Mencuri Kejernihan di Masela

No image
Oleh
10 Februari 2016, 07:30
No image
Donang Wahyu|KATADATA

Perbedaan ini, menurut kajian KSP, dikarenakan Inpex mematok belanja modal LNG Laut yang kelewat murah, sedangkan biaya LNG Darat justru kemahalan. Untuk menengahi perbedaan ini, hasil studi independen Poten penting dijadikan rujukan.

Kedua, aspek waktu. Masa konstruksi LNG Laut direncanakan dimulai pada 2019 dan beroperasi pada 2024. Sementara, konstruksi LNG Darat baru pada 2021 dan beroperasi pada 2026, berhubung lahan yang harus dibebaskan mencapai 600-800 hektare.

Belum lagi risiko molor, seperti dialami ExxonMobil di Blok Cepu. Proses akuisisi lahan terhambat, karena tanah-tanah di sana sudah diborong para makelar, yang membuat harganya melambung. Dengan kebutuhan lahan yang hanya 40-60 hektare, LNG Laut jelas lebih tidak berisiko. Apalagi ancaman krisis energi sudah di depan mata.

Ketiga, aspek nilai tambah. Ide membangun industri petrokimia, tampaknya tidak cukup tepat. Karakteristik Lapangan Abadi dan lokasi Blok Masela yang terpencil, membuat harga pasokan gas untuk industri petrokimia menjadi mahal.

Sebaliknya, LNG Laut memberi peluang bagi Indonesia untuk membangun industri galangan nasional—meniru sukses Korea dan Jepang—sejalan dengan visi maritim pemerintahan Jokowi. Nilai plus lainnya, tambahan keahlian dalam penguasaan teknologi LNG Laut diperlukan untuk eksplorasi migas ke depan, khususnya di kawasan timur Indonesia, yang rata-rata di laut dalam.

Keempat, tentu saja perlu dipertimbangkan aspek tingkat pengembalian investasi atau Internal Rate of Return (IRR) bagi kontraktor. Menjadi persoalan jika LNG Darat menghasilkan IRR yang jauh lebih rendah, sehingga dianggap tak layak investasi.

Kajian Poten mengindikasikan ini. Untuk menutup gap itu, pemerintah harus memberikan insentif fiskal berupa tax holiday atau porsi bagi hasil yang lebih tinggi kepada kontraktor. Ujung-ujungnya, penerimaan negara tergerus.

Masela adalah salah satu dari empat rencana pengembangan blok migas—selain IDD Chevron,Train 3 Tangguh, dan Muara Bakau—dengan total investasi $43 miliar atau lebih dari Rp 560 triliun! Bandingkan dengan penanaman modal langsung ke Indonesia sepanjang 2014 yang hanya $28,5 miliar.

Di tengah anjloknya harga minyak yang membuat animo eksplorasi migas di seluruh dunia loyo, Masela sebuah kesempatan emas yang tak boleh disia-siakan. Kejernihan berpikir dan langkah tepat pemerintah dinantikan.

*) Tulisan ini dipublikasikan di Koran Tempo, 10 Februari 2016

Halaman:
No image

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...