Kita Ingin Industri Kreatif Seperti Korea, tapi Tidak Top Down

Image title
Oleh Tim Redaksi
26 Juli 2018, 09:16
Triawan Munaf
Ilustrator: Betaria Sarulina

Ada tiga subsektor yang kami menjadi prioritas karena kami yakin ada dimana-mana namun belum ada pemasukan atau kontribusnya ke PDB. Film, musik, dan apps dan games. Setiap kali kita pakai apps dan games, setiap hari kita mendengarkan musik.

Apakah potensi apps dan games besar dan layak diprioritaskan?

Besar sekali. Kita tidak mau menjadi negara konsumen, kita mau menjadi negara yang menciptakan. Sudah terbukti karya-karya apps dan games Indonesia itu setingkat pemain-pemain dunia. Cuma yang menjadi masalah di musik, games adalah masalah ekosistem. Kita belum punya satu ekosistem musik yang bisa memonetisasi ciptaan. Lagu-lagu kreasi yang bagus-bagus di Indonesia dan sudah diakui, tapi tidak punya sistem untuk memonetisasi sehingga kesejahteraan para penciptanya terbengkalai. Sampai ada database atau big data yang handal, kita akan terus kecewa karena dibajak. Bekraf sedang merintis satu proyek namanya Project Portamento untuk menciptakan ekosistem music big data melalui teknologi.

Apakah sudah bisa diakses?

Belum, programnya sangat rumit. Bukan saja harus dibuat dengan sangat rinci, tapi juga harus mendapat approval dari lembaga-lembaga lain di luar negeri. Karena kita harus resiprokal, musik orang yang diputar di Indonesia kita harus bayar. Musik kita yang ada di luar negeri, apakah itu di Facebook atau di YouTube, harus dimonetisasi oleh kita. Seperti Spotify akan menjadi langganan kita nanti.

Kapan itu bisa berjalan?

Tiga tahun. Dengan itu, seorang pencipta tinggal lihat handphone, “lagu yang saya ciptakan tahun lalu bisa menghasilkan uang berapa, yang harus saya bayarkan berapa?” Pajak yang mesti dibayarkan berapa? Ini bisa dijadikan sumber data untuk perbankan dalam memberikan pinjaman modal usaha.

Bagaimana peluang kita mengadakan konser musik seperti Woodstock Amerika untuk pariwisata di Indonesia?

Memang ini harus dilakukan sejajar dengan pembenahan 10 destinasi wisata. Kalau destinasi wisata itu secara infrastruktur sudah bagus, aksesnya sudah bagus, mudah sekali mengadakan program musik di Indonesia. Bisa diadakan di Toba, bisa di Raja Ampat, banyak sekali...

Kita harus selalu sejalan dengan Kementerian Pariwisata. Karena pariwisata tanpa konten dari kita, its nothing. Apakah orang pariwisata itu hanya melihat pemandangan? Kan mesti ada souvenir, craft, tari-tarian, musik, kuliner. Kita harus kerja sama.

Apa tantangan pengembangan Desain Komunikasi Visual, padahal pertumbuhannya tinggi?

Bekraf sebagai sebuah lembaga yang banyak menangani masalah-masalah estetika, itu cerewet sekali. Kami cerewet sekali kalau font jelek, logo yang aneh, tidak sesuai dengan kelasnya. Misalnya saja Asian Games bulan Agustus ini. Saya gemas sekali pada logo sebelumnya. Saya ingin Asian Games sebagai sebuah event internasional, tapi saat itu sistem identitasnya tidak terlihat dengan sangat baik. Jadi saya minta Kementerian Olahraga, “Pak biarkan kami yang buat (logo) dan kami mengadakan sayembara di antara profesional“.

Bagaimana hasilnya?

Anda lihat maskotnya, standar-standar Asian Games itu sudah internasional. Dengan begitu, banyak orang yang jadi lebih aware, lebih peduli soal visual. Termasuk juga cara berkomunikasi. Brand itu mengatakan kelebihannya apa, karakternya apa, kelasnya apa? Itu sudah semacam komunikasi visual. Itulah yang sekarang semakin marak. Kalau Anda pergi ke daerah, kopi-kopi yang dijual sebagai komoditas, sebagai biji kopi, sekarang mereka sudah didesain. Dikemas dengan baik dengan nama, that’s design komunikasi visual. Jadi hal kecil ini meningkatkan segalanya, economic growth-nya tinggi.

Mengapa kuliner menempati posisi pertama penyumbang PDB industri kreatif?

Kita punya kuliner yang dahsyat, banyak dimana-mana. Kita bicara soto saja, soto itu sudah lebih dari 50 jenis soto dan itu terus berkembang. Kenapa kita mau mengkonsumsi kuliner dari luar? Kuliner kita saja belum habis. Seumur hidup ini berapa jenis soto yang pernah dicoba? Paling 10 (jenis).

Kalau kita mau keluar harus memformulasikannya dengan sangat teratur. Harus punya standar penampilan dari restoran kita di luar (negeri). Standar dari resep-resep, bumbu-bumbu kita. Kalau orang asing, hari ini makan rendang seperti itu maka minggu depan juga harus makan rendang seperti itu.

Apakah Bekraf berperan membantu permodalan pelaku industri kreatif?

Kita sudah merintis ke arah sana, bantuan masih kecil, masih pilot ya. Untuk satu orang itu, antara 175 sampai 200 juta rupiah. Cukup kalau untuk start-up. Tapi itu harus kita kurasi dulu. Idenya apa, terus manajemennya bagaimana, passion mereka. Tujuannya supaya tingkat keberhasilannya lebih tinggi daripada kegagalan.

Pendanaan industri kreatif didominasi oleh modal sendiri, sebesar 92,4%. Bagaimana upaya Bekraf mendorong pendanaan dari luar?

Sebagian besar dari pelaku ekonomi kreatif itu masih rumahan. Di sini ada data bahwa 96,61% dari pelaku ekonomi kreatif belum memiliki badan usaha. Berarti belum bankable, 96,61% itu kan banyak sekali. Inilah yang kita bisa, yang kita bantu untuk mendirikan badan usaha. Kita malah bantu mereka untuk mendirikannya secara gratis. Setelah itu mereka bisa mengakses banyak sumber dana.

Bisa dijelaskan manfaat dari aplikasi Bisma Apps?

Itu sistem informasi, yang merintis untuk keperluan big data.Tapi ingin big data yang betul-betul riil, ada orangnya didasari dari orang yang mengikuti program kita. Sekarang ini sudah terdapat 8 ribu lebih unit usaha.

Pemilik modal bisa melihat-lihat mana yang dapat digandeng. Bahkan mereka bisa kita bantu untuk dijodohkan, ketemu. Sekarang banyak pemilik modal, terutama gara-gara kami  bikin AKATARA itu, banyak yang datang ke saya minta dikenalkan dengan (pelaku industri kreatif) yang berpotensi.

Mengapa banyak start-up yang muncul tapi kemudian tidak bertahan lama?

Akan selalu semakin banyak. Jadi semakin banyak orang yang merintis gagasannya menjadi suatu usaha. Tidak apa-apa, lebih banyak start-up yang timbul, lebih banyak yang akan sukses. Walaupun memerlukan bantuan, mentoring, capacity building supaya leboh sukses. Tapi tidak semua bisa menjadi unicorn. Asal mereka bisa menjadi unit usaha yang profitable, bisa mengembangkan secara bertahap, ya syukur. Tapi kalau bisa jangan stagnan.

Misalnya kedai kopi Tuku yang sudah dipromosikan oleh presiden. Tolong dibesarkan usahanya, cari pemodal supaya bisa seperti pemain-pemain dunia. Karena konsepnya sudah ada, namanya sudah ada, kopi kita punya, potensi kopi dari perkebunan-perkebunan kita yang bermacam-macamitu sudah ada, tinggal melaksanakan. Saya maunya orang-orang seperti Tuku, membesarkan usahanya. Harus berani scale up.

Dengan latar belakang pengusaha, apa tips Anda ke para pelaku industri kreatif untuk sukses?  

Membuka diri lebih luas, berkomunikasi dengan berbagai pihak. Jangan cepat putus asa, lahirkan gagasan-gagasan baru dari yang dilihat dimana-mana. Kombinasikan dengan gagasan-gagasan sendiri. Banyak bermimpi ya, banyak melamun. Jangan takut dan berani untuk gagal karena kegagalan itu justru bisa menjadi pelajaran.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...