Demi menghemat biaya infrastruktur, calon ibu kota baru harus dekat dengan kota yang sudah berkembang. Setidaknya di wilayah sekitarnya sudah ada bandara, pelabuhan, jalan, potensial untuk pengembangan jaringan listrik dan telekomunikasi.

(Baca juga: Wacana Pemindahan Ibu Kota Negara, dari Era Soekarno hingga Jokowi)

Kriteria lainnya, calon ibu kota baru harus memiliki potensi konflik sosial yang rendah dan masyarakatnya mau menerima warga pendatang. Kemudian, memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan, letaknya jauh dari perbatasan dengan negara lain.

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, pilihan mengerucut pada tiga provinsi, yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Memang pemerintah belum menetapkan lokasi pasti calon ibu kota baru. Namun, berdasarkan kajian Bappenas, dari ketiga provinsi tersebut, Kalimantan Timur (Kaltim) yang tercatat memiliki paling banyak keunggulan dan sedikit kelemahan.

"Iya, Kaltim benar, tapi saya belum tahu lokasi spesifiknya di mana," kata Menteri ATR Sofyan Djalil di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (22/8). Dia mengatakan sudah ada 3 ribu hektare (ha) lahan yang disiapkan untuk pembangunan tahap pertama dari total keseluruhan 200-300 ribu ha.

(Baca: Jokowi Tegaskan Belum Ada Keputusan Lokasi Ibu Kota Baru)

Biaya Pemindahaan Ibu Kota Negara

Berdasarkan hasil kajian Bappenas, ada dua skenario kebutuhan biaya untuk pembangunan ibu kota baru. Skenario ini didasarkan pada estimasi jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan dipindahkan dari Jakarta.

Skenario pertama, memindahkan seluruh ASN dan keluarganya yang berjumlah 1,5 juta orang. Untuk skenario pertama ini membutuhkan lahan sekitar 40 ribu ha dengan kebutuhan investasi Rp 466 triliun. Skenario kedua, memindahkan seluruh ASN dan keluarganya yang berjumlah 870 ribu orang. Untuk skenario ini membutuhkan lahan sekitar 30 ribu ha dengan kebutuhan investasi Rp 323 triliun.

(Baca: Bappenas: Butuh Dana Rp 466 Triliun untuk Pindahkan Ibu Kota)

Kemungkinan pemerintah akan memilih skenario kedua. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan tak semua ASN di kementerian akan dipindahkan ke ibu kota baru. “Yang pindah adalah yang tidak ada hubungannya dengan pelayanan publik,” ujarnya.

Skema Pembiayaan

Presiden Jokowi menjamin pemindahan ibu kota tidak akan menyedot anggaran negara dalam jumlah besar. Hal ini disampaikannya saat pidato pokok Rancangan APBN 2020 dan nota keuangan dalam sidang paripurna DPR pekan lalu. "Kami mendorong partisipasi swasta, BUMN, maupun skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)," ujarnya.

Dalam materi hasil kajian Bappenas disebutkan dari total kebutuhan biaya Rp 466 triliun, sumber pembiayaan dari APBN hanya 74,44 triliun. Dana ini digunakan untuk pembangunan istana negara dan bangunan stratetegis TNI/Polri, ruang terbuka hijau, dan pengadaan lahan.

Sisanya, sebesar Rp 265,24 triliun bisa didapat dari proyek KPBU dan Rp 127,38 triliun dari swasta melalui skema kerja sama pemanfaatan. Di luar biaya tersebut, pembangunan infrastruktur seperti bandara, pelabuhan, dan jalan tol akan dibiayai oleh BUMN.

(Baca: Jualan Aset Negara di Jakarta Jadi Opsi Sumber Dana Pindah Ibu Kota)

Sementara Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan dana yang dibutuhkan dari APBN mencapai Rp 93,5 triliun. "Paling sekitar 19,2 dari total dana yang dibutuhkan," katanya saat menjadi keynote speaker dalam acara Youth Talks: Yuk Pindah Ibu Kota di kantornya, Jakarta, Selasa (20/8). 

Bambang merinci, skema KPBU memiliki porsi yang besar dalam mendanai pemindahan pusat pemerintahan yakni sebesar 54,6 persen dari total pembiayaan. Sedangkan sisanya 26,2 persen dana pemindahan akan ditanggung pihak swasta.

Selain itu, kata Bambang, sumber dana lain yang bisa menjadi opsi adalah lewat skema tukar guling dalam bentuk penjualan aset yang ada di beberapa lokasi Jakarta. Dia memperkirakan potensi penjualan aset di Medan Merdeka, Kuningan, Sudirman, dan Thamrin bakal menghasilkan sekitar Rp 150 triliun.

Tahapan Pemindahan Ibu Kota

  • 2017-2019: Penyusunan dan kajian awal, sosial kependudukan dan ekonomi, lahan, desain, serta penentuan lokasi calon ibu kota baru. Kajian ini dilakukan oleh Bappenas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
  • 2020: Tahap penyiapan regulasi dan kelembagaan, penyusunan rencana induk (master plan) kota, dan perencanaan teknis kawasan.
  • 2021: Penyediaan lahan, penyusunan desain kawasan, dan memulai konstruksi pembangunan ibu kota baru.
  • 2022-2024: Pembangunan kawasan inti pusat pemerintahan dan sebagian kawasan ibu kota negara
  • 2024: Awal pemindahan ibu kota
Desain Ibu Kota Baru
Desain Ibu Kota Baru (Kementerian PUPR)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement