Retail Minimarket Masih Tumbuh 1000 Gerai Tiap Tahun

Michael Reily
Oleh Michael Reily - Yuliawati
27 Januari 2019, 11:51
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey
Ilustrator Katadata/Betaria Sarulina
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey

Berapa besar pertumbuhan minimarket?

Pertumbuhan minimarket itu di atas 15% per tahun. Mereka masih bisa buka 1000 gerai per tahun. Bukan hanya Indomaret dan Alfamart, minimarket mana saja. Kan ada minimarket lokal yang berkembang. Contohnya di Bali ada Coco Mart yang mau go public.

Minimarket yang tumbuh besar artinya behavior masyarakat sudah berubah, mereka beli sesuai kebutuhan saja. Nah minimarket yang menyediakan.

Alasan utama juga karena faktor jarak. Misalnya di jalan mau ke kantor atau pulang kantor, tinggal menyeberang, sudah dapat cokelat atau minuman ringan. Sementara, untuk belanja besar tinggal kirim dengan transportasi online.

Ini terjadi di Jawa saja atau bagaimana?

Rata-rata hampir di seluruh wilayah Indonesia.

(Baca juga: Beralih ke Gerai Kecil, IKEA Akan Pangkas 7.500 Karyawan)

Gambaran industri retail 2019, seperti bagaimana?

Dengan ada pesta demokrasi, paling tidak ada dua pengeluaran yang meningkat. Pertama, pengeluaran pemerintah pasti meningkat untuk mendukung Pemilu. Kedua, pengeluaran rumah tangga yang dilakukan partai. Untuk kegiatan kampanye belanja sandang, makanan akan mengalami peningkatan, walaupun tidak sangat drastis.

Berikutnya, ketika pemerintah terpilih. Paling tidak 100 hari pertama akan melakukan pembenahan signifikan. Seperti kebijakan moneter dan fiskal pasti akan ditata. Misalnya inflasi mungkin bisa turun, kebijakan moneter untuk penguatan rupiah. Pasti akan dilakukan dalam semangat euforia pemerintahan yang baru. Itu akan mendorong konsumsi.

Plus, rencana program Bappenas tentang penguatan industri padat karya dan pembangunan manusia lebih fokus, supaya menyerap tenaga kerja. Bila padat karya dibuka lebar, berarti pertumbuhan industri manufaktur dan menyerap tenaga kerja. Itu pasti akan menghasilkan pendapatan masyarakat untuk konsumsi. Saya tidak bicara pasangan calon tertentu, tapi bicara tentang potensi kebijakan ekonomi.

Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan aturan pajak dalam transaksi perdagangan melalui e-commerce. Selain pajak, hal apa saja yang perlu diatur untuk menciptakan kesetaraan antara yang konvensional dan online?

Aturan pajak e-commerce ini memberikan harapan bagi peretail konvensional dalam kesamaan perlakukan. Walau nanti berjalan 1 April 2019, persiapannya sudah mulai. Kami mengapresiasi kebijakan penarikan pajak untuk e-commerce, ini juga kan memberikan kontribusi untuk peningkatan pajak 2019.

Selain pajak, hal yang harus diperhatikan mengenai aturan penjualan produk yang bersertifikat SNI. Ini ranahnya Kementerian Perdagangan melalui Badan Serifikasi Nasional.

Kami berharap ada kesamaan level playing field, sehingga produk yang diterima masyarakat yang sudah tersertifikat SNI. Ini pun dapat melindungi konsumen, sehingga tidak menerima produk yang membahayakan seperti tutup gas yang bisa meledak misalnya.

Bagaimana dengan penjualan barang di media sosial, perlu diatur juga?

Penjualan via barang media sosial ini seharusnya menjadi fokus Kementerian Keuangan. Karena transaksi media sosial, hingga saat ini belum ada yang mengukur atau memperhitungkan. Padahal transaksi sangat signifikan dan tak menggunakan sistem keuangan, misal membayar cash tanpa ada transfer atau kartu kredit. Jadi seharusnya perlu ditentukan mekanisme pembayaran pajak dan kedua perlu ada kewajiban sertifikasi SNI.

(Baca juga: Sri Mulyani Terbitkan Aturan Pajak E-commerce dan Dagang lewat Medsos)

Sebagai pihak yang terlibat dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai perdagangan online atau e-commerce, bagaimana perkembangannya?

RPP mengenai transaksi e-commerce masih terus kami suarakan, sampai saat ini belum diketok. Hampir lima tahun transaksi perdagangan online hanya mengacu pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Padahal UU ITE, tidak mendeskripsikan hak dan kewajiban secara detail soal produk yang perlu dilengkapi SNI dan mekanisme perdagangan di media sosial.

Kendala dalam pembahasan RPP tentang e-commerce apa saja?

Kendalanya adalah menentukan siapa yang akan mengeluarkan aturan ini. Bila Kemendag, ini perlu ada kaitannya dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Lantas, kemudian siapa yang akan menjadi kendali karena perlu ada tupoksi di kementerian. Ini masih dibicarakan level kementerian.

Sementara itu, suara legislatif yang mengatakan teknologi terus berkembang, maka kami tunggu teknologi sampai mapan. Itu tak bisa.

Sarannya?

Peraturan tentang e-commerce secepatnya harus diterbitkan oleh salah satu kementerian saja, tidak perlu Undang-undang tapi Peraturan Menteri. Permen kan lebih gampang diubah daripada UU. Untuk e-commerce, menurut saya lebih cocok Permen yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...