Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, penerbitan utang pada awal tahun ini tercatat melonjak dibanding akhir tahun lalu. Selain karena defisit anggaran membengkak, pemerintah ingin memastikan ketersediaan anggaran belanja kesehatan, bantuan sosial, dan stimulus bagi dunia usaha. “Ini bagian dari berjaga-jaga untuk ketersediaan anggaran,” ujar Suahasil dalam konferensi pers, Rabu (20/5). 

Adapun kebutuhan penerbitan SBN pada Juni hingga Desember 2020 diperkirakan mencapai Rp 990 triliun. Pemerintah rencananya memenuhi target tersebut melalui lelang di pasar domestik, penerbitan surat utang ritel, SBN skema khusus ke BI, private placement, dan penerbitan SBN valas mencapai US$ 4-7 miliar.

RAPAT PARIPURNA DPR
Rapat Paripurna DPR masa persidangan III 2019-2020 Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani membacakan pandangan pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal RAPBN TA 2021 dan pengambilan keputusan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang corona menjadi UU. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.)

Tak Punya Pilihan Selain Tambah Utang

Ekonom Indef Faisal Basri memperkirakan utang pemerintah pusat bakal naik tajam tahun ini. “Tak ada pilihan karena kapasitas kita amat terbatas. Tax ratio turun terus hingga mencapai titik terendah dalam setengah abad,” ujar Faisal dalam situs pribadinya Jumat kemarin.

Hingga April 2020, penerimaan pajak tercatat Rp 376,7 triliun, turun 3,1 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perincian realisasi penerimaan pajak empat bulan pertama tahun ini dapat dilihat dalam Databoks di bawah:

Faisal pun menilai defisit APBN masih berpotensi membengkak, terutama jika pandemi corona berkepanjangan. Apalagi, defisit APBN dalam kondisi saat ini diperbolehkan di atas 3 % terhadap PDB, tanpa ada lagi batasan. “Dengan apa ketekoran atau defisit ditutupi? Ya dengan tambah utang,” kata dia.

Seiring dengan kenaikan utang, beban bunga utang di masa depan pun diperkirakan meningkat. Pada tahun ini saja, pemerintah memperkirakan biaya beban utang mencapai Rp 338 triliun. 

Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah menilai defisit anggaran yang membengkak dan tambahan utang adalah konsekuensi dari stimulus yang digelontorkan pemerintah. “Belanja adalah stimulus bagi perekonomian, sedangkan pendapatan tak bisa mengandalkan perekonomian yang sedang ambruk,” ujarnya. 

Hampir seluruh negara di dunia, menurut Piter, melakukan hal yang sama. Amerika Serikat bahkan menggelontorkan stimulus lebih dari US$ 3 triliun atau sekitar Rp 44.000 triliun. Defisit anggaran negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini bahkan diperkirakan 18 % terhadap PDB pada tahun ini. 

(Baca: Beda Sikap Tiongkok dengan RI soal Utang untuk Stimulus Pandemi Corona)

Mengutip CNN, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell bahkan menyatakan bukan waktunya khawtir dengan utang dalam kondisi saat ini. Kekhawatiran terhadap utang dinilai dapat menghalangi langkah untuk menyelamatkan ekonomi yang terpukul akibat pandemi corona. Total utang AS saat ini mencapai hampir US$ 25 triliun, terbesar di dunia. 

Bertumpu Pembiayaan pada Bank Sentral

Menurut Piter, defisit APBN tahun ini masih berpotensi membengkak lantaran kebutuhan stimulus ekonomi yang kemungkinan masih meningkat. Kebutuhan pembiayaan pun diperkirakan lebih besar.

Dalam situasi saat ini, pembiayaan di dalam  negeri akan sulit. Sementara utang luar negeri sangat sensitif dari sisi politik. Kondisi global juga tak menentu sehingga risikonya cukup besar.

Karena itu, menurut Piter, pilihan terakhir adalah pembiayaan dari bank sentral. Ia bahkan menyarankan Bank Indonesia dapat mencetak uang lebih banyak dan menyerap utang pemerintah. 

“Dalam kasus Indonesia, justru ada peluang untuk BI mencetak uang lebih. Mungkin untuk menyerap utang pemerintah sekitar Rp 1.000 triliun masih bisa,”kata dia. Kebijakan quantitative easing tersebut memang dapat menekan inflasi. Namun, Piter menambahkan, tak akan menimbulkan hiperinflasi seperti pada 1965.

(Baca: BI Pilih Pelonggaran Kuantitatif, DPR Dorong Cetak Uang, Apa Bedanya?)

Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya menyebutkan pihaknya sejak awal tahun hingga saat ini telah membeli surat utang pemerintah di pasar perdana maupun pasar sekunder mencapai Rp 200,25 triliun. Dari jumlah tersebut, transaksi BI di pasar perdana Rp 34,05 triliun dan pasar sekunder Rp 166,2 triliun.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement