Tindakan Tegas Marketplace Melawan Peredaran Produk Palsu

Menanggapi maraknya peredaran obat dan vitamin palsu, beberapa marketplace menyatakan akan menindak para pelaku yang menjual produk palsu pada platformnya. Seperti JD ID yang sudah berani membuat iklan untuk tidak lagi menjual barang palsu.

Shopee Indonesia akan mengambil langkah tegas dengan menutup toko yang terindikasi kuat menjual produk kesehatan seperti vitamin dan obat-obatan palsu di aplikasi Shopee. Shopee juga bekerjasama dengan kepolisian untuk melakukan investigasi jika terdapat indikasi pemalsuan.

Radynal Nataprawira, Head of Public Affairs, Shopee Indonesia mengatakan biasanya menerima laporan melalui media sosial mengenai toko yang terindikasi mencetak label kemasan obat sendiri. Dari laporan ini, Shopee akan menurunkan produk dari daftar produk yang dijual di platformnya dan secara paralel menginvestigasi.

"Jika terindikasi kuat melakukan pemalsuan, kami akan melanjutkan dengan pemblokiran toko dan bekerjasama dengan pihak berwenang.” ujarnya pertengahan Juli lalu.

Senada dengan Shopee, Tokopedia juga menegaskan bakal menindak tegas para penjual yang memperdagangkan produk palsu. Tidak hanya menutup toko, penjual yang terbukti melanggar bisa dikenakan sanksi hukum. "Kami terus bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk memproses penjual-penjual seperti ini," ujar Vice President (VP) of Legal Tokopedia Trisula Dewantara.

Selain kerja sama dengan kepolisian, Tokopedia juga menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pengawasan terhadap peredaran, pengiriman, promosi, serta iklan penjualan obat dan makanan di platform Tokopedia dengan lebih intensif. Tokopedia dan BPOM sudah sejak lama bersama-sama mengedukasi masyarakat agar lebih cerdas dan teliti dalam bertransaksi. Karena literasi masyarakat adalah benteng terdepan dalam memerangi peredaran obat-obatan ilegal.

Produk-produk yang ada di platform marketplace biasanya diunggah langsung oleh para penjual. Platform marketplace juga memiliki tim internal yang didedikasikan untuk memantau dan melakukan moderasi produk yang dijual agar sesuai dengan regulasi yang sudah ada.

Meski begitu, masyarakat diimbau agar lebih memperhatikan kemasan obat-obatan dan membaca ulasan produk-produk di aplikasi jual beli. Jika merasa ada kecurigaan produk yang dijual palsu, masyarakat jangan menyelesaikan transaksinya dan melaporkannya melalui fitur yang tersedia di setiap aplikasi.

Peredaran Obat Palsu tak Hanya di Platform Online

Mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dimaksud dengan obat palsu adalah obat yang dijual menggunakan nama produk yang telah terdaftar dengan tujuan untuk meraup keuntungan besar. Kandungan zat aktif dalam obat palsu tidak sama dengan obat aslinya.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menduga fenomena pemalsuan obat saat ini masih dilakukan pelaku lama. Menurutnya, peredaran obat palsu sudah marak baik sebelum adanya toko online.

“Sebenarnya fenomena [pemalsuan obat] secara general di Indonesia cukup signifikan baik online maupun offline, jumlahnya sekitar 3-5% (dari total pasar farmasi),” ujarnya kepada Katadata.co.id (3/9).

Meski sudah banyak keluhan dari konsumen melalui curhatan di media sosial, Tulus mengaku hingga kini belum ada laporan keluhan dari konsumen yang masuk ke YLKI.

YLKI tidak merekomendasikan penjualan obat dilakukan pada platform online, karena berisiko pemalsuan. Kecuali di apotek yang resmi terdaftar. Tulus juga mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam membeli produk farmasi. Apalagi susah untuk membedakan obat palsu dengan yang tidak hanya dengan melihat.

“Bahkan, dokter juga tidak bisa kecuali dengan uji laboratorium,” katanya.  

Dia meminta pemerintah dalam hal ini BPOM untuk cepat bertindak dan melakukan pengawasan bersama pihak lain seperti Kominfo dan Kepolisian serta berbagai platform digital untuk menutup akun-akun toko obat palsu tersebut.

“Saya kira harus cepat merespon [BPOM], harus melakukan pendekatan hukum serta melakukan pengawasan dengan bekerjasama dengan Kominfo, dengan Kepolisian. Minimal dengan platform digital untuk menutup akun tersebut,” ujarnya.

Peredaran Obat Palsu di Dunia

Praktik peredaran obat dan vitamin palsu ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan seluruh dunia. Data Interpol melaporkan pihak berwenang di 92 negara telah menutup 113.000 situs web dan toko online yang menjual obat dan produk medis palsu, termasuk masker dan alat tes Covid-19 palsu pada Mei 2021.

Sekjen Interpol Jurgen Stock mengatakan pandemi memaksa lebih banyak di rumah. Kegiatan belanja Masyarakat pun beralih ke online. Inilah yang dimanfaatkan para pelaku kejahatan. Mereka dengan cepat menargetkan pelanggan baru melalui pasar online.

Organisasi Kepolisian Dunia ini menyebutkan alat tes Covid palsu ditemukan lebih dari setengah dari seluruh alat kesehatan yang disita sepanjang 18 Mei sampai 25 Mei 2021. Polisi menangkap 227 orang di seluruh dunia dan menemukan produk farmasi palsu senilai US$ 23 juta atau sekitar Rp 327 miliar dalam periode tersebut.

“Sementara beberapa individu secara sadar membeli obat-obatan terlarang, ribuan korban tanpa disadari membahayakan kesehatan dan nyawa mereka,” jelas Jurgen Stock, seperti dikutip Al Arabiya Juni lalu.

Obat-obatan palsu dan terlarang ditemukan disembunyikan dalam kemasan pengiriman pakaian, perhiasan, mainan, dan makanan. Sekitar 9 juta perangkat dan obat-obatan yang disita, menjadi jumlah tertinggi sejak Interpol mulai mengoordinasikan kampanye obat palsu, yang dikenal sebagai operasi Pangea, pada 2008.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement