Menggugat RUU Larangan Minuman Beralkohol

Choky R. Ramadhan
Oleh Choky R. Ramadhan
20 November 2020, 10:55
Choky R Ramadhan
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Bupati Blitar H.Rijanto (Kiri) menunjukkan botol minuman keras (Miras) lokal hasil operasi gabungan Satpol PP dan Polres Blitar saat pemusnahan barang bukti di halaman Pendopo Sasana Adhi Praja, Blitar, Jawa Timur, Selasa (12/5/2020). Pemusnahan tersebut bertujuan untuk menekan peredaran minuman keras, serta menjaga kesucian bulan Ramadhan, sekaligus menekan angka kriminalitas selama Ramadhan hingga jelang Idul Fitri.

Pelarangan ini justru meningkatkan jumlah konsumsi alkohol beracun yang diproduksi oleh industri ilegal. Selain itu, pelarangan alkohol justru mengakibatkan peningkatan praktik suap kepada kepolisian.

Aturan tersebut juga meningkatkan aksi tindak kekerasan dan menyulut tindakan teror yang ekstrem. Pelarangan ini seolah memberi legitimasi kepada sekelompok orang, bukan penegak hukum, untuk memaksa tutup hingga menghancurkan tempat yang menjual alkohol.

Di negara sekuler, larangan minuman beralkohol juga tidak efektif. Hasil pelarangan alkohol tahun 1919 di Amerika Serikat terbukti meningkatkan kejahatan penyelundupan, dan industri ilegal minuman beralkohol.

Kondisi ini berdampak pada menjamurnya mafia yang mengambil keuntungan dan melindungi bisnis ilegal tersebut. Merajalelanya mafia ini mengakibatkan meningkatnya aksi kekerasan terhadap penegak hukum dan korupsi.

Larangan tersebut juga menambah jumlah perkara pidana yang harus diselesaikan di persidangan. Selama 10 tahun pertama berlakunya larangan alkohol di Amerika Serikat, sebanyak 343.695 orang bersidang dan diputus bersalah di pengadilan.

Larangan alkohol juga membuat perekonomian Amerika Serikat limbung karena perolehan pajak negara juga berkurang signifikan. Sebelum pelarangan misalnya, perolehan pajak dari alkohol sebesar US$ 226 juta pada 1914. Selama pelarangan, total estimasi kehilangan pajak dari industri alkohol di Amerika Serikat sebesar US$ 11 miliar.

Tidak hanya ekonomi, di Iran, larangan minuman beralkohol menimbulkan masalah sosial karena stigma yang harus diderita peminum alkohol. Peminum alkohol di Iran mendapatkan stigma yang lebih buruk di banding pengguna narkotik karena Alquran secara tertulis menyebut larangan untuk mengonsumsi minuman beralkohol. Akibatnya mereka kesulitan mengakses perawatan yang dibutuhkan.

Bagaimana di Indonesia?

Pengaturan larangan minuman beralkohol di Indonesia juga tidak akan efektif. Pada kurun waktu 2012-2014 saja tercatat polisi menunggak untuk menindaklanjuti 44.273 perbaikan berkas yang diberikan kejaksaaan.

Selain itu, peradilan pidana tingkat pertama selalu menyisakan puluhan ribu perkara yang belum selesai ditangani tiap tahunnya, 21.555 perkara pada 2016 dan 27.212 pada 2017. Implikasi dari berlakunya UU larangan minuman beralkohol dapat menambah perkara pidana yang ditangani penegak hukum seperti yang terjadi di Amerika Serikat.

Selain menambah beban penegak hukum, larangan ini akan mengakibatkan hilangnya fokus untuk menyelesaikan tindak pidana yang lebih serius dan membahayakan publik. Pelarangan minuman beralkohol berpotensi membuat semakin sesak rumah tahanan dan penjara. Populasi rutan dan penjara saat ini mencapai 241.130 orang, melebihi kapasitas nasional yang hanya 135.705.

Kondisi sesaknya rumah tahanan dan penjara saat ini terjadi akibat berlakunya UU Narkotika sejak 2009. Jumlah tahanan dan narapidana narkotik meningkat 39 kali lipat dibanding sebelum UU Narkotika itu disahkan.

Efek yang sama diprediksi juga akan terjadi ketika RUU Larangan Minuman Beralkohol nantinya akan disahkan. Apalagi UU Larangan minuman beralkohol sama sekali tidak memberikan alternatif dari hukuman penjara.

Penjabaran di atas membuktikan bahwa alasan pembahasan UU Larangan Minuman Beralkohol untuk menciptakan ketertiban masyarakat diragukan.

Pelarangan ini justru akan menambah beban penegak hukum dan mengambil energi mereka untuk mencegah tindak kejahatan yang lebih serius. Tidak hanya itu, larangan ini juga berpotensi menyuburkan penyuapan seperti yang terjadi di Pakistan dan Amerika Serikat.

The Conversation

Halaman:
Choky R. Ramadhan
Choky R. Ramadhan
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...