Intervensi tersebut dianggap sebagai dosa Unilever yang membuat sebagian masyarakat Indonesia memboikot produknya. Salah satunya, Marsya, 28 tahun. Ia dan keluarganya di rumah tidak lagi mengkonsumsi barang-barang produksi Unilever sejak lebih dari dua bulan terakhir. 

“Saya memang juga menginformasikan orang tua dan orang rumah, apa saja yang sebaiknya tidak kita beli lagi. Enggak susah juga untuk mengganti semuanya,” ujarnya. 

Sudah lebih dari dua bulan Marsya juga tak mengunyah ayam goreng KFC, burger MCDonalds, ataupun pizza Dominos dan Pizza Hut. Ia lebih memilih membeli ayam goreng Forever milik Ryan D’Masiv atau jajanan lokal lainnya. 

“Sebelumnya cukup sering pesan dari restoran-restoran itu, tapi sekarang enggak lagi. Masih banyak pilihan lain,” katanya. 

Meskipun memboikot produk-produk tersebut,  ia tetap menggunakan media sosial Instagram yang  sebenarnya juga disebut-sebut terafiliasi dengan Israel. Namun, menurut dia, ini sesuai dengan gerakan BDS yang menyerukan agar aktif menggunakan seluruh media sosial yang terkait dengan Israel untuk memberi tekanan. 

Salah satunya Instagram, yang menjadi sarana bagi pada aktivis pro-Palestina dan jurnalis di Gaza untuk membagikan situasi terkini. Informasi berupa video dan foto ini kerap diteruskan oleh Marsya dan sebagian masyarakat yang turut ambil bagian dari gerakan boikot. 

Suci, 35 tahun, yang juga aktif dalam gerakan boikot, hampir setiap hari membagikan video-video di akun Instagramnya terkait kondisi terkini Gaza. Sebagian besar video menggambarkan reruntuhan bangunan, bom yang meledak, antrian makanan, hingga orang tua yang memeluk mayat anaknya maupun sebaliknya. Ia meneruskan sebagian besar video tersebut dari unggahan aktivis pro-Palestina. 

Ia mengaku tertekan melihat banyaknya korban anak-anak di Palestina  yang terpampang di media sosial. Namun, ia tetap memantau dan membagikan video yang sering kali terkena sensor, agar orang-orang tak lupa kondisi nahas yang terjadi di Palestina. 

 "Karena kita nggak mungkin langsung ke Palestina. Maka yang bisa dilakukan, hanya berdoa, berdonasi, dan boikot," ujarnya. 

Berdasarkan survei Kurious-Katadata Insight Center (KIC) yang dilakukan terhadap 2.554 orang responden Indonesia, sekitar 36% aktif melakukan boikot dan 47% mendukung aksi serupa tapi belum melakukannya.

Di kelompok responden yang aktif dan mendukung boikot produk pro Israel, mayoritasnya melakukan hal tersebut karena ingin mendukung Palestina  atau sebesar 64,7%. Ada pula yang motifnya memprotes aksi Israel sebesar 61,8%, dan prihatin terhadap situasi konflik Israel-Palestina sebesar 58%.

Survei Kurious-KIC ini melibatkan 2.118 responden yang mengaku aktif dan mendukung aksi boikot produk pro-Israel. Sebanyak 58,9% responden perempuan dan 41,1% laki-laki.

Benarkah Boikot akan Mendorong PHK dan Menahan Laju Ekonomi?

Gerakan boikot mulai membuat pengusaha waswas. Asosiasi Pengusaha Indonesia menyebut, aksi ini berdampak pada perusahaan-perusahaan di dalam negeri yang diklaim sebenarnya tak memiliki kaitan dengan Israel. 

"Yang kami lihat, sebagian besar produk dalam daftar yang ramai dibagikan di media sosial adalah produk-produk asli Indonesia," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Shinta Khamdani pada November lalu. 

Shinta mencontohkan, salah satu anggotanya yang dituduh terafiliasi atau mendukung Israel, yakni PT Unilever Indonesia Tbk. Menurutnya, Unilever  telah lama berbisnis di dalam negeri dan tidak memiliki hubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan Israel. Ia telah memastikan Unilever tidak berkaitan atau mendukung agresi Israel ke Palestina.

Lantaran informasi yang simpang siur, Apindo berencana mengeluarkan daftar produk yang memang terafiliasi dengan Israel. Ini untuk mencegah dampak buruk aksi boikot yang dianggap salah sasaran. Boikot produk, menurut dia, dapat berdampak pada pekerja-pekerja hingga para petani di Indonesia. 

Hingga kini, Apindo belum mengumumkan daftar produk tersebut. Shinta juga enggan menjawab saat kembali ditanya soal dampak boikot pada 21 Desember lalu. 

Pelaksana Harian (Plh) Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Yuki Hanafi juga menyayangkan informasi yang simpang siur terkait boikot. Ia menekankan kegiatan boikot tidak didukung oleh Majelis Ulama Indonesia dan meminta pemerintah turun tangan. 

MUI  memang menerbitkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Palestina. Namn, menurut dia, fatwa MUI tidak memiliki kata boikot ataupun menyebut nama barang yang harus dihindari untuk mendukung Palestina. Namun, banyak pihak yang mengkaitkan fatwa MUI dengan daftar produk tertentu. Yuki pun mengamati ada beberapa produk lokal yang terdampak dari aksi boikot tersebut. 

Pemerintah hingga saat ini tak mengeluarkan sikap terkait boikot. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fuaziah  saat ditanya wartawan terkait aksi boikot, hanya mengatakan  boikot adalah hak konsumen. Namun, Ida sempat mengingatkan terkait dampak yang mungkin terjadi pada ketenagakerjaan terkait dampaknya. 

Aksi bela Palestina di Sidoarjo
Aksi bela Palestina di Sidoarjo (ANTARA FOTO/Umarul Faruq/Spt.)

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengatakan, hingga kini belum ada laporan terkait PHK yang dilakukan akibat dampak boikot. Namun, ia tak menutup kemungkinan boikot dapat berdampak pada PHK karyawan jika terus berlanjut. 

"Kami berharap PHK adalah tindakan terakhir yang dipertimbangkan, efisiensi sebaiknya ditempuh terlebih dahulu," kata dia. 

Belum ada data resmi yang menjelaskan seberapa besar dampak boikot pada kinerja masing-masing perusahaan yang masuk dalam daftar boikot maupun ritel secara keseluruhan. Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia atau AP3MI memproyeksikan aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel berpotensi menggerus transaksi di pasar modern hingga 50%. 

Direktur Eksekutif  Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, aksi boikot mungkin berdampak pada penjualan ritel, tetapi belum akan sampai pada PHK. Menurut dia, kondisi perusahaan ritel yang masuk dalam daftar boikot berbeda satu sama lain.

Kondisi ritel sendiri tengah melemah tahun ini, terlepas dari aksi boikot yang dilakukan masyarakat. "Dampak boikot ke kinerja ritel tergantung sejauh mana ketahanan masyarakat memboikot. Potensinya masih kecil untuk berdampak ke PHK, tetapi mungkin menurunkan penjualan," kata dia. 

Ia pun melihat aksi boikot tak akan dampak signifikan pada konsumsi rumah tangga hingga  pertumbuhan ekonomi. Ini karena masyarakat tak mengurangi konsumsi saat melakukan boikot, tetapi mengganti produk atau restoran. "Jadi hampir tidak ada pengaruhnya," kata dia. 

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement