Janji Energi Nuklir untuk Memperkuat Perjalanan Net-Zero Indonesia
Indonesia telah menetapkan visi yang berani untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, sebagaimana digariskan dalam Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC). Tujuan ini bukan sekadar komitmen lingkungan, tetapi juga peluang untuk mengubah bangsa ini menjadi pemain global dalam energi bersih.
Sektor energi menyumbang sekitar 26% dari total emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia, dengan sektor pembangkit listrik menyumbang 60% dari total tersebut. Hal ini menjadikan masa depan pembangkit listrik di Indonesia krusial untuk mencapai tujuan iklim ambisius negara ini.
Untuk membuka masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera, sektor ketenagalistrikan Indonesia perlu berfokus pada tiga pilar utama:
- Memaksimalkan efisiensi energi di seluruh rantai nilai ketenagalistrikan — mulai dari pembangkitan hingga konsumsi.
- Transformasi bauran energi dengan menggabungkan teknologi energi nol karbon (termasuk nuklir, energi terbarukan), sekaligus menghentikan penggunaan batu bara.
- Mengadopsi teknologi penangkapan karbon untuk meminimalkan emisi dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Tantangan Sektor Ketenagalistrikan dalam Transisi dari Bahan Bakar Fosil ke Energi Bersih
Lanskap energi Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Per tahun 2023, total kapasitas listrik on-grid negara ini sebesar 86,8 Gigawatt (GW). Sekitar 50 GW berasal dari batu bara.
Dalam segmen energi baru dan terbarukan (EBT), tenaga air dan panas bumi menjadi penggerak utama pembangkit listrik, sementara tenaga surya dan angin menyumbang kurang dari 0,5 GW secara gabungan.
Rencana penghapusan batu bara secara bertahap menyoroti kebutuhan mendesak akan portofolio energi yang lebih terdiversifikasi, yakni portofolio yang kemungkinan menyeimbangkan kebutuhan ketahanan energi, keterjangkauan, dan keberlanjutan. Selain tenaga berbasis gas, energi terbarukan – termasuk tenaga air, panas bumi, biofuel, tenaga surya, dan angin – kemungkinan besar perlu memainkan peran kunci.
Hal ini perlu dikombinasikan dengan penyimpanan untuk sumber terbarukan yang intermiten. Namun, nuklir juga dapat memainkan peran penting, mengingat pertumbuhan permintaan listrik Indonesia yang besar dan komitmen dekarbonisasi.
Minat Baru terhadap Nuklir di Dunia
Di seluruh dunia, energi nuklir sedang mengalami kebangkitan. Teknologi reaktor nuklir modern, termasuk Generasi III+, Generasi IV, dan Reaktor Modular Kecil (SMR), kemungkinan akan mengubah lanskap energi dengan peningkatan keselamatan, fleksibilitas yang lebih besar, dan pengurangan dampak lingkungan.
Reaktor Generasi III+
- Peningkatan evolusioner pada reaktor nuklir tradisional dengan fitur keselamatan pasif yang ditingkatkan
- Dapat dengan mudah diterapkan karena berbasis teknologi yang sudah ada dengan riwayat operasional yang signifikan
Reaktor Generasi IV
- Menggabungkan perubahan desain radikal dalam penggunaan material atau bahan bakar, lingkungan dan kondisi operasi, serta konfigurasi sistem - untuk pertimbangan keselamatan, efisiensi, dan keberlanjutan yang lebih baik
- Beberapa desain menggabungkan kemampuan daur ulang penuh dalam siklus bahan bakar tertutup sehingga meminimalkan timbulan limbah radioaktif
- Dapat digunakan untuk lebih dari sekadar produksi listrik seperti kogenerasi panas industri dan produksi hidrogen
Reaktor SMR
- Dirancang dengan fitur keselamatan bawaan sekaligus lebih portabel, skalabel, dan membutuhkan investasi modal awal yang lebih rendah
- Sebagian besar dibangun dan dirakit di pabrik - mengurangi jejak lahan dan persyaratan kerja di lokasi sekaligus meningkatkan kontrol kualitas
- Output daya di bawah 300 MWe, meningkatkan fleksibilitas untuk aplikasi di luar jaringan dan khusus atau di daerah padat penduduk
- Dapat dimanfaatkan dalam aplikasi industri untuk lebih mendukung upaya dekarbonisasi
Teknologi nuklir canggih hadir dengan beberapa keunggulan utama dibandingkan teknologi konvensional:
- Keselamatan: Dirancang agar "aman dan nyaman digunakan" dengan fitur keselamatan pasif yang memastikan reaktor mati secara otomatis dalam keadaan darurat – meningkatkan keselamatan secara keseluruhan selama operasi.
- Efisiensi: Dengan efisiensi termal lebih dari 40%, energi nuklir membutuhkan lebih sedikit bahan bakar, mengurangi limbah, dan membutuhkan lahan yang lebih sedikit.
- Fleksibilitas: Pendekatan desain modular SMR memungkinkan penerapan secara bertahap, sehingga sistem energi dapat beradaptasi dengan perubahan permintaan.
Dengan mayoritas reaktor yang ada merupakan desain generasi lama, fokusnya kini tertuju pada reaktor yang lebih kecil dan lebih canggih yang berpotensi tidak hanya lebih aman tetapi juga lebih adaptif terhadap kebutuhan berbagai negara.
SMR dan Reaktor Mikro Modular (MMR) diperkirakan akan tersedia secara komersial pada awal tahun 2030-an. Tentu saja, ketika mengimplementasikan nuklir ke dalam portofolio pembangkit listrik, negara-negara perlu mempertimbangkan secara cermat berbagai aspek seperti keselamatan, keandalan operasional (misalnya, ketersediaan pasokan bahan bakar), aspek lingkungan, dan biaya.
Berbagai negara sedang mengevaluasi pendekatan yang berbeda-beda terhadap nuklir. Negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan India sedang memperluas program nuklir mereka. Sementara itu, negara-negara di Timur Tengah sedang bersiap untuk memasuki arena energi nuklir.
Di Asia Tenggara, negara-negara seperti Thailand dan Malaysia mulai mengeksplorasi nuklir sebagai bagian dari transisi energi bersih mereka. Jerman, di sisi lain, telah menyelesaikan penghapusan bertahap energi nuklir.
Bagi Indonesia, ini adalah momen yang krusial. Tenaga nuklir berpotensi tidak hanya menghadirkan peluang untuk energi yang lebih bersih, tetapi juga untuk masa depan yang lebih tangguh, berkelanjutan, dan sejahtera.
Merangkul Nuklir: Katalis Potensial bagi Transisi Energi Bersih Indonesia
Indonesia diperkirakan akan menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2050, dengan permintaan listrik yang meningkat pesat berkat industrialisasi, elektrifikasi, dan meningkatnya kelas menengah. Energi nuklir memiliki potensi yang sangat besar untuk mendorong Indonesia menuju masa depan nol bersih sekaligus menyediakan sumber energi yang andal dan berkelanjutan bagi negara ini.
Sesuai peta jalan sektor ketenagalistrikan Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2022, negara ini menargetkan pengurangan pembangkit listrik tenaga batu bara menjadi 8 GW pada tahun 2050. Indonesia akan menghentikan PLTU batu bara secara penuh pada tahun 2057.
Pada tahun 2060, Indonesia menargetkan kapasitas EBT sebesar 586 GW, yang merupakan peningkatan 45 kali lipat dari tingkat saat ini. Nuklir secara khusus diidentifikasi sebagai bagian dari masa depan ini, dengan target 35 GW pada tahun 2060.
Porsi energi nuklir dalam bauran energi terbarukan kemungkinan bisa jauh lebih tinggi, mengingat potensi keunggulan nuklir dibandingkan bahan bakar fosil dan energi terbarukan yang intermiten.
Sekarang Saatnya Bertindak: Memanfaatkan Peluang Energi Nuklir
Seiring berlanjutnya transisi energi di Indonesia, Indonesia kemungkinan besar harus memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh energi nuklir. Potensi masa depan energi yang berkelanjutan, aman, dan terjangkau sudah di depan mata.
Dari sudut pandang kami, berikut ini pertanyaan-pertanyaan kunci yang perlu dijawab dalam pemanfaatan energi nuklir:
Untuk Pemerintah (dan kementerian terkait seperti Kementerian ESDM dan BAPETEN):
1. Bagaimana seharusnya kapasitas nuklir optimal Indonesia untuk menyeimbangkan trilema energi nasional? Faktor-faktor seperti permintaan listrik di masa depan, penghapusan batu bara yang realistis, peran gas, dan integrasi teknologi hijau lainnya, terutama tantangan sumber energi intermiten, perlu dipertimbangkan.
2. Perubahan kerangka kebijakan apa yang diperlukan, tidak hanya untuk nuklir tetapi juga pandangan komprehensif terhadap semua teknologi pembangkitan dengan mempertimbangkan kebutuhan masa depan?
3. Pengaturan kelembagaan apa yang diperlukan untuk mempercepat adopsi energi nuklir?
4. Aspek manajemen risiko apa yang perlu dirumuskan khusus untuk tenaga nuklir?
Untuk PLN (Badan Usaha Milik Negara):
1. Bagaimana PLN dapat mengintegrasikan energi nuklir ke dalam Rencana Induk Ketenagalistrikan Jangka Panjang (RUPTL) dengan visibilitas yang jelas dari tahun ke tahun?
2. Apa peran yang seharusnya dimainkan PLN di sektor nuklir, sebagai produsen listrik untuk masa depannya sendiri?
3. Bagaimana PLN dapat mendorong partisipasi sektor swasta dalam pembangkit listrik tenaga nuklir?
Untuk Produsen Listrik – PLN, anak perusahaannya, maupun produsen listrik independen:
1. Apa saja pertimbangan teknis utama (kapasitas, teknologi desain atau jenis bahan bakar, lokasi, dan lain-lain) yang perlu dipertimbangkan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir?
2. Bagaimana skenario ekonominya, berdasarkan investasi, biaya variabel, tarif yang diharapkan, dan potensi COD? Apa saja risiko utama yang perlu direncanakan, di seluruh ekosistem?
3. Kemampuan apa yang akan dibutuhkan dan bagaimana kemitraan dapat dibentuk untuk mengelola risiko dan memastikan keberhasilan penerapannya?
Indonesia berpotensi berada di ambang peluang luar biasa. Indonesia berpeluang mendefinisikan ulang masa depan energinya dan memimpin jalan menuju negara yang berkelanjutan, bersih, dan sejahtera. Energi nuklir dapat menjadi bagian penting dari transformasi ini, dan sekaranglah saatnya untuk bertindak.
*Catatan Redaksi:
Opini ini ditulis oleh Dieter Billen, Partner and Head of Energy and Sustainability, Roland Berger Southeast Asia dan Sayak Datta, Partner, Energy & Industrials, Roland Berger Southeast Asia
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.
