Dalam laporannya bertajuk “E-Commerce In Asia Bracing for Digital Disruption”  yang dirilis November lalu, DBS Group Research memaparkan aneka persoalan yang menghambat pertumbuhan e-commerce di Indonesia. Pertama, masih banyak masyarakat yang belum percaya dengan situs belanja online. Berdasarkan survei McKinsey pada akhir 2013, 56 persen responden menilai belanja online terkadang menipu. Sedangkan pembayaran belanja online tidak aman dinilai oleh 35 persen responden.

Kendala e-commerce

Kedua, budaya belanja online belum mewabah. Berdasarkan survei tersebut, 36 persen responden enggan belanja secara online karena tidak bisa menjajal produknya. Sedangkan 22 persen responden menyebut tidak mengetahui cara pembayaran online.

Ketiga, kendala logistik dan distribusi lantaran kondisi infrastruktur yang minim. Sulitnya akses ke daerah terpencil menjadi kendala utama distribusi barang dari toko online. Rizki Suluh Adi, VP Marketing and Business Development HappyFresh South East Asia and Taiwan, menilai faktor logistik adalah hambatan terbesar pelaku e-commerce di Indonesia.

Head of Offline Marketing and Partnership MatahariMall Regan Dwinanda mengatakan, persoalan logistik dan infrastruktur saat ini mulai dapat diatasi dengan menggandeng jasa pengiriman barang. MatahariMall misalnya, telah menjalin kerjasama dengan PT Pos Indonesia (Persero) untuk mempermudah pengiriman barang ke wilayah terpencil di Indonesia. "Dengan kerjasama ini kami dapat membuka sekurang-kurangnya 400 titik cash on delivery (COD) dari Sabang sampai Merauke," katanya.

Keempat, akses internet yang masih belum merata. Penetrasi jaringan internet tertinggi cuma di tiga provinsi, yaitu Yogyakarta, Jakarta, Bali: 47 persen, 42,8 persen dan 41,6 persen. Adapun secara nasional, penetrasi internet di Indonesia sebesar 32 persen. Indra Yonathan, yang juga merupakan SVP Strategic Marketing Partnership Lazada Indonesia, menjelaskan hanya 10 juta pengguna internet yang  pernah berbelanja online. Ia membandingkan dengan Cina, yang memiliki 300 juta orang online shopper.

Kendala lain pengembangan e-commerce adalah pemasaran belanja online sulit diterapkan secara merata. Pasalnya, adanya perbedaan budaya, bahasa, dan aturan di masing-masing daerah.

(Baca: Pemerintah Lindungi Perusahaan E-commerce Pemula)

Dari sisi konsumen, menurut Rizki, masyarakat semakin pintar menilai situs e-commerce terpercaya dan benar-benar menwarkan produknya. Selain itu, dengan menggandeng perbankan, pelaku e-commerce berharap bisa menawarkan keamanan bertransaksi secara online. "Kalau masalah infrastruktur di negara kepulauan ini, memang PR (pekerjaan rumah) kita bersama. Cuma kalau dibandingkan dua tahun lalu, kondisinya semakin baik," katanya.

Sebaliknya, Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (iDea) Daniel Tumiwa melihat,  tantangan utama pengembangan e-commerce adalah edukasi kepada masyarakat, terutama mengenai sistem pembayaran. "Masih perlu waktu untuk edukasi masyarakat.”

Pemerintah juga turun tangan untuk memacu perkembangan e-commerce. Demi menumbuhkan rasa aman bertransaksi online, Direktur Bina Usaha Kementerian Perdagangan Fetnayeti mengaku tengah menggodok rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang e-commerce.

“Kami atur mulai dari pertama siapa penjualnya, kedua apa barangnya, ketiga bagaimana delivery-nya, serta keempat bagaimana sistem pembayarannya,” katanya. Diharapkan beleid tersebut bisa dirilis paling lambat April tahun depan.

Halaman:
Reporter: Yura Syahrul, Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement