Menilik Kinerja Pengelolaan BPJS-Ketenagakerjaan
Kasus dugaan korupsi yang membelit PT BPJS Ketenagakerjaaan belakangan ini mendapat sorotan publik. Perkara yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung berpotensi mempengaruhi kepercayaan masyarakat atas asuransi, apalagi masyarakat masih trauma akan kegagalan investasi pada perusahaan asuransi besar sebelumnya.
Para pekerja yang diwajibkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, kemungkinan ingin mengetahui lebih jauh kemampuan BPJS-TK dalam mengelola asset investasi dari pendapatan premi (down stream performance). Dengan mengandalkan data berdasarkan rilis media, laporan keuangan publikasi dan klarifikasi manajemen BPJS-TK, kita bisa mendapatkan gambaran performa pengelolaan investasi BUMN tersebut.
Dengan menganalisis itu, ada beberapa poin penting mengenai BPJS-TK. Pertama, BPJS-TK merupakan institusi pemerintah skala besar yang operasionalnya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Sehingga prosesnya diawasi oleh lembaga-lembaga pengawasan, auditor dan lembaga -lembaga pemerintah terkait.
Kedua, kinerja pengelolaan portofolio investasi BPJS-TK terlihat baik-baik saja atau on the track, setidaknya terlihat dari beberapa indikasi sebagai berikut:
a) Portofolio BPJS-TK dalam bentuk saham dengan sebanyak 98% ditempatkan pada LQ45. Artinya investasi BPJS-TK pada saham-saham yang berkualitas dan cukup likuiditas. Namun, masih terdapat potensi risiko apabila cost price masih di atas market price.
b) Porsi investasi pada saham ini 17% dari total keseluruhan portofolio BPJS Ketenagakerjaan. Potential loss pada saham akan menjadi kerugian riil bila cit loss atau menjual saham untuk menghindari kerugian yang mendalam. Potential loss tetap harus diwaspadai karena dapat mempengaruhi solvabilitas perusahaan jika nilainya semakin dalam dari waktu ke waktu.
c) Tingkat keuntungan (return) investasi pada 2020 sebesar 5,63%. Artinya angka ini masih baik jika dibandingkan dengan suku bunga deposito bank pemerintah. Melihat pada alokasi portofolio yang dominan pada obligasi, akan lebih fair apabila realisasi return tersebut disandingkan dengan yield Obligasi Negara.
d) Alokasi investasi 2016 hingga 2020 cukup konservatif, dengan komposisi obligasi sebanyak 60%, saham (17%-19%) dan deposito (10%). Pilihan yang konservatif ini mengurangi risiko solvabilitas tapi sebaliknya mengurangi peluang mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Selain itu dapat diperiksa lebih lanjut apakah bauran alokasi tersebut optimal secara ALM pairing.
e) Terkait mitra kerjasama pengelolaan investasi (Manajer Investasi), jika selalu melakukan screening dan pitching kuantitatif dan kualitatif yang ketat, maka risiko fraud dapat dihindari.
Ketiga, tentang likuiditas, sesuai klarifikasi manajemen, sampai dengan saat ini BPJS Ketenagakerjaan tidak pernah gagal bayar.
Berdasarkan klarifikasi manajemen tidak ada masalah pada kinerja pengelolaan investasi di BPJS-TK. Tinggal dilihat kembali pada integritas pengelola investasi dan apakah proses penempatan investasi telah dilaksanakan secara prudent berdasarkan filosofi utama sebagai pengelola asuransi atau jaminan sosial yang mengemban amanah besar dari masyarakat.
Menilik dari kasus-kasus pengelolaan investasi di perusahaan asuransi yang terjadi belakangan ini, hampir semua menimpa perusahaan asuransi tradisional atau dana pensiun yang telah beroperasi sangat lama.
Perusahaan asuransi mulai menumupuk risiko investasi saat intensif berinvestasi di bursa saham setelah berkembangnya capital market dan adanya tuntutan untuk mendapatkan hasil investasi tinggi untuk produk-produk asuransi (non-unit link) yang memberikan benefit investasi alih-alih proteksi. Perolehan hasil yang tinggi ini tak meningkatkan kinerja, namun sebaliknya meningkatkan risiko penurunan nilai investasi yang dapat mengganggu likuiditas dan solvabilitas.
Kasus-kasus pengelolaan investasi saham di perusahaan asuransi menyadarkan kembali pentingnya disiplin terhadap asset liabilitas management, integritas pengelolaan investasi serta mitigasi risiko dalam operasional bisnis asuransi, tidak hanya fokus pada urusan core business saja.
Bisnis asuransi sudah saatnya kembali ke filosofi dasar yaitu senantiasa berjalan pada rel Asset Liabilitas Management. Aset investasi perusahaan asuransi sejatinya adalah pasangan (pairing) dari produk secara one on one segregation.
Berdasarkan konsep ALM memasangkan saham sebagai underlying produk asuransi sebenarnya kurang pas, karena terdapat perbedaan dalam profil risiko dan pola arus kas diantara keduanya. Valuasi saham berfluktuasi sesuai dengan harga pasar, sementara valuasi liabilitas relatif stabil. Risiko mismatch tenor dapat melebar jika investasi pada saham bukan dengan tujuan investasi namun sebagai perdagangan (trading) jangka pendek.
Demi mencegah terulangnya kembali kasus-kasus gagal bayar di perusahaan asuransi, para stake holder dapat menelaah kembali aturan aset yang diperkenankan atau admitted asset dan pengelolaan risiko bagi perusahaan asuransi agar lebih komprehensif. Sehingga tidak hanya mengatur alokasi dan kualitas aset tapi juga memperhatikan penegakan filosofi ALM, governance, integritas dan kapabilitas pengelola investasi di dalam perusahaan asuransi.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.