Dari dalam negeri, periode stimulus ekonomi yang akan berakhir juga dapat mendorong harga-harga kembali normal. Jika tidak diperpanjang, harga listrik akan kembali normal setelah diberi diskon sampai akhir tahun. Sehingga mendorng kenaikan pada komponen harga diatur pemerintah.

Selain itu, rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% tahun depan juga berpeluang mendorong kenaikan harga-harga.

Potensi lonjakan inflasi di dalam negeri seperti yang terjadi di AS dan Cina juga mendatangkan kekhawatiran bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Apalagi, menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, mobilitas masyarakat sudah mulai meningkat dan bahkan sudah meningkat ke level sebelum pandemi Covid-19 pada Oktober. 

"Hal ini berdampak pada retail, supermarket, rekreasi. Kinerja sektor perdagangan kita mencatatkan lonjakan cukup tinggi," kata Sri Mulyani, Selasa (16/11).

Hal ini, menurut dia, terkonfirmasi antara lain dari data indeks belanja Bank Mandiri pada Oktober yang mencapai 114. Indeks ini sempat merosot tajam saat puncak kasus akibat varian Delta terjadi pada Juli dan hanya mencatatkan angka 73,3. 

Namun, menurut dia, pemulihan ekonomi juga dapat menimbulkan konsekuensi kenaikan harga. Hal ini sudah terjadi di Amerika Serikat, Eropa, dan Cina. "Indonesia saat ini masih dapat mengendalikan inflasi. Namun, inflasi juga dibutuhkan dalam level yang sangat modest karena menggambarkan permintaan yang kuat dan resilience," kata dia. 

Oleh karena itu, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan berupaya untuk mendorong pemulihan dari sisi permintaan tanpa menimbulkan lonjakan inflasi. Pemerintah tetap akan melakukan berbagai upaya dalam mengendalikan harga, baik dari sisi harga yang bergejolak, harga yang diatur pemerintah, maupun inflasi inti. 

"Di AS dan Eropa, distrupsi suplai memberikan dampak yang luar biasa. Kita harus waspada kemungkinan ini terjadi di Indonesia jika kenaikan permintaan lebih cepat dari kenaikan suplainya . Untuk itu sektor manufaktur perlu disiapkan," kata dia. 

Sejauh ini, menurut Sri Mulyani, industri manufaktur juga sudah memasuksi zona ekspansi. Dengan demikian, suplai diharapkan terjaga saat permintaan kembali naik. 

Efek Rambatan Stagflasi di Cina dan AS

Meski kemungkinan tak terjadi di Indonesia, stagflasi yang terjadi di AS, Cina, dan beberapa negara lainnya tentu membawa pengaruh bagi perekonomian Indonesia. Ada dampak positif dan negatif dari kondisi tersebut. 

David Sumual menilai kondisi stagflasi yang kini terjadi di Cina dan AS justru menjadi berkah bagi Indonesia. Hal ini lantaran lonjakan inflasi disebabkan oleh krisis energi yang berdampak pada harga komoditas. Kenaikan harga komoditas ini positif bagi perekonomian Indonesia. 

"Kita justru diuntungkan dengan stagflasi yang terjadi di negara lain. Tahun 1950an, saat stagflasi dan harga karet naik. Tahun 1970an juga sama, kita diuntungkan karena harga migas naik," kata David. 

Sementara saat ini, menurut dia, neraca perdagangan Indonesia Januari-Oktober berhasil mencetak surplus besar mencapai lebih dari US$ 30 miliar seiring harga komoditas yang melonjak akibat krisis energi. 

"Neraca transaksi berjalan kita bahkan bisa mengarah ke surplus, karena ada 'durian runtuh' dari kenaikan harga batu bara, CPO, dan lain-lain. Ekonomi luar jawa yang terutama menikmati," kata dia. 

Sementara itu, Josua melihat dalam jangka pendek, kenaikan inflasi di AS dapat mendorong pasar kembali memperhatikan rencana tapering off The Fed. Sekalipun bank sentral sudah memperingatkan belum mempertimbangkan kenaikan bunga acuan, pasar semakin khawatir dengan inflasi yang memanas.

"Kenaika inflasi tersebut dampaknya langsungnya sudah terlihat dari rupiah melemah, kenaikan inflasi mendorong tren yield US Treasury meningkat," kata Josua.

Adapun dalam jangka panjang, jika inflasi terus naik dan bertahan lama, dapat memicu pemulihan ekonomi AS terganggu. Pemulihan yang melambat dapat memukul perekonomian domestik melalui jalur ekspor-impor. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dapat mendorong permintaan ekspor dari Indonesia juga turun, padahal AS adalah salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. 

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement