Ekosistem Festival Jazz: Sejarah, Perjuangan, dan Nasionalisme

Luki Safriana
Oleh Luki Safriana
25 April 2021, 11:41
Luki Safriana
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Musisi Indinesia Isyana Saraswati (kedua kanan) tampil saat Prambanan Jazz 2020 bertajuk "New Hope New Experience" di Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (31/10/2020). Perhelatan musik tahunan yang menampilkan sejumlah band serta musisi nasional itu tahun ini digelar secara virtual guna mencegah penyebaran COVID-19.

Java Jazz Festival memberikan warna dan peranan yang cukup besar dalam mempopulerkan Jazz di Indonesia. Peter Gontha, yang menggagas Java Jazz Festival lebih dari 15 tahun lalu, mengaku terinspirasi dari North Sea Jazz Festival di Den Haag, Belanda.

Setelah itu, kian bermunculan sederet festival musik Jazz di Indonesia seperti International Jazz Festival (Jakjazz), yang dibentuk oleh Ireng Maulana. Ada juga Ngayogjazz, festival musik Jazz yang diadakan di kampung Yogyakarta, serta Jazz Gunung yang diprakarsai mendiang Djaduk Ferianto. Festival tersebut membantu menyebarkan musik Jazz di tahun 2000-an untuk pasar yang lebih luas. Sebagai cultural tourism event, Ngayogjazz dan Jazz Gunung meninggalkan kesan berkelas yang ikonik dan lebih merakyat.

Tercatat kurang lebih 30 festival Jazz tersebar di berbagai penjuru Indonesia. Semua menghadapi masalah yang sama yaitu pandemi. Perlu ada kolaborasi sinergi yang kuat untuk dapat mengadakan festival Jazz berkualitas dengan standar protokol kesehatan.

Saat ini, mungkin sampai akhir tahun, festival Jazz akan berjuang sangat keras untuk terus eksis. Pilihan daring atau hybrid sama rumitnya, namun tak ada pilihan lain. Pemerintah dituntut untuk turut mendukung festival dengan memberikan subsidi tes swab secara gratis untuk festival yang memenuhi kualifikasi.

Digitalisasi dan pendataan ekosistem jazz menjadi sangat penting, terutama pada aspek peta sebaran festival Jazz dan artis Jazz lokal. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diupayakan oleh Kementerian Pariwisatan dan Ekonomi Kreatif.

Festival Jazz bukan tidak mungkin menjadi salah satu penggerak utama industri kreatif di sektor musik pada masa mendatang. Alasannya, karena selain sebagai “world music”, segmen market yang unik dan memikat juga mampu mendorong kehadiran wisatawan. Pengelolaan festival yang khas/unik, adaptif, professional dan kolaboratif juga menjadi kunci kesuksesan festival.

Semangat dan perjuangan baik dari sisi penyelenggara maupun persatuan antar festival diharapkan dapat memompa jiwa nasionalisme agar dapat bangkit dan keluar dari pandemi ini. Upaya untuk meningkatkan jumlah penggagas event festival Jazz ke seluruh nusantara juga harus terus didukung agar tercapai persebaran yang merata. Penyelenggara harus optimistis dan dapat beradaptasi terhadap keadaan. Selain itu, kerjasama yang baik dengan seluruh stakeholder harus tetap dijaga.

Akhir kata, berikan lebih banyak ruang untuk festival musik dan jangan terpaku dengan meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE). Seperti sebuah syair lagu Jazz terkenal yang berjudul “Aku Ingin” karya Indra lesmana, semoga pandemi cepat berlalu dan kita kembali bisa ber-Jazz ria dalam festival yang mengenangkan.

“Aku ingin dapat bebas lepas,
Aku ingin senantiasa merasa bahagia,
Aku ingin dapat terbang jauh, bila tiada yang perduli.”

Halaman:
Luki Safriana
Luki Safriana
Pengajar Paruh Waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...