Skenario pengembangan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk memasuki babak baru. Setelah rencana masuknya PT Minna Padi Investama Tbk dan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) buyar, kini beberapa investor lain disebut-sebut akan menyuntikkan modal ke bank syariah pertama di Indonesia tersebut. Yang paling kuat adalah konsorsium yang dipimpin Ilham Habibie.

Dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (28/9) lalu, manajemen PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA) menyatakan, tidak mengetahui dan tidak memiliki rencana aksi korporasi terkait Bank Muamalat. Pernyataan ini menyusul kabar bahwa Dato Sri Tahir, Pemilik Grup Mayapada, dikabarkan akan masuk menjadi salah satu investor Bank Muamalat.

“Manajamen tidak menerima informasi atau arahan dari pemegang saham untuk hal yang tidak berkaitan dengan kepentingan aktivitas operasional normal bank,” kata Direktur Bank Mayapada Rudy Mulyono dalam keterbukaan informasi. Selain hal tersebut, tidak ada informasi atau kejadian penting lain yang dapat mempengaruhi kelangsungan perusahaan dan dapat mempengaruhi harga saham.

Nama Tahir memang disebut-sebut sebagai salah satu dari sekian nama yang siap menanamkan modal ke Bank Muamalat. Orang terkaya nomor empat di Indonesia versi majalah Forbes 2018 tersebut dikabarkan masuk sebagai anggota konsorsium pemodal yang dimotori Komisaris Utama Bank Muamalat, Ilham Habibie.

Ilham merupakan putra Presiden Ketiga Indonesia BJ Habibie, pendiri Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang juga turut membantu pendirian Bank Muamalat. Konon, Ilham mendapatkan amanat dari ayahnya untuk membantu Muamalat mencari investor. Informasi yang didapat katadata.co.id, dalam konsorsium ini Ilham mengajak beberapa pengusaha, temasuk Tahir dan pemilik Grup Medco Arifin Panigoro.

Investor baru ini akan masuk ke Bank Mumalat melalui skema right issue. Bank Muamalat akan menerbitkan sejumlah saham baru yang akan dibeli oleh konsorsium tersebut. Namun, aksi korporasi ini harus mendapat persetujuan dari pemegang saham. Rencananya hal ini akan dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 11 Oktober mendatang.

(Baca: Tantangan Keuangan Syariah, Tak Ada Bank Syariah Skala Besar)

Sebelumnya, Bank Muamalat sudah mengumumkan rencana right issue yang rencananya akan dilakukan paling lama setahun setelah RUPSLB. Dalam aksi korporasi ini Bank Muamalat akan menerbitkan 20 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp 100 per saham. Targetnya, perusahaan bisa meraup dana segar sebesar Rp 2 triliun. Saham baru ini akan ditawarkan kepada pemegang saham lama terlebih dahulu, sisanya akan diambil oleh pembeli siaga. Jika seluruh pemegang saham tidak menggunakan haknya, maka mereka akan terdilusi hingga 66,21%.

Tahir dikabarkan akan menyuntikkan dana hingga Rp 5 triliun, melalui tiga skema. Pertama, menyuntikan modal langsung Rp 2 triliun. Kedua, melalui obligasi subordinasi (subdebt) sebesar Rp 2 triliun. Ketiga, melalui line credit Rp 1 triliun. “Tahir bilang, kalau konsorsium masih membutuhkan dana tambahan, dia siap masuk. Tapi, kalau sudah cukup, dia tidak perlu ikut,” kata sumber katadata.co.id beberapa waktu lalu.

Ilham bukan sekali ini tertarik masuk ke Muamalat. Tujuh tahun lalu, saat salah satu pemegang saham Bank Muamalat hendak melepas sahamnya. Ilham bersama pengusaha yang saat ini menjadi calon wakil presiden, Sandiaga Uno dan mantan Menteri BUMN Sugiharto ikut mengajukan penawaran. Sayangnya, rencana itu batal karena harga yang ditawarkan terlalu mahal.

Tahun lalu, Ilham pun sempat menyurati Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyatakan niatnya masuk ke Bank Muamalat. Saat itu, Minna Padi juga mengajukan penawaran menyuntikkan modal hingga Rp 4,5 triliun. Perusahaan tersebut juga sudah memasukkan dana ke escrow account sebesar Rp 1,7 triliun. Namun, niat Minna Padi urung karena tidak mendapat restu OJK. Perusahaan tersebut tidak bisa mengungkapkan dari mana sumber dana yang akan dimasukkan ke Bank Muamalat.

(Baca: Bidik Investor Masuk di Semester 1, Muamalat Klaim Banyak Calon)

Meski dinilai masih sehat, Bank Muamalat tetap membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya. Informasi yang didapat katadata.co.id dari sumber di OJK, bank tersebut membutuhkan dana sekitar Rp 4-8 triliun. Dana ini bisa membantu menaikkan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Muamalat.

Tahun lalu, CAR bank ini turun menjadi 11,58%. Angka itu masih dalam batas aman karena konsesi Basel III untuk CAR minimal 12%. Kinerja Bank Muamalat tergerus lonjakan pembiayaan bermasalah (non-performing finance/NPF) yang sempat di atas 5%, lebih tinggi dari batas maksimal ketentuan regulator.

Ketika suatu bank membutuhkan dana, biasanya pemegang saham yang ada harus menyuntikkan dana lagi. OJK sudah pernah meminta pemegang saham Bank Muamalat menambahkan modalnya, tapi hingga kini belum bisa. Karena itu, butuh investor baru yang bisa membantu permodalan bank tersebut.

Direktur Utama Bank Muamalat Ahmad Kusna Permana pernah mengatakan dirinya sudah menemui lima investor dari dalam dan luar negeri di Singapura, tiga diantaranya merupakan investor potensial. Sementara informasi yang didapat katadata.co.id, dari lima investor ini hanya dua yang sudah menunjukkan komitmennya, yakni Lynk Asia dan konsorsium pengusaha besar.

(Baca: Ketua OJK Sebut Pemerintah Tak Intervensi BRI untuk Akuisisi Muamalat)

Lynk Asia ingin menyuntikkan modal ke Bank Mumalat melalui skema menukar saham dengan asetnya (asset swap) yakni obligasi. Namun, OJK belum bisa merestui, karena obligasi yang digunakan dalam skema asset swap ini tidak bisa diperjualbelikan (untradeable) dan tidak memiliki peringkat (unrated). Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan OJK.

Corporate Secretary Bank Muamalat Ali Akbar enggan memberikan pernyataan soal konsorsium pengusaha yang ini yang akan menjadi pembeli siaga saham baru yang akan diterbitkan. Dia pun tidak mau memberitahukan detail agenda yang akan dibahas dalam RUPS Bank Muamalat bulan ini. "(Pemberitahuan RUPS) sudah ada di website kami," kata Ali.

Dalam pengumuman tersebut tidak disebutkan mata acara yang akan dibahas dalam RUPSLB. Hanya ada pemberitahuan setiap pemegang saham yang memiliki sedikitnya 1/20 dari total jumlah saham, dapat mengusulkan mata acara tersebut. Usulan ini harus disampaikan paling lambat 12 September 2018.

Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan pihaknya membuka peluang siapapun menjadi investor Bank Muamalat. Namun, seperti yang dilakukan kepada perbankan lainnya, OJK ingin memastikan investor tersebut bisa membuat perbankan menjadi lebih sehat.

Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan OJK dalam merestui investor yang akan menyuntikkan modalnya ke perbankan, termasuk Bank Muamalat. Pertama, investornya harus kredibel dan mempunyai dana segar yang cukup untuk mengembangkan bank tersebut.

(Baca: OJK: Siapapun Boleh Jadi Investor Muamalat)

Kedua, menunjukkan komitmen dan keseriusan menjadi investor dengan menempatkan sejumlah uang dalam escrow account (rekening penampung) di Bank Muamalat, sesuai kesepakatan dengan OJK. “Ketiga, prosesnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya, Kamis (27/9).

Kinerja Bank Muamalat masih cukup baik

Sepanjang semester I tahun ini bank tersebut mencatat laba bersih Rp 103,74 miliar. Ini merupakan perolehan laba bersih tertinggi yang diraih Bank Muamalat dalam jangka waktu 3 tahun terakhir. Capaian ini meningkat tiga kali lipat dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 29,96 miliar. Pendapatan berbasis komisi terutama dari penjualan surat berharga juga berkontribusi signifikan pada kenaikan laba operasional bank.

Pertumbuhan positif tersebut membuat rasio laba terhadap aset atau Return On Assets (ROA) perseroan meningkat dari 0,15% menjadi 0,49%. Non-Performing Financing (NPF) berada di level 1,65% (gross) dan 0,88% (nett). Posisi ini jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang berada di level 4,95% (gross) dan 3,74% (nett) setelah perseroan menempuh sejumlah langkah strategis.

Rasio penyediaan modal minimum  atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perseroan tercatat sebesar 15,92%, dari posisi semester I tahun lalu 12,94%. Bank Muamalat juga mencatat kinerja positif yaitu Net Operating Margin (NOM) sebesar 0,66%, Net Imbalan (NI) sebesar 2,67%, dan Return On Equity (ROE) sebesar 5%.

(Baca: OJK Sebut Bank Muamalat Hanya Butuh Tambahan Modal)

Rasio kinerja yang positif tersebut juga membuat likuiditas perseroan tetap terjaga dengan baik. Ini tercermin dari posisi Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Muamalat per Juni 2018 tercatat sebesar 84,37%. Angka tersebut membaik dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 89%.

"Alhamdulillah di kuartal II tahun ini kinerja Bank Muamalat mendapatkan pencapaian yang positif. Kami akan terus berupaya agar prestasi ini dapat dipertahankan dan ditingkatkan supaya ekspansi bisnis Bank Muamalat dapat semakin bertumbuh," ujar Ahmad, Rabu (15/8).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami