Bioplastik, Solusi Kemasan Plastik Ramah Lingkungan
Plastik adalah material yang banyak manfaatnya. Namun, proses produksi plastik konvensional berbasis minyak bumi menghasilkan emisi CO2 yang menyebabkan perubahan iklim. Sampah plastik mengakibatkan polusi mikroplastik di perairan yang membahayakan ekosistem dan kesehatan manusia.
Pada 2020 produksi plastik global mencapai 450 juta ton, dan menyumbang 4% - 8% dari emisi gas-rumah-kaca dunia. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah populasi dan daya-beli, produksi plastik global diproyeksikan meningkat dobel pada 2050, dan tiga kali lipat pada 2100 bila dibiarkan.
Pada 2018 hampir 40% plastik digunakan sebagai kemasan, yang sebagian besar untuk sekali-pakai. Termasuk dalamnya bungkus makanan, tas dan kantong plastik, botol dan gelas plastik, kemasan barang-barang konsumen, produk farmasi. Kemasan plastik merupakan sumber sampah plastik terbesar, dan lebih dari 90% tidak didaur ulang. Produksi plastik kemasan global diproyeksikan meningkat lebih dari 2.5 kali tahun 2060.
Bioplastik
Bioplastik dikembangkan sebagai alternatif plastik konvensional yang berbahan baku minyak bumi. Sederhananya, bioplastik adalah material plastik yang dibuat dari tanaman atau material biologis lain, dan bukan dari minyak bumi. Bioplastik bisa dibuat dari lemak dan minyak sayuran, tepung jagung, gandum, serbuk kayu, dan sebagainya. Sampah bioplastik bisa diurai oleh mikroba.
Plastik pertama 200 tahun lalu adalah bioplastik. Dengan berkembangnya industri ekstraksi minyak bumi, pada awal abad ke-20 minyak bumi digunakan sebagai bahan baku plastik yang lebih mudah dibentuk dan dicetak. Ancaman masalah lingkungan mendorong inovasi material plastik alternatif dari bahan yang terbarukan dan teruraikan alami.
Tipe bioplastik yang banyak diproduksi adalah polylactide acid (PLA), dengan pangsa 13,9% dari pasar bioplastik pada 2020. PLA adalah bioplastik termurah yang umumnya dipakai untuk kemasan makanan seperti botol plastik, alat makan, dan tekstil. Penelitian dan pengembangan bioplastik terus berlangsung untuk memperbaiki karakteristik bioplastik agar dapat dimanfaatkan dalam industri lain seperti konstruksi, elektronik, otomotif.
PLA adalah bioplastik yang biodegradable, dapat terurai oleh mikroorganisme seperti jamur atau bakteri dalam dua sampai enam bulan. Sedangkan botol plastik konvensional membutuhkan 450 tahun untuk terurai dalam landfill. Radiasi ultraviolet dari matahari mengurai plastik menjadi serpihan mikroplastik yang mencemari perairan, merusak kehidupan laut dan kesehatan manusia. Landfill mengeluarkan racun dan gas rumah kaca ke bumi dan udara.
Karena berasal dari bahan biologis, bioplastik sering disebut green-plastic. Bioplastik merupakan alternatif dengan jejak karbon lebih rendah dan lebih berkelanjutan dibanding plastik konvensional. Hasil penelitian di Cina yang dilakukan pada 1.000 plastik-sekali-pakai dari tahap perolehan bahan baku sampai pengolahan sampah menunjukkan emisi karbon bioplastik 13,53% – 62,19% lebih rendah dibandingkan plastik konvensional.
Kemasan Bioplastik
Banyak perusahaan besar bekerja sama dengan produsen bioplastik untuk produk kemasannya. Pada 2009 Coca Cola memperkenalkan botol plastik baru yang disebut Plantbottle, yang 30% bahan bakunya dari tebu dan tanaman lain, dan 70% masih plastik konvensional.
Plantbottle sudah dipakai pada 30% dari volume penjualannya di Amerika Utara dan 7% di pasar global. Pada 2021 Coca Cola meluncurkan prototipe Plantbottle 100% bioplastik, termasuk tutup dan labelnya.
Pada 2019 Seven-Eleven Jepang mengganti kemasan produk rice ball dengan bioplastik berbahan dasar tanaman. Perusahaan e-commerce Amazon menghentikan penggunaan plastik sekali pakai di Prancis pada 2019, dan di AS pada 2023. Amazon berpartner dengan produsen bioplastik Novamont memulai penggunaan tas bioplastik terbuat dari dari tepung dan minyak sayur di Italia dan Spanyol.
Tetra Pak adalah pengguna bioplastik yang besar dengan tutup kemasan Tetra Rex berbahan tanaman. Penggunaan bioplastik Tetra Pak baru sekitar 10% dari produk globalnya, yang separuhnya adalah hibrid bioplastik dan plastik konvensional, karena kekurangan pasokan dan harga bioplastik yang tinggi. Tetra Pak mengklaim telah menyelamatkan 96 kilo-ton CO2 dengan bioplastik pada 2021.
Tantangan Kemasan Bioplastik
Europeanbioplastics melaporkan pada 2022 kapasitas produksi bioplastik global 1,8 juta ton, dan diprediksi melesat dari 2,18 juta ton pada 2023 sampai 7,42 juta ton pada 2028. Saat ini bioplastik merepresentasikan sekitar 0,5% dari produksi plastik dunia setahun. Banyak perusahaan berinvestasi dalam bioplastik, seperti BASF, Corbion, Mitsubishi Chemical, LG Chem, Dow.
Pada 2023, segmen pasar bioplastik terbesar adalah untuk kemasan 43% (943.000 ton). Dalam periode 2023 – 2032 pasar kemasan bioplastik diproyeksikan meningkat sebesar rata-rata 14,02% per tahun, dari US$15,6 miliar pada 2022, dan mencapai US$56 miliar pada 2032.
Pertumbuhan pasar bioplastik sangat tergantung dari pergerakan harga plastik konvensional, teknologi, skala ekonomi atau harga bahan baku, kebijakan yang mendukung, dan kesadaran masyarakat.
Biaya yang lebih tinggi dibanding plastik konvensional merupakan tantangan utama untuk pertumbuhan bioplastik, seperti ilustrasi pada tabel berikut.
Bahan baku bioplastik lebih mahal, dan skala industrinya masih kecil. Investasi di R&D dan produksi masih terbilang baru. Konsumen diharapkan mendukung pelestarian lingkungan dan bersedia menanggung harga yang lebih mahal tersebut.
Permasalahan dengan bahan baku bioplastik adalah potensi persaingan dengan produsen makanan, fluktuasi harga dan ketersediaannya, serta jejak karbon dari pemanfaatan dan transformasi lahan dan kegiatan agrikultur untuk menghasilkannya.
Bahan baku bioplastik bervariasi, dari tepung jagung yang banyak dipakai di AS sampai serat tebu di Asia, dan campuran gula bit dan tepung kentang di EU. Guna menghindari persaingan bahan baku untuk produksi makanan, dikembangkan produksi bioplastik dari bahan yang tidak dapat dikonsumsi (non-edible), seperti sampah makanan dan agrikultur, serbuk kayu, kaktus, serat pohon pisang, rambut, bulu ayam, kapas.
Sebagai bagian dalam ekonomi sirkular, pertumbuhan bioplastik harus diiringi strategi dan infrastruktur pengelolaan sampahnya. Proses daur ulang diharapkan bisa mengembalikan komponen material yang berharga untuk mengurangi konsumsi dari bahan baku utama.
Walau bersifat bisa terurai, penguraian bioplastik memerlukan fasilitas khusus industrial composting yang masih terbatas kapasitasnya. Masalah identifikasi dan pemilahan sampah plastik juga perlu dipecahkan. Banyak fasilitas pengompos menolak bioplastik dan kemasan makanan untuk mencegah kontaminasi. Jika tidak terkelola dengan baik, sampah bioplastik akan menjadi landfill.
Pertumbuhan permintaan dari konsumen, didukung kebijakan dekarbonisasi dan keberlanjutan akan mendorong produsen menambah investasi pada kapasitas produksi. Selain itu berkolaborasi dengan berbagai pemilik merek untuk mempercepat peningkatan produksi.
Ketergantungan konsumen pada plastik dan tekanan masalah perubahan iklim global akan membutuhkan peran dan dukungan semua pihak untuk percepatan pengembangan bioplastik sebagai solusi plastik kemasan.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.