“Masih ada anggaran pertahanan dan infrastruktur yang masih sama besarnya, itu not fair,” kata Faisal kepada Katadata.co.id, Rabu (8/7).

Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro 2021 pagu indikasi anggaran Kemenhan dan Kementerian PUPR memang masih lebih besar dibandingkan kementerian lainnya. Misalnya dari pagu indikasi anggaran Kementerian Kesehatan yang menjadi leading sector penanganan kesehatan sebesar Rp 78,7 triliun. Lima kementerian yang mengajukan anggaran terbanyak bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:

Nama KementerianAnggaran
Kementerian PertahananRp 129,3 triliun
Kementerian PUPRRp 115,6 triliun
Kementerian KesehatanRp 78,7 triliun
Kementerian Pendidikan dan KebudayaanRp 75,1 trilun
Kementerian AgamaRp 66,7 triliun

Oleh karena itu, Faisal menyarankan Kemenkeu kembali menyisir anggaran kementerian dan lembaga sebelum menyusun RAPBN 2021 agar alokasinya lebih tepat sasaran. Sebab alokasi yang tak tepat akan membuat pemerintah menutup bolong anggaran untuk kebutuhan lain dengan utang dan berpeluang melebarkan defisit. Sementara proyeksi Kementerian Keuangan atas defisit dan rasio utang terhadap PDB tahun depan masing-masing 4,01% dan 35,88%

“Terutama utang luar negeri dalam bentuk dolar. Kalau tax ratio-nya rendah, kemampuan membayarnya rendah. Ini belum lagi ditambah utang BUMN yang kerap kali memengaruhi pemerintah,” kata Faisal.

Jika melihat alutsista yang dibidik Prabowo, belanja pertahanan Kemenhan dengan sendirinya berpeluang menambah utang luar negeri. Pasalnya seluruhnya bukan buatan Indonesia. Hal ini pun berbanding terbalik dengan Menkeu Sri Mulyani dalam Rapim Kemenhan pada 23 Januari lalu yang meninginkan pembelian alutsista secara cermat dan efisien tanpa membengkakkan pinjaman luar negeri.

(Baca: Jokowi Larang Impor Alat Medis Hingga Alutsista)

Begitupun tak sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar belanja kementerian dan lembaga bisa membantu menggerakkan industri dalam negeri dalam upaya pemulihan ekonomi di tengah Covid-19. Tak ayal pada Selasa (7/7) lalu dalam ratas di Istana Negara, Jokowi meminta Prabowo membeli alutsista dari dalam negeri.

“Di Kemenhan, bisa saja beli di DI (Dirgantara Indonesia), beli di Pindad, beli di PAL. Yang cash, cash, cash. APBN, beli produk dalam negeri. Saya kira Pak Menhan juga lebih tahu mengenai ini,” kata Jokowi.

Perihal asal negara pembelian pesawat militer Indonesia bisa dilihat dalam Databoks di bawah ini:  

Berlindung di Balik Proporsi Anggaran

Terkait dengan hal ini, Dahnil Anzar sudah sempat menyinggungnya pada Selasa (7/7) lalu dalam sebuah diskusi “Ekonomi Pertahanan: Menghadapai Perang Generasi Baru di Jakarta”. Menurutnya perkara pengajuan anggaran jumbo Kemenhan tak perlu dipersoalkan dan dibenturkan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional. Alasannya karena sebenarnya masih jauh di bawah batas cukup.  

“(Anggaran) yang ada di Kemenhan hanya sekitar 17-20% saja. Karena Kemenhan membawai lima unit organsiasi,” kata Dahnil.

Mantan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah ini pun menilai ekonom yang mengkritisi besar anggaran Kemenhan memiliki literasi ekonomi dan pertahanan tak seimbang. Sementara, menurutnya, salah satu indikator utama dalam menentukan anggaran untuk Kemenhan adalah ancaman dari luar negeri.

Pernyataan Dahnil ini didukung oleh Peneliti Hubungan Militer-Sipil LIPI Indria Samego. Menurutnya, proporsi anggaran pertahanan Indonesia masih berkisar 1% terhadap PDB atau di bawah ideal 1,5%. Angka ini di bawah Singapura yang 3,32% dari PDB-nya. Sedangkan luas wilayah Indonesia lebih besar dan membutuhkan pengamanan ekstra.

Proporsi anggaran pertahahan terhadap PDB negara-negara ASEAN bisa disimak dalam Databoks di bawah ini:

Alutsista Indonesia saat ini, kata Indria, pun belum tentu berfungsi seluruhnya karena banyak yang sudah tua. Termasuk masih terjadi ketimpangan di antara matra-matra TNI, yakni kekuatan Angkatan Darat paling besar sementara Angkatan Udara paling kecil. Sehingga membutuhkan modernisasi secara besar guna mempersiapkan tantangan pertahanan dan keamanan di masa depan. “Benar kata Prabowo, kita tidak punya pilihan kecuali bersiap perang kalau ingin damai,” katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (8/7).

(Baca: Direstui DPR, RI Bakal Terima Hibah Alutsista & Drone dari Amerika Serikat)

Akan tetapi, Indria tetap meminta kepada pemerintah mengawasi penggunaan anggaran pertahanan agar tak terjadi korupsi. Hal ini karena menurutnya pembelian alutsista seringkali terbelit dalam korupsi, seperti terjadi dalam kasus pengadaan helikopter AW-101 oleh TNI AU.

Sementara itu, Staf Khusus Kemenkeu Yustinus Prastowo menyatakan pagu anggaran untuk Kemenhan belum final lantaran APBN 2021 masih dalam tahap penyusunan. Meskipun begitu, ia menilai penambahan anggaran dari tahun ke tahun adalah wajar.

“Mungkin lebih tepat melihatnya bukan nominal, tapi proporsional,” kata Yustinus kepada Katadata.co.id, Rabu (8/7).

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement