Perang Dagang 2.0: Momentum Memperkuat UMKM


Ketika IHSG mengalami sentimen negatif, nilai tukar dolar terhadap rupiah membumbung tinggi, dan investor pasar modal menarik diri, kepada siapa kita berharap? Jawabannya adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM sudah teruji memiliki daya tahan terhadap krisis.
Daya tahan tersebut tercermin dari hasil survei Katadata Insight Center (KIC) terhadap 214 UMKM agrikultur yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia pada 2021. Survei yang dilakukan di tengah pandemi Covid-19 tersebut mencatat, sebanyak 87,9% UMKM optimistis bisa bertahan hingga lebih dari satu tahun saat menghadapi krisis.
Ibarat sebuah bangunan, UMKM adalah tiang penyangga dan ekonomi adalah rumahnya. Seperti tiang penyangga yang bentuknya kecil tetapi banyak, satu sama lain saling menguatkan. Begitu juga UMKM. Walaupun kecil, tetapi mampu menyangga perekonomian negeri.
Buktinya, menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada 2024, sebanyak 65,5 juta UMKM mampu memberikan kontribusi sebesar 61% atau senilai Rp9.580 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 97% dari total tenaga kerja. Dengan kata lain, bagi pemerintah menyejahterakan UMKM seharusnya menjadi jalan pintas dalam menyejahterakan rakyat.
Situasi global saat ini, di tengah genderang perang dagang yang ditabuh Donald Trump lewat penetapan tarif resiprokal menyebabkan perekonomian tidak menentu. Kondisi ini membuat negara-negara di dunia cenderung lebih protektif. Lalu seberapa signifikan efek perang dagang terhadap UMKM?.
Untuk mengetahui besarnya dampak perang dagang, kita dapat melihat ketergantungan UMKM terhadap pasar internasional. Survei KIC terhadap UMKM pemasok pada 2024 menunjukkan, sebanyak 93% memasarkan produknya ke pasar domestik; 7% ke pasar internasional; dan 25% yang menjual ke pasar domestik dan internasional.
Data tersebut memperlihatkan, UMKM pemasok lebih bergantung kepada pasar domestik ketimbang internasional. Artinya, situasi perekonomian di dalam negeri berpengaruh lebih besar bagi kelangsungan bisnis UMKM.
Belajar dari Tiongkok
Merespons kebijakan tarif Trump, pemerintah menyatakan akan membuka keran impor lebih besar dari Amerika Serikat (AS). Langkah ini sebagai bagian penawaran dalam proses negosiasi tarif dengan pemerintah AS.
Berbeda dengan Tiongkok. Jika Indonesia melunak, negara itu justru menantang balik dengan meninggikan tarif impor dari AS. Langkah ini dilakukan untuk menjaga kepentingan ekonomi nasional mereka.
Kuatnya sektor ekonomi domestik Tiongkok menjadi senjata ampuh untuk menghalau dampak perang dagang. Kemampuan Tiongkok “melawan” kepentingan AS tentu tidak instan. Sejak beberapa dekade lalu, terutama pasca-perang dingin, Tiongkok mulai memperkuat fondasi perekonomian dari UMKM. Artinya, penguatan pasar Tiongkok dimulai dari bawah.
Produk asal negara ini yang dahulu memiliki citra kualitas rendah dan pencipta barang imitasi, saat ini berubah dengan inovasi yang sangat canggih. Kuatnya riset dan pengembangan yang mengolaborasikan UMKM dengan universitas, badan riset, dan peneliti. Langkah ini menjadi strategi untuk menaikkan kualitas produk UMKM. Setelahnya, mereka baru memberikan kemudahan pembiayaan bagi UMKM agar dapat memproduksi produk secara massal.
Tidak cukup sampai di situ Tiongkok membuka pasar yang luas bagi UMKM. Mereka menjembatani UMKM untuk masuk ke dalam ekosistem rantai pasok korporasi besar.
Perusahaan besar membantu UMKM untuk menjual dan mendistribusikan produknya ke berbagai negara.
Itulah sebabnya produk Tiongkok dapat tersebar di penjuru dunia. Strategi ini sukses menjadikan UMKM sebagai pendorong bagi Tiongkok menjadi negara superpower yang baru.
Perang Dagang dan Ikhtiar Memperkuat UMKM
Upaya pemerintah membuka keran impor seluas-luasnya bagi komoditas agrikultur dan energi AS sebagai strategi negosiasi tarif resiprokal menyiratkan dua hal. Pertama, kurang siapnya produk domestik Indonesia bersaing di pasar internasional. Kedua, lemahnya posisi tawar Indonesia.
Peningkatan keran impor dari AS ke Indonesia berisiko merugikan UMKM agrikultur. Ini lantaran akan terjadi perang harga antara komoditas lokal dan komoditas impor. Pemerintah harus mengatasi perang dagang ini dengan cermat. Ada dua solusi yang kami tawarkan.
Dalam jangka pendek, daripada melakukan negosiasi tarif impor kepada AS, lebih baik pemerintah memfasilitasi diversifikasi wilayah ekspor UMKM ke wilayah lainnya yang tarif impornya lebih rendah dan harga yang bersaing. Hal ini agar dapat meningkatkan posisi tawar kita di dunia Internasional dan mengurangi ketergantungan terhadap AS.
Dalam jangka panjang, ada beberapa hal yang harus dikuatkan pemerintah. Pertama, perlu menggencarkan kolaborasi penelitian dan pengembangan antara UMKM dan universitas maupun badan riset. Tujuannya, agar membentuk UMKM yang inovatif dalam menciptakan dan mengkreasikan produk agar mampu bersaing di pasar global.
Artinya, bantuan pemerintah tidak cukup hanya memberikan kemudahan pinjaman, pendampingan, atau kemudahan pajak.
Kedua, penguatan rantai pasok dalam negeri maupun luar negeri. Penciptaan ekosistem rantai pasok dalam negeri yang kuat membutuhkan peta kebutuhan antarwilayah. Pemerintah dapat menjadikan peta ini sebagai dalam menentukan jalur dan alur supply. Setelahnya pemerintah dapat berkolaborasi dengan perusahaan BUMN dan swasta sebagai operator rantai pasok. Penguatan ekosistem rantai pasok domestik sangat penting untuk kemandirian ekonomi.
Hal yang sama juga dapat dilakukan terhadap pasar internasional. Pemerintah dapat berkolaborasi dengan BUMN dan perusahaan swasta untuk menjadi operator rantai pasok produk UMKM di pasar internasional. Alibaba adalah kisah sukses bagaimana perusahaan lokal, menjadi operator rantai pasok produk UMKM Tiongkok di luar negeri.
Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.