Kendati demikian, Andre menegaskan manajemen susah memetakan strategi perusahaan untuk meraih laba. GoTo akan fokus pada sinergi di ekosistem terutama setelah konsolidasi merger berhasil dilakukan. Andre juga mengutip pencapaian GTV perusahaan yang naik dengan rata-rata 46% pada periode 2018-2020.

“Keinginan untuk bisa profitable bukan sekadar angan-angan,” katanya. 

Lantas, bagaimana dampak performa keuangan GoTo terhadap prospek sahamnya? Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai kerugian ini sebenarnya bukan indikasi yang bagus. Namun, ia menyebut IPO GoTo sudah lama ditunggu oleh pelaku pasar. Menurutnya, dalam waktu dekat pergerakan harga saham akan ditentukan oleh sentimen dan euforia. 

“Selebihnya baru kembali ke fundamental,” kata William. 

Sementara itu, Bernadus Wijaya melihat kerugian GoTo dengan sudut pandang yang lebih optimistis. Ia menilai kerugian memang lazim terjadi di perusahaan startup teknologi. Angka negatif ini dipicu oleh investasi infrastruktur, insentif untuk mendorong permintaan, dan perluasan skala bisnis untuk mengakuisisi konsumen baru. 

“Yang perlu diperhatikan investor ialah jangka panjang dan prospek pasar dari perusahaan tersebut,” kata Bernardus. 

Bernadus menilai GoTo saat ini menjadi pemimpin pasar di setiap lini bisnisnya. Investasi di Bank Jago yang baru-baru ini dilakukan perusahaan juga memberikan nilai tambah. Menurutnya, potensi kolaborasi di antara platform GoTo bisa mendorong pertumbuhan perusahaan. 

Bernadus mengutip riset Redseer yang menyebut pasar on-demand services diperkirakan akan tumbuh dari Rp77,8 triliun di 2020 menjadi sekitar Rp259,2 triliun pada 2025. Adapun e-commerce diprediksi mencapai Rp1.980 triliun di 2025, sedangkan nilai bisnis financial technology diperkirakan mencapai Rp1.009,0 triliun pada tahun tersebut.

Jangan Terbawa Euforia

Mengoleksi saham GoTo memang masih menarik jika menilik sentimen dan prospek perusahaan. Apalagi GoTo juga mengalokasikan penawaran khusus bagi pendukung ekosistem perusahaan seperti mitra driver, konsumen hingga merchant untuk ikut membeli saham ini. 

Namun, calon investor disarankan agar tetap berhati-hati dan tidak terlalu terbawa euforia. Dua analis berbeda pendapat soal jangka waktu yang tepat untuk mengoleksi saham GoTo. William melihat saham GoTo lebih cocok dibeli untuk jangka pendek. Ia beralasan, pergerakan harga saham GoTo akan ditopang oleh sentimen dan euforia di masa awal. 

“GoTo sudah menjadi market leader. Tinggal bagaimana emiten mampu mengubah keuangan menjadi positif,” katanya.

Ekosistem Gojek dan Tokopedia
Ekosistem Gojek dan Tokopedia (Gojek, Tokopedia, Katadata/Desy Setyowati)
 

Sementara itu, Bernadus melihatnya dari perspektif investor. Pemodal institusi, fund manager, dana pensiun, atau asuransi misalnya akan melihat saham GoTo sebagai investasi jangka panjang. Meskipun ia tidak menampik ada juga investor ritel yang tertarik membeli saham GoTo untuk jangka pendek. 

Sebelum membeli saham GoTo, Bernadus menyarankan calon investor untuk melihat prospek bisnisnya terlebih dahulu. Selanjutnya, investor harus memperhatikan harga saham yang ditawarkan. 

Opsi greenshoe untuk stabilisasi harga bisa menjadi game changer agar saham GoTo tidak bernasib seperti Bukalapak.  Bernadus menyebut greenshoe bukan sekadar pemanis. Opsi ini menunjukkan komitmen dan tanggung jawab emiten dalam menjaga pergerakan harga sahamnya. 

“Ini cukup menenangkan kegalauan investor,” katanya.

Bernadus tidak menampik setiap investor punya metode sendiri dalam melakukan valuasi. Namun menurutnya, metode valuasi saham teknologi akan berbeda dengan saham lainnya. Jika pun menggunakan rasio konvensional PBV,  rentang harga saham yang ditawarkan GoTo tetap menarik.

"Ada banyak investor yang bisa menerima dan memahami bisnis model perusahaan startup, atau tech company, dan potensi bisnis mereka di masa depan,” kata Bernardus. 

Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement