Startup: Bisnis Sebatas Selebritas?

Ade Febransyah
Oleh Ade Febransyah
27 Juni 2022, 06:30
Ade Febransyah
Ilustrator: Betaria Sarulina

Tapi apakah keunggulan manfaat tersebut menciptakan peningkatan rasio benefit terhadap biaya yang dikeluarkan untuk memiliki kendaraan listrik? Bisa ya bagi segelintir masyarakat. Secara empiris, total cost of ownership mobil listrik lebih rendah ketimbang mobil dengan motor bakar. Tapi mobil listrik memiliki problem potensial kepada calon penggunanya.

Beberapa studi menunjukkan bahwa harga kendaraan, keterbatasan infrastruktur pengisian baterai, dan kekhawatiran baterai mati di tengah jalan menjadi faktor penghalang utama adopsi mobil listrik. Merujuk pada theory of planned behavior (Ajzen, 1991), faktor harga yang di luar ability dan willingness to pay masyarakat kebanyakan menjadi penentu yang akan meniadakan intensi seseorang untuk memiliki mobil listrik. Dan intensi, menurut teori ini, merupakan prediktor dari suatu tindakan. Dalam hal ini tindakan memiliki mobil listrik.

Adanya problem-solution fit adalah ujian pertama yang harus dilewati oleh startup atau pelaku bisnis apa pun ketika menawarkan solusi baru untuk masyarakat yang memiliki problem atau pekerjaan yang harus diselesaikan. Ketiadaan problem-solution fit akan menyulitkan perusahaan dalam mengkomersialisasi solusi tersebut di masyarakat.

Tidak adanya problem-solution fit membuat solusi yang ditawarkan, sehebat apa pun, jadi tidak desirable di mata masyarakat. Adanya problem-solution fit barulah modal awal bagi pelaku bisnis. Masih ada ujian lain yang harus dilewati.

Feasibility

“Prototypes are easy, production is hard”. Elon Musk sudah memberikan psywar kepada para startup pembuat kendaraan listrik yang terus bermunculan. Memunculkan prototipe-prototipe yang memukau masyarakat belum menjadikannya pembuat hebat. Ujian terberat adalah bagaimana mewujudkan prototipe tersebut dalam jumlah besar jika memang ada order pesanan dalam jumlah besar.

Dengan prototipe, startup pembuat dapat mendatangkan pesanan dalam jumlah besar dan juga melambungkan harga sahamnya jika sudah go public. Namun kehebatan pencapaian di lantai bursa tidak berbanding lurus dengan prestasi di shop floor. Keterlambatan dalam produksi dan pengiriman pesanan ke konsumen menjadi sesuatu yang rutin bagi startup.

Penciptaan nilai dalam produksi membutuhkan segala sumber daya dan proses yang berkemampuan. Itu semua tidak mudah dan tidak murah. Di sinilah para startup terjebak dalam keterbatasan area feasibility dari kemampuan mereka untuk mewujudkan produk jadi secara tepat jumlah, tepat biaya, tepat kualitas, dan tepat waktu. Belum memiliki kemampuan untuk menjalankan proses pertambahan nilai secara efisien dapat membuat biaya operasional membengkak.

Tindakan reaktif untuk mengkompensasi pembengkakan biaya itu adalah dengan menaikkan harga produk dan praktik cost-cutting yang justru kontraproduktif. Inilah jebakan dalam lembah kematian (valley of death) yang menakutkan setiap startup. Tidak cukup memiliki segala sumber daya manusia, kekayaan intelektual, teknologi dan finansial untuk tetap beroperasi dalam upaya menciptakan dan memenuhi permintaan pasar.

Sebagian kecil startup beruntung mampu melewati lembah kematian tersebut karena investor besar masih mau mengucurkan dananya. Praktik “pumping money” para investor untuk mewujudkan masa depan yang mereka inginkan masih menjadi penyelamat startup yang berhasil.

Bagi sebagian startup lain, mereka kesulitan mendapatkan kucuran dana investor untuk tetap beroperasi. Merasionalisasi karyawan, memangkas biaya, dan menaikkan harga produk menjadi keharusan. Tapi tindakan tersebut justru memperburuk performa startup. Mereka lupa, lanskap ketidakpastian yang dihadapi berbeda dengan yang dihadapi perusahaan yang sudah lama di industri. Sisi suplai dan permintaan memberikan tekanan begitu tinggi kepada startup sementara kemampuan proses mereka masih terbatas.

Kehadiran startup, baik yang serba digital mau pun yang membuat barang, pantas disambut. Sebaik-baiknya startup adalah yang dilandasi kuatnya maksud (purpose) untuk membantu masyarakat yang masih memiliki the underserved job. Carilah solusi yang fit untuk problem atau pekerjaan yang belum terselesaikan di masyarakat. Buktikan jika solusi yang ditawarkan mampu mengurangi/menghilangkan pain dan meningkatkan atau mengadakan gain di masyarakat yang dilayani.

Jika sudah mendapatkan kucuran dana besar dan pengakuan status unicorn atau decacorn dari investor, janganlah berselebrasi berlebihan. Pembuktian sesungguhnya adalah apakah solusi yang ditawarkan menjadi berarti bagi mayoritas masyarakat yang akan dilayani. Jika itu yang terjadi, coba resapi penggalan lirik lagu The Wall dari supergrup rock progresif Kansas: the moment is a masterpiece.

Halaman:
Ade Febransyah
Ade Febransyah
Guru Inovasi Prasetiya Mulya Business School

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...