Indonesia Butuh Penyelesaian Sengketa Konsumen yang Lebih Baik

Sinatrya Primandhana
Oleh Sinatrya Primandhana - Tim Riset dan Publikasi
24 Maret 2022, 09:00
Sinatrya Primandhana
Katadata

Faktanya, hampir 80 persen keputusan BPSK dibatalkan oleh pengadilan, dengan pertimbangan bahwa BPSK tidak berwenang untuk memutuskan sengketa yang diajukan. Pembatalan putusan BPSK sebagian besar terjadi untuk sengketa di sektor jasa keuangan, karena Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menentukan daftar lembaga alternatif penyelesaian sengketa.

Hal ini menarik untuk dicermati, karena sektor jasa keuangan juga berkontribusi terhadap tingginya angka sengketa konsumen di Indonesia. Terutama, di era digital ini.

Sementara itu, terkait e-commerce, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP 80 Tahun 2019) telah mengatur bahwa sengketa terkait e-commerce harus diajukan ke BPSK atau badan pengadilan lain di domisili konsumen.

Meskipun hal ini memberikan kejelasan lebih baik untuk e-commerce, UU Perlindungan Konsumen belum memberikan spesifikasi atau batasan yang jelas tentang yurisdiksi BPSK. BPSK diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa konsumen apa pun. Hal ini dapat memperpanjang kekisruhan yang sedang berlangsung di sektor perlindungan konsumen pada era digital. 

Pendekatan Online atas Penyelesaian Sengketa

Penting untuk ditegaskan kembali bahwa sengketa di era digital, termasuk di bidang e-commerce, membutuhkan proses penyelesaian yang singkat, sederhana, terjangkau dan dapat diakses oleh semua kalangan konsumen. Sedangkan persidangan fisik, yang masih banyak digunakan dalam proses penyelesaian sengketa saat ini, tidak memiliki fleksibilitas dan aksesibilitas dibanding persidangan online.

Dalam persidangan online, tanpa perlu menghadiri persidangan sengketa secara fisik, konsumen dapat memilih di mana mereka hadir. Hal ini dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan sengketa mereka. Selain itu, kerumitan dalam mengajukan sengketa dapat berkurang secara signifikan, karena pemohon tidak perlu lagi mengantri secara fisik di pengadilan.

MA sebenarnya telah menerapkan sistem e-court yang dapat diakses via laman https://ecourt.mahkamahagung.go.id/. Fasilitas ini memungkinkan pengajuan, pembayaran dan pemanggilan para pihak yang bersengketa secara elektronik.

Inovasi ini cukup berhasil dalam mendorong berbagai pihak untuk menyelesaikan kasus di pengadilan. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah kasus yang didaftarkan lewat e-court, dari 47.244 kasus pada tahun 2019 menjadi 186.987 kasus pada tahun 2020.

Angka tersebut menunjukkan bahwa aksesibilitas yang diberikan melalui sarana online dapat mendorong konsumen untuk memperoleh ganti rugi dalam penyelesaian sengketa mereka. Namun, persiapan harus dilakukan dengan baik oleh pengadilan dalam menangani lonjakan jumlah kasus yang cepat, yang dapat menyebabkan backlog kasus yang ditangani dan mengganggu sarana perlindungan konsumen.

Terkait e-commerce, PP 80 Tahun 2019 menyebutkan bahwa sengketa dapat diselesaikan secara elektronik, yang sekaligus mengakui mekanisme penyelesaian sengketa secara daring. Sementara itu, meski penyelesaian melalui litigasi dapat menggunakan ketentuan mengenai sistem e-court, belum ada penjelasan mengenai hal ini untuk mekanisme non-litigasi.

BPSK atau lembaga alternatif lain yang juga menangani penyelesaian sengketa pun belum menggunakan mekanisme online tersebut dalam menangani sengketa. Konsumen tetap wajib melakukan konsiliasi, mediasi, atau arbitrase melalui cara konvensional.

Hal ini sangat disayangkan. Sebab, negara-negara lain telah mengembangkan mekanisme penyelesaian sengketa secara daring (online dispute resolution) untuk lebih meningkatkan proses penyelesaian sengketa alternatif. 

Masa Depan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Bagian sebelumnya telah menguraikan beberapa permasalahan yang harus diselesaikan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi. Karena permasalahan tersebut berakar dari ketentuan di UU Perlindungan Konsumen saat ini, jawaban sederhana untuk permasalahan tersebut adalah merevisi UU ini.

Revisi tersebut harus mengakomodasi rincian yang lebih spesifik mengenai karakteristik sengketa terkait transaksi di era digital. Sehingga, regulasi yang ada dapat mengatur mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih akurat dan lebih harmonis, serta memuat rincian mekanisme penyelesaian sengketa secara daring.

Selain revisi UU Perlindungan Konsumen, semua pemangku kepentingan terkait juga harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen di era digital.

Lembaga pemerintahan maupun non-pemerintahan perlu secara aktif mempromosikan sistem pengaduan online mereka (misalnya SIMPKTN dari Kementerian Perdagangan, aplikasi BPKN, atau APPK OJK). Peran BPSK pun perlu ditingkatkan dalam menyelesaikan sengketa konsumen. Pelaku usaha juga perlu memperkuat mekanisme penanganan pengaduan internal untuk mengurangi jumlah pengaduan.

Terakhir, konsumen juga perlu mengetahui prosedur penyelesaian sengketa yang ada, serta mengedukasi diri mereka sendiri tentang mekanisme untuk mengajukan aduan dalam setiap prosedur penyelesaian. Langkah-langkah tersebut dapat memberikan perlindungan yang lebih baik untuk konsumen di era digital. 

Sinatrya Primandhana, editor Divisi Legal Research and Analysis di Hukumonline.

*) Opini ini disusun atas kerja sama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) dalam proyek Consumer Protection in ASEAN (PROTECT).

Halaman:
Sinatrya Primandhana
Sinatrya Primandhana
editor Divisi Legal Research and Analysis di Hukumonline

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...