Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 adalah salah satu beleid yang mengatur pajak hiburan. Di sana tertulis pergelaran musik internasional dikenai pajak 15% per tiket. LPEM FEB UI memperkirakan pajak ini menyumbang 1,65% dari total penerimaan pajak daerah. 

“Di DKI Jakarta, pajak hiburan dari aktivitas di Kecamatan Tanah Abang (termasuk Senayan dan Gelora Bung Karno) pada Januari 2023 sudah mencapai Rp 29 miliar,” tulis laporan itu. Kecamatan inilah yang memperoleh pajak hiburan tertinggi dibanding kecamatan lain di Jakarta.

Angka tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Satuan Pelaksana Penyuluhan Pusat Data dan Informasi Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta Andri Maulidi Rijal pada Mei lalu. Tahun lalu, realisasi pajak hiburan hanya 10% dari target, alias Rp 104,73 miliar.

Hal berbeda terjadi pada awal hingga Mei 2023. Pendapatan daerah dari pajak hiburan sudah lebih dari Rp 223,1 miliar. “Dana itu lalu dikembalikan ke masyarakat melalui kebijakan yang merata dan berkeadilan. Misalnya untuk KJP, Kartu Lansia, serta perbaikan sarana dan prasarana,” kata Andri pada Harian Kompas, 19 Mei 2023.

Di kancah nasional, Sandiaga Uno bahkan merinci akan ada sekitar 3.000 acara pariwisata dan ekonomi kreatif tahun ini. Dari ribuan acara itu, potensi nilai ekonomi yang ditargetkan masuk ke kantong negara mencapai Rp 162 triliun.

Coldplay
Coldplay (Tim Toda/Instagram Coldplay)

Cerminan Buruknya Iklim Investasi Indonesia?

Sayangnya, angka fantastis ini dinilai sulit dicapai di Indonesia. Peneliti LPEM UI, MD Revindo merinci ada perbedaan cara pandang Singapura dan Indonesia terkait bisnis pertunjukan musik. Hal ini terlihat dari tingginya harga tiket konser di Tanah Air.

Argumen ini juga berdasarkan indeks persepsi korupsi Singapura yang duduk di peringkat 5 terbaik di dunia. Negara itu jadi memiliki lebih sedikit waktu dan dana yang dibutuhkan untuk mengurus izin konser, lebih sedikit oknum yang meminta jatah tiket, dan lebih sedikit praktik percalon tiket. 

Tak heran jika harga tiket konser Coldplay di Jakarta 1,5 sampai tiga kali lebih mahal dibandingkan Singapura. “Mahalnya harga tiket mencerminkan inefisiensi, baik karena oknum yang meminta fee atau jatah tiket, atau penyelenggara yang mencari margin yang besar,” kata Revindo kepada Katadata.co.id

Beberapa faktor yang ada dalam Singapura juga menjadi daya tarik bagi promotor. Mulai dari infrastuktur yang baik, tingkat keamanan yang tinggi, hingga politik yang cenderung stabil. Ini menjadi  jaminan bagi musisi internasional, konser mereka tidak akan terganggu.

Revindo juga menghitung Singapura bisa meraup cuan besar dari pergelaran konser ini. Bila dirinci, kapasitas Singapore National Stadium tempat pelaksanaan konser ini adalah 55 ribu orang. 

Tiket untuk enam hari yang sudah habis terjual ini, diasumsikan separuhnya datang dari luar Singapura. Peneliti LPEM ini mengasumsikan pengunjung dari luar Singapura akan tinggal di negara itu selama tiga hari dengan rata-rata pengeluaran harian SGD 210 sampai SGD 300.

Dengan perkiraan itu, maka belanja pengunjung asing di konser itu berada pada kisaran Rp 1,15 triliun hingga Rp 1,65 triliun. “Ini masih belum menghitung pesawat jika pakai Singapore Airlines dan belum pakai analisis dampak ekonomi dengan efek pengganda,” kata Revindo. 

Salah satu efek pengganda konser yang mulai terlihat adalah tiket pesawat. Dari penuturan Shelvi, harga tiket pesawat pulang-pergi Jakarta–Singapura sudah mencapai Rp 3 juta. Padahal tiga hari sebelum ia membeli konser, harga tiket pesawat pulang-pergi hanya Rp 1,3 juta.

“Akhirnya sekarang lagi cari alternatif termurah. Antara naik kereta api dari Jakarta ke Jogja kemudian ke Singapura dari sana, atau dari Jakarta naik pesawat ke Kuala Lumpur kemudian lanjut naik bus ke Singapura,” kata Shelvi, sembari tergelak. “Kalau dari Jakarta ke Batam, udah skip. Harganya sama aja, Rp 3 juta.”

Bila dilihat dari skala lebih luas, Bhima menyebut konser Coldplay menjadi cermin sulitnya investasi di Indonesia. Berbagai kebijakan yang kerap berubah bisa mengurangi keinginan investor untuk menanamkan modal di Indonesia. 

“Di sektor ekstraktif, sudah banyak realisasi investasi. Tapi di sektor industri dan jasa masih belum, Indonesia masih terlihat menutup diri dan terdapat restriksi. Jadinya, biaya investasi di Indonesia mahal, high cost investment,” kata Bhima

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement