pengelolaan hulu migas kemungkinan akan didasarkan pada revisi UU Migas 22/2001 yang masih berproses di DPR. Sedangkan aturan terkait implementasi pembentukan holding migas, hingga saat ini cenderung hanya didasarkan PeraturanPemerintah (PP) No. 72 Tahun 2016 tentang perubahan atas PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT).

Jika persepsi yang selama ini berkembang mengarah pada BUK Migas itu nantinya tak lain adalah salah satu perwujudan dari holding BUMN Migas itu sendiri, maka hal itu tidak tepat. Atau, jika memang akhirnya harus menjadi seperti itu, maka jelas diperlukan langkah-langkah sinkronisasi peraturan perundangannya yang fundamental secara signifikan mulai dari tingkat UU, PP, hingga peraturan pelaksana lain di bawahnya.

Rencana penerapan holding BUMN Migas, mestinya tidak berjalan sendiri dan sekadar hanya langkah merealisasikan akuisisi atau pengambilalihan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) oleh Pertamina atau satu BUMN terhadap BUMN lainnya sebagaimana yang diarah pada PP No.72/2016 itu. Pembentukan holding BUMN migas mestinya juga mengantisipasi kemungkinan arah pengelolaan migas ke depan seperti akan diatur dalam UU Migas baru nantinya.

Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM perlu duduk bersama untuk membicarakan dan mensinkronkan hal itu, agar di kemudian hari tidak lagi muncul tumpang tindih dan kontradiksi peraturan perundangan yang dapat berujung pada tidak efektifnya pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan yang diaturnya. Pada akhirnya dapat memicu ketidakpastian iklim usaha dan investasi yang semakin luas.

Halaman:
Pri Agung Rakhmanto
Pri Agung Rakhmanto
Dosen di FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...