Ironi Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan bagi Industri Kecil

Hasran
Oleh Hasran
2 November 2022, 10:55
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)
Katadata

Secara kuantitas, 99 persen perusahaan di sektor ini didominasi oleh IKM. Produk yang dihasilkan oleh IKM makanan minuman di antaranya adalah produk olahan teh, susu sapi segar, dan minuman berpemanis lainnya.

Saat pandemi Covid-19 merebak, kinerja IKM sektor makanan dan minuman menunjukkan performa kurang memuaskan dan banyak dari mereka terpaksa harus menutup usahanya.

Data BPS menunjukkan bahwa pada 2020 industri kecil dana mikro sektor minuman mengalami penurunan produksi selama empat triwulan berturut-turut yaitu sebesar -1,63 %, -6,20 %, -8,72 %, dan -9,16 % secara tahunan. Begitu juga dengan produksi IBS sektor makanan menurun tiap triwulannya sebesar -5,64 %, -11,80 %, -11,47 %, dan -8,99 % secara tahunan.

Ketika ekonomi nasional mulai pulih, banyak pelaku usaha sektor ini yang kembali mengoperasikan usahanya. Namun mereka kembali dihadapkan dengan tantangan lain, seperti kenaikan harga BBM bersubsidi yang mengerek biaya produksi mereka. Tarif MBDK yang akan diberlakukan nanti sudah pasti semakin menambah beban pada biaya produksi mereka.

Sejauh ini posisi IKM sektor makanan dan minuman dalam cukai MBDK belum jelas karena subyek cukai MBDK belum ditetapkan. Namun, apabila subyeknya diperluas ke IKM, kebijakan ini akan menambah beban yang ditimbulkan oleh pandemi dan kenaikan harga BBM bersubsidi.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk membebaskan IKM pada sektor ini dari cukai MBDK.

Dasar Penentuan Tarif Cukai

Pemerintah juga perlu mnghitung tarif yang matang dan komprehensif. Tarif yang terlalu tinggi akan mengurangi volume penjualan secara signifikan. Sedangkan tarif cukai yang terlalu rendah justru tidak efektif menurunkan jumlah penderita diabetes dan obesitas.

Perhitungan tarif yang matang diperlukan agar tidak memperparah kenaikan inflasi yang sudah ada.

Selain itu, perhitungan tarif juga perlu mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap usaha kecil dan mikro (UKM) perdagangan seperti toko kelontong yang merupakan penampung produk minuman olahan.

Ketika minuman berpemanis pertama kali keluar dari pabrik, toko ritel besar adalah penampung utamanya. Toko kelontong, baik formal maupun informal, kemudian akan membeli persediaan dari toko ritel besar ini.

Ketika sampai ke tangan toko kelontong, mau tidak mau harga jualnya juga perlu dinaikkan. Tingginya harga jual ini membuat mereka tidak akan mampu bersaing terutama dengan toko ritel besar lainnya yang bisa menjual dengan harga murah.

Ada ironi dalam kebijakan ini. Implementasi cukai MBDK dinilai dapat menjadi instrumen terbaik dalam mengurangi dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh minuman berpemanis. Namun kebijakan ini juga dapat memangkas kinerja industri makanan dan minuman, satu sektor yang pertumbuhannya positif selama pandemi.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan agar IKM sektor makanan dan minuman dibebaskan dari subyek cukai MBDK. Walaupun demikian, mereka tetap harus turut berkontribusi dalam upaya penurunan kasus obesitas dan diabetes di Indonesia melalui pencantuman informasi kandungan gula dalam produk dan edukasi terkait konsumsi pemanis yang aman untuk kesehatan.

**

Halaman:
Hasran
Hasran

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...