Penerbangan regular sejauh ini masih sepi, bahkan sejauh ini belum ada penerbangan internasional yang masuk. Penyebabnya, menurut dia, karena baru 19 negara yang diizinkan berkunjung ke Bali. Para wisatawan juga memerlukan waktu untuk mempersiapkan sejumlah dokumen perjalanan. 

Jadwal penerbangan internasional ke Pulau Dewata pun masih minim. Selain itu, tidak semua maskapai asing sudah membuka kembali penerbangan langsung ke Bali. 

Keputusan pembukaan penerbangan internasional ke Bali berdasarkan angka penyebaran jumlah total kasus positif (positivity rate) Covid-19 di Indonesia yang terendah se-Asia. Angkanya 1,5% atau jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5%.

Dengan terkendalinya Covid-19, Sandi yakin peluang pembukaan kembali kegiatan ekonomi dapat terwujud. Bali perlu segera pulih karena provinsi ini bergantung pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Salah satu syarat wisman datang ke provinsi tersebut adalah memiliki asuransi kesehatan. Pemerintah menentapkan dua premi untuk ini, yaitu Rp 800 ribu dan Rp 1 juta. Nilai tanggungannya maksimal Rp 1,6 milaiar sampai Rp 2 miliar dengan masa berlaku 30 sampai 60 hari. 

Manfaat asuransi ini untuk biaya penanganan wisman yang terinfeksi virus corona. Termasuk di dalamnya biaya kamar perawatan, obat-obatan, layanan di unit perawatan intensif (ICU), kunjungan dokter, dan fasilitas ambulance.

bali
Ilustrasi tes PCR untuk keperluan perjalanan udara. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nz)
 

Kritik Kewajiban Tes PCR

Kementerian Perhubungan memprediksi akan ada 19,9 juta orang di Jawa-Bali melakukan perjalanan saat libur Natal dan Tahun Baru alias Nataru. “Sedangkan Jabodetabek 4,45 juta,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers daring hari ini. 

Presiden Joko Widodo telah meminta jajarannya untuk segera mengambil kebijakan demi menekan potensi lonjakan kasus akibat libur Nataru. Salah satunya dengan kewajiban tes usap atau swab polymerase chain reaction (PCR) bagi penumpang pesawat.

Kebijakan ini kemudian yang mendapat kritik sejumlah pihak. Insan Pariwisata Indonesia (IPI) berpendapat kebijakan itu dapat berdampak terhadap turunnya kunjungan wisatawan.

Padahal, industri pariwisata baru saja menggeliat dalam beberapa pekan terakhir. "Kami berharap pemerintah merivisi kebijakan tersebut dan mewajibkan wisatawan menunjukkan kartu vaksin tahap dua dan hasil swab antigen seperti aturan sebelumnya," kata Ketua Umum DPP IPI I Gede Susila Wisnawa.

Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2021 tentang PPKM Level 1-3 di Jawa dan Bali menyebutkan, selain menunjukkan kartu vaksin, penumpang pesawat wajib menunjukkan hasil tes RT-PCR (H-2). Sedangkan moda transportasi mobil pribadi, sepeda motor, bus, kereta api, dan kapal laut wajib menunjukkan hasil tes antigen (H-1).

Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR juga menolak kebijakan itu. Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama menilai aturan yang mewajibkan tes PCR bagi calon penumpang maskapai penerbangan di Jawa dan Bali serta daerah level 3 lainnya, dinilai kontraproduktif untuk membangkitkan perekonomian.

Aturannya juga menjadi tidak relevan bila diterapkan di daerah level 1 dan 2. “Di wilayah ini kondisinya sudah membaik, kasus positif sudah jauh berkurang. Bahkan jumlah vaksinasi di daerah tersebut dapat dikatakan cukup tinggi," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu. 

Kewajiban PCR yang hanya diterapkan pada sektor penerbangan menjadi sangat diskriminatif. Padahal, lanjutnya, perjalanan udara relatif lebih singkat dibandingkan dengan perjalanan darat, sehingga interaksi antar penumpang justru bisa diminimalisir pada angkutan udara.

Pengamat transportasi Djoko Setidjowarno mengatakan syarat wajib PCR sangat memberatkan bagi penumpang pesawat yang akan melakukan perjalanan. "Syarat itu membuat orang enggan bepergian dengan angkutan udara, khususnya di Jawa," ujarnya.

Konsumen, khususnya di Jawa, kemungkinan besar lebih memilih bepergian dengan kendaraan pribadi atau dengan kereta api. Terlebih, kini jalur Tol Trans Jawa sudah semakin nyaman digunakan. "Kereta yang sekelas pesawat (premium) itu pun cukup laris," kata Dosen Unika Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah, tersebut. 

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito sebelumnya mengatakan syarat perjalanan udara wajib tes PCR adalah bagian dari uji coba pelonggaran mobilitas dengan prinsip kehati-hatian.

Tes PCR memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi untuk mendeteksi orang terinfeksi virus corona. "Sehingga potensi orang terinfeksi untuk lolos deteksi dan menulari orang lain dalam setting kapasitas yang padat dapat diminimalisir," tegasnya.

Berbagai kritik ini akhirnya membuat Jokowi memutuskan menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 300 ribu. Durasi pemberlakukan hasilnya pun ditambah dari dua kali 24 jam menjadi tiga kali 24 jamn.

Dengan begitu, penumpang perjalanan udara dapat mengambil tes PCR pada H-3 sebelum keberangkatan. Kebijakan ini tetap berlaku lantaran adanya risiko penularan virus corona karena mobilitas penduduk meningkat pesat dalam beberapa minggu terakhir. 

Luhut menyebut akan bertanggung jawab terhadap kewajiban tersebut. "Kalau ada alternatif yang bisa diberikan, kami juga senang," katanya siang tadi. 

Halaman:
Reporter: Rizky Alika, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement