• Project S dicurigai menjadi cara TikTok mengumpulkan data produk yang laris di satu negara.
  • Bila tidak ditangani dengan kebijakan tepat, pasar ritel daring Tanah Air bakal didominasi produk Cina. 
  • Polemik Project S muncul karena social commerce, seperti TikTok, tidak diatur secara spesifik pemerintah.

Syalomita Karina mengubah kebiasaan lamanya pada momen diskon pada Juli ini. Bila di bulan-bulan sebelumnya ia kerap mengejar promo di toko elektronik alias e-commerce, kini ia beralih ke media sosial TikTok.

Berbagai siaran langsung ia tonton di aplikasi itu. Sebab, di sanalah para penjual ‘banting harga’.

“Kalau di TikTok itu diskonnya lebih besar, apalagi kalau live. Di e-commerce biasanya cuma kasih diskon gratis ongkir, itu pun ada minimal belanja,” kata mahasiswi berusia 21 tahun tersebut, Jumat (14/7).

Bila menilik survei perusahaan e-logistik Ninja Van, fitur siaran langsung di TikTok Shop memang lebih banyak dipilih penjual di Indonesia. Sekitar 27,5% responden memilih TikTok sebagai sarana penjualan live streaming dan Shopee kalah tipis di 26,5%.

Persaingan antara e-commerce dengan media sosial TikTok ini kian panas di tengah isu adanya Project S. Isu ini pertama kali diembuskan Financial Times akhir bulan lalu.

Kala itu, pengguna TikTok di Inggris melihat fitur belanja baru bernama ‘Trendy Beat’. “Produk-produk yang dipajang di fitur ‘Trendy Beat’ TikTok dikirim langsung dari Cina. Sedangkan penjualnya terdaftar di Singapura, tetapi tercatat dimiliki oleh ByteDance,” kata sumber Financial Times

Skema penjualan ini mirip dengan Amazon, yakni mempromosikan produk sendiri yang populer. Empat sumber Financial Times mengatakan, vendor lain bisa menjual barang melalui TikTok Shop, tetapi mengambil sedikit komisi. Sedangkan ByteDance mengambil semua hasil dari penjualan di fitur ‘Trendy Beat’ di TikTok. 

Katadata.co.id telah mencoba mengonfirmasi pada TikTok Indonesia apakah Project S ini akan sampai ke Tanah Air. Perwakilan TikTok Indonesia mengatakan perusahaan akan selalu mencari cara baru untuk meningkatkan pengalaman komunitas TikTok. 

“Saat ini, kami dalam tahap awal bereksperimen dengan fitur belanja baru,” katanya pada Katadata.co.id, Senin (26/6).

Hingga saat ini, fitur tersebut memang belum sampai di Indonesia. Tapi tidak ada infotmasi lebih lanjut apakah fitur ini bakal diluncurkan dalam waktu dekat di Indonesia. 

Ilustrasi UMKM promosi batik di TikTok. Dok/TikTok Indonesia.
Ilustrasi UMKM promosi batik di TikTok. Dok/TikTok Indonesia. (TikTok Indonesia)

Beroleh Berbagai Kecaman

Kabar ini direspon sebagai ancaman oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki. Menurut dia, proyek ini bisa menekan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.

Selain itu, Project S dicurigai menjadi cara perusahaan mengumpulkan data produk yang laris di satu negara. Data tersebut nantinya digunakan untuk memproduksi barang serupa di Cina.

“Di Inggris, 67% algoritma TikTok bisa mengubah kebiasaan konsumen di sana. Dari yang tidak ingin belanja jadi berbelanja. Ini bisa mengarahkan produk yang mereka bawa dari Cina dan bisa sangat murah sekali,” kata Teten di Kantor Kemenkop UKM pada 12 Juli lalu.

Politisi PDIP ini menilai TikTok Shop telah menyatukan media sosial, crossborder commerce, dan ritel daring. Dari 21 juta pelaku UMKM yang terhubung ke ekosistem digital, mayoritas yang dijual secara daring adalah produk dari Cina. Bila tidak ditangani dengan kebijakan tepat, pasar ritel daring Tanah Air bakal didominasi produk Cina. 

Selama ini, upaya melindungi UMKM, produk dari luar negeri harus mengikuti mekanisme impor produk. Hal ini termasuk melengkapi izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), memenuhi standar nasional Indonesia alias SNI, hingga sertifikasi halal. 

“UMKM dalam negeri jika berjualan harus mempunyai izin edar dari BPOM, sertifikasi halal, dan SNI. Sedangkan mereka (penjual asing) bisa langsung menjual barangnya,” ucap Teten. 

Untuk mengatasi ancaman tersebut, ia mendesak Kementerian Perdagangan merevisi Peraturan Nomor 50 Tahun 2020 yang saat ini baru mengatur perdagangan di e-commerce, bukan social commerce.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement