Sistem Pendidikan Perlu Adaptasi dengan Disrupsi Teknologi

Yura Syahrul
27 November 2017, 17:14
Kejuruan
Katadata | Yura Syahrul
Sejumlah siswa mengerjakan soal pelajaran produktif teknik audio video (TAV) saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) susulan di SMK Negeri 2 Surabaya, Jawa Timur, Rabu (19/4).

Bagaimana maraknya media sosial, yang juga memuat berita palsu (hoax), saat ini dapat mempengaruhi pendidikan?

Media sosial itu bisa menyebabkan dua sisi yang berbeda. Media sosial dapat berkontribusi positif, seperti yang saya sampaikan dalam forum Indonesian Foreign Policy 2017 yang diselenggarakan oleh Dino Patti Djalal di Jakarta pada dua minggu lalu. Saya gembira bahwa saat ini media sosial digunakan untuk melawan xenophobia dan proteksionisme di bidang ekonomi. Ini adalah hal baik yang bisa dilakukan melalui media sosial.

Tetapi ada pula sisi negatif dari media sosial, karena sebagian kalangan menggunakan media sosial untuk menyebarkan berita palsu. Inilah yang saya sebut sebagai tantangan. Jadi, tantangannya adalah kita harus skeptis dengan mempertanyakan kebenaran dari setiap informasi. Sebab, banyak orang yang lebih percaya pada media sosial. Padahal, informasi di media sosial itu belum tentu benar dan ada berita palsunya. Apapun itu, kita harus bersiap menghadapi tantangan tersebut.

Apa solusi untuk mengatasi berita palsu?

Untuk masyarakat yang bersekolah saat ini, kita harus mengajarkan kepada mereka apa itu dan bagaimana penyebaran berita palsu di media sosial. Selain itu, bagaimana mengatasinya sehingga dalam pikiran mereka akan tetap kritis mempertanyakan dan tidak percaya pada berita palsu itu di setiap saat.

Apa tantangan utama peningkatan pendidikan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia?

Menurut saya, yang menjadi tantangan utama  adalah masalah klasik, yakni bagaimana meningkatkan kualitas yang baik di level institusi pendidikan. Peningkatan ini perlu dilakukan, baik pada sekolah menengah maupun universitas. Sedangkan selama ini faktor yang lebih banyak dilihat dan ditingkatkan pemerintah adalah dalam hal kuantitas, seperti menambah jumlah sekolah atau universitas.

Tapi bagaimana dengan kualitas pendidikan tersebut? Negara-negara berkembang masih berkutat dengan masalah kuantitas karena memang meningkatkan kualitas membutuhkan proses dan dukungan dari kebijakan politis. Saya tahu hal itu sangatlah berat dan membutuhkan waktu yang lama. Tapi kita harus melakukannya jika ingin sukses di bidang pendidikan di masa depan.

Apa yang dimaksud dengan ‘miracle’ dalam buku terbaru Anda, The ASEAN Miracle: A Catalyst for Peace?

Asia adalah benua yang paling bervariasi di planet ini. Jumlah penduduknya sangat banyak  dan bervariasi. Kita ada 600 juta jiwa penduduknya, dengan kalangan muslim dan nonmuslim di dalamnya. Namun, mereka mampu menciptakan kedamaian di benua yang ramai ini. Jadi ini adalah sebuah prestasi, keajaiban.

Mengenai ekonomi, bagaimana Anda memandang ekonomi Indonesia saat ini yang stagnan sementara di sisi lain gencar membangun infrastruktur untuk jangka panjang?

Pertanyaan yang berat ini, tidak ada yang bisa meramalkan. Saya tidak bisa jawab.

Bagaimana prediksi pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN tahun depan?

ASEAN akan berkembang dengan baik. Tapi, pertumbuhan ekonomi ASEAN tidak akan sampai di angka 10%, mungkin di angka 5-6%. Pertumbuhan 6% sudah lebih baik menurut saya. Jika dalam sebuah pertandingan, meski agak lambat dan stabil, ASEAN berkembang lebih baik dari negara lainnya. Pastikan bergerak dengan stabil, maka ASEAN akan selamat.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...