Menggerakkan Energi Bersih dari Daerah

Ringkasan
- Desentralisasi energi di Indonesia belum optimal, meskipun otonomi daerah sudah berlaku. Pemerintah pusat dan BUMN masih menguasai urusan energi strategis, sehingga pemerintah daerah kesulitan berinovasi.
- Beberapa daerah telah menunjukkan inisiatif dalam transisi energi bersih, seperti Trenggalek yang menandatangani Deklarasi Pembangunan Lestari dan 78 kabupaten lain yang memasukkan agenda pembangunan berkelanjutan dalam RPJPD/RPJMD. Ini menunjukkan potensi dan kemauan daerah untuk memimpin perubahan.
- Pemerintah pusat perlu memberikan dukungan nyata berupa peningkatan kapasitas SDM, regulasi yang mendukung, dan pembiayaan yang adil agar desentralisasi energi dapat berjalan efektif. Dukungan ini krusial untuk mewujudkan kedaulatan energi di tingkat lokal.

Desentralisasi bukan hal baru dalam pembangunan Indonesia. Sejak otonomi daerah berlaku luas pada 2001, pemerintah daerah diberi wewenang lebih besar untuk mengurus daerahnya sendiri—termasuk soal energi. Tapi sampai sekarang, desentralisasi energi belum benar-benar terasa di tingkat lokal. Padahal, dalam masa transisi menuju energi bersih dan pembangunan rendah karbon, daerah seharusnya jadi ujung tombak.
Masih Terpusat
Secara hukum, desentralisasi memang sudah dijalankan. Tapi dalam praktiknya, urusan energi strategis seperti listrik dan migas masih sangat dikuasai pemerintah pusat dan BUMN. Pemerintah daerah kesulitan berinovasi karena keterbatasan anggaran, kewenangan, dan sumber daya manusia.
Menurut Outlook Energi Indonesia 2023 dari Dewan Energi Nasional (DEN), proyek-proyek energi terbarukan di daerah masih didominasi oleh program pusat. Padahal, banyak potensi lokal—seperti tenaga surya, mikrohidro, dan bioenergi dari limbah pertanian—yang belum dimanfaatkan optimal. Di sinilah peran desentralisasi seharusnya hadir: memberi ruang bagi daerah untuk mengelola sumber daya lokal sesuai kebutuhan dan konteks masing-masing.
Harapan Baru dari Daerah
Meski tantangan besar, bukan berarti daerah pasif. Beberapa sudah mulai melangkah. Kabupaten Trenggalek misalnya, menjadi salah satu yang menandatangani Deklarasi Pembangunan Lestari pada 2023, bersama Koalisi Ekonomi Membumi dan Traction Energy Asia. Komitmen ini mencakup transisi dari energi fosil ke energi bersih, perlindungan kawasan ekologis, dan pengembangan ekonomi rendah karbon.
Tak hanya Trenggalek, ada juga 78 kabupaten lain yang mulai memasukkan agenda pembangunan berkelanjutan ke dalam dokumen perencanaan jangka panjang (RPJPD) dan menengah (RPJMD). Ini adalah langkah awal yang menunjukkan bahwa daerah mampu dan punya kemauan untuk berubah.
Saatnya Dukungan Nyata
Supaya desentralisasi energi benar-benar terasa, perlu ada dukungan nyata dari pemerintah pusat dalam tiga hal: kapasitas, regulasi, dan pembiayaan.
Kapasitas SDM: Banyak daerah belum punya tenaga teknis yang paham soal energi terbarukan. Pelatihan dan pendampingan sangat diperlukan.
Regulasi yang mendukung: Daerah perlu ruang lebih besar untuk menetapkan tarif, bekerja sama dengan swasta, dan membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) khusus energi.
Pembiayaan yang adil: Mekanisme seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) hijau, skema Result-Based Financing, atau kolaborasi pendanaan publik-swasta-komunitas bisa jadi solusi.
Desentralisasi energi bukan cuma soal teknis dan anggaran. Ini adalah tentang kedaulatan energi rakyat di mana masyarakat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha lokal bisa berperan aktif dalam membangun masa depan yang bersih dan adil. Daerah jangan hanya jadi penonton dalam transisi energi. Dengan komitmen dan dukungan yang tepat, mereka bisa menjadi penggerak utama transformasi energi di Indonesia.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.