Setelah gagal menstabilkan harga dengan kebijakan ini, Kemendag lantas menghapus ketentuan satu harga. Sebagai gantinya, Menteri Lutfi menerbitkan aturan soal Harga Eceran Tertinggi (HET). Minyak goreng curah dipatok Rp 11.500, sedangkan minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000.

Kebijakan ini juga sempat berjalan beberapa waktu. Namun, seperti kebijakan satu harga, ketentuan HET juga gagal menjaga stok. Ekonom Indef Tauhid Ahmad menilai kebijakan HET gagal karena pelaku usaha masih menanggung kerugian karena harga CPO masih mengikuti harga internasional. Di sisi lain, jalur distribusi minyak goreng curah di pasar tradisional cukup kompleks. Sementara Bulog tidak memiliki peranan strategis dalam mengatur HET agar lebih efektif di tingkat konsumen.

“Formula subsidi yang diberikan pemerintah juga belum jelas,” katanya saat dihubungi Katadata, Selasa (5/4).

Menurut Tauhid pemerintah harus menemukan formula pembentuk harga yang tepat untuk menetapkan subsidi. Tanpa hitungan tersebut, akan sulit menjamin harga minyak yang terjangkau sekaligus menjaga pasokan tetap tersedia.

Memasuki bulan Maret, pemerintah seperti dikejar tenggat untuk memastikan keamanan pasokan minyak goreng menjelang Ramadan. Pemerintah akhirnya mencabut ketentuan HET dan melepas minyak goreng sesuai harga keekonomian untuk menjaga pasokan. Perlahan tapi pasti, stok mulai terlihat. Namun, harga minyak goreng justru naik sampai dua kali lipat.

“Stok [minyak goreng] curah sulit. Ada yang kemasan tapi harganya mahal,” kata Wakil Ketua APPSI Ngadiran.

Bongkar pasang kebijakan di level Kementerian yang tidak kunjung berhasil membuat pemerintah menerapkan strategi klasik pemberian BLT. Melalui bantuan ini, pemerintah berharap meskipun harga jual minyak goreng melonjak, masyarakat tetap bisa menjangkaunya.

Membidik Mafia

Bola liar kisruh minyak goreng akhirnya berbelok ke ranah yang lebih panas. Menteri Lutfi menyalahkan mafia yang mencari untung di tengah krisis. Lutfi menuturkan kebijakan DMO seharusnya sudah bisa mengamankan 500 juta liter minyak goreng untuk pasar domestik.

Tudingan soal mafia juga diungkapkan oleh Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI). Ketua GIMNI Sahat Sinaga menyebut sejumlah oknum memborong minyak goreng yang disalurkan pemerintah lantas dijual kembali kepada pabrik CPO. Pabrik-pabrik ini kemudian menjual produk itu sebagai turunan CPO atau stearin.

Persoalannya, tidak ada aturan yang melarang praktik ini. Menurut Sahat, pabrikan pengguna CPO tidak bisa disalahkan jika menjual minyak goreng sebagai stearin.

“Persoalan [migor] ada di penyaluran. Enggak ada UU yang melarang melarang warna biru [migor] jadi hijau [CPO]," Kata Sahat.

Dua lembaga negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kejaksaan Agung aktif memburu para pemain culas di bisnis minyak goreng. Kepala Pusat Penerangan Kejagung Ketut Sumedana misalnya, mensinyalir ada gratifikasi dalam penerbitan persetujuan ekspor (PE) kepada PT Mikie Oleo Nabati Industri dan PT Karya Indah Alam Sejahtera.

Penerbitan PE untuk periode 1 Februari-20 Maret 2022 itu seharusnya tidak diberikan karena kedua perusahaan belum memenuhi ketentuan DMO. Temuan tersebut bermula dari penyelidikan terhadap 14 saksi dan dokumen-dokumen terkait pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022.

“Disinyalir ada gratifikasi,” kata Ketut, dalam keterangan resmi, Selasa (5/4).

Sementara itu, KPPU juga telah memanggil 44 saksi untuk menyelidiki kasus kelangkaan minyak goreng. Di hadapan anggota DPR, Ketua KPPU Ukay Karyadi menyebut pihaknya tengah membidik delapan perusahaan yang menguasai pangsa pasar minyak goreng di Indonesia.

“Semenjak awal sudah ada sinyal kartel,” kata Ukay, Kamis (31/3).

Saat dihubungi Katadata, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menyebut pihaknya sudah mengantongi satu alat bukti terkait dugaan kartel. Namun, KPPU membutuhkan satu bukti tambahan sebelum menggugat para produsen minyak goreng.

Ini memang bukan pertama kalinya KPPU turun tangan terkait kisruh minyak goreng. KPPU telah menggugat 20 perusahaan minyak goreng pada 2012 terkait pelanggaran yang sama, yakni penetapan harga dan kartel.

PEMALSUAN MINYAK GORENG KEMASAN
PEMALSUAN MINYAK GORENG KEMASAN (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/aww.)
 

KPPU menemukan kerugian yang diterima masyarakat akibat pelanggaran tersebut mencapai Rp 1,27 triliun untuk migor kemasan bermerek dan Rp 374,3 miliar untuk migor curah. Namun, majelis hakim menolak putusan KPPU saat para pelaku industri yang tergugat melakukan kasasi.

“Kami kalah di kasasi karena hanya mengandalkan alat bukti ekonomi. Kali ini optimistis (pembuktiannya akan lebih baik)," kata Deswin kepada Katadata.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement