Kami Upayakan Vaksinasi Covid-19 Tanpa Melihat Merek

Ameidyo Daud Nasution
3 Januari 2021, 10:00
Jubir Vaksinasi Nasional Siti Nadia Tarmizi (Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo)
Katadata
Juru bicara vaksinasi Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi (Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo)

Selain Sinovac, Novavax, AstraZeneca, dan Moderna, pemerintah mencari vaksin dari mana lagi ?

Salah satu di antaranya GAVI karena itu aliansi. Tapi yang sudah pasti Sinovac, Novavax, AstraZeneca, Pfizer, atau Covac.

Tapi bagaimana soal efikasinya ? Apalagi hasil tiap vaksin Covid-19 berbeda-beda ?

Pengertian efikasi itu adalah risiko untuk seseorang menjadi sakit kalau mendapatkan vaksin. Jadi WHO merekomendasikan minimal efikasi 50%. Kalau sudah mencapai itu dianggap baik karena masih ada kesempatan setengah penduduk untuk tak menjadi sakit. Jadi kalau efikasinya 80%, itu cukup 75% dari sasaran sudah disuntik maka sudah bisa menimbulkan kekebalan kelompok. Jadi itu hitungan matematikanya seperti itu.

Jadi bisa dikatakan studi Sinovac di negara lain telah memenuhi persyaratan ?

Betul.

Bagaimana progres perkembangan pembelian vaksin Moderna ?

Dengan Moderna kami masih dalam tahap awal negosiasi, kami belum mendapat kepastian, artinya hal-hal yang dinegosiasikan seperti jumlah kemudian harga. Pak Menteri sendiri menyampaikan kita mau harga yang paling murah. Yang kedua, waktu penerimaan yang semakin cepat semakin baik sebisa mungkin di 2021. Jadi faktor-faktor ini yang menjadi concern mendatangkan vaksin ini. Negosiasi ini dilakukan oleh Bio Farma, Kementerian BUMN beserta Kemenlu. Jadi Kemenkes akan mendapatkan kabar ini dari (instansi) yang lain.

Bagaimana progres pengadaan vaksin Sinopharm dan AstraZeneca ?

Negosiasinya belum final dan yang kontrak dengan perusahaan vaksin itu adalah Bio Farma, Menkes hanya memberikan penugasan.

Apakah akan ada perbedaan jenis vaksinasi di masyarakat ?

Jadi kami dalam mengupayakan vaksin Covid-19 ini tidak melihat suatu merek karena pada prinsipnya kalau sudah masuk di daftar WHO berarti sudah direkomendasikan mereka. Yang kedua, sudah memenuhi minimum efikasi dan efektivitasnya. Ini karena WHO dan ITAGI tidak melihat jenis vaksin yang mana untuk siapa. Jadi mana yang lebih dulu datang diberikan untuk yang prioritas. Contohnya nakes, pelayan publik, dan sisanya masyarakat rentan. Jadi tak ada pertimbangan vaksin ini untuk kelompok ini.

Bagaimana efikasi vaksin tersebut ?

Walaupun efikasinya 70 % sampai 98 %, kalau cakupannya 100 % pasti kekebalan kelompoknya akan muncul. Kedua, pertimbangannya Indonesia yang sangat luas dan bervariasi, jadi mencapai seorang penerima vaksin dari usia rentan di daerah itu tidak seperti di Jakarta ini yang harus kami pikirkan. Tidak mungkin seorang tenaga kesehatan memanggul kulkas dingin membawa vaksin (di daerah sulit). Jadi jangan berpikir terlalu banyak bahwa merek A lebih baik dari merek B, karena belum ada studi yang mengatakan itu.

Tapi dari aspek efikasi, apakah hasil studi vaksin Sinovac menunjukkan hal seperti itu ?

Tidak ada kajian ilmiah bahwa Sinovac lebih jelek dari Pfizer. Kita tunggu saja hasil efikasinya, kita tunggu saja hasil efikasinya. Lagipula kalau hasil efikasinya lebih rendah dari Pfizer, apakah artinya tidak baik ? tidak kan. WHO mengatakan minimal 50 persen kok, seperti itu, dan yang kami tuju itu adalah kekebalan kelompok.

Masih ada masyarakat yang tak percaya vaksin, apa yang akan dilakukan pemerintah agar vaksinasi berjalan lancar ?

Kami tidak mengharapkan masyarakat tak percaya di masa pandemi karena tidak ada pilihan lain. Pandemi seperti ini kan artinya kami harus siap siaga, artinya upaya apapun untuk melindungi diri harus kami segerakan. Tapi nantinya sesuai dengan rekomendasi WHO.

Apa strateginya ?

Strategi komunikasi karena keraguan masyarakat perlu dijawab dengan informasi yang benar. Jadi bagaimana pemerintah mengupayakan vaksin ini sebagai salah satu jalan keluar dari pandemi Covid-19. Bahkan pak presiden sendiri sudah menyatakan akan melakukan vaksinasi. Tentunya testimoni tokoh masyarakat akan kami sampaikan setelah izin ini sudah benar-benar dikeluarkan.

Prosesnya sertifikasinya sudah sampai mana ?

Saya rasa prosesnya sama dengan BPOM, waktu mereka (MUI) ke sana (Tiongkok) kan memastikan juga prosesnya, apakah bersinggungan dengan sesuatu yang haram. Kemudian mereka juga sedang mengkaji dokumen yang ada. Jadi kami serahkan ke profesional dan tentunya mengharapkan bahwa bersamaan di Uni Emirat Arab ini tentunya kehalalan ini bisa segera didapatkan.

Berarti sudah tidak ada masalah soal kehalalan ?

Betul

Dengan semua tahapan ini, kapan target herd immunity tercapai ?

Herd imunity itu kan suatu proses ya, diharapkan nanti kalau sudah 100% kekebalan kelompok itu akan terjadi di periode berikutnya. Tapi kan orang yang sudah mendapatkan vaksinasi di awal sudah membentuk kekebalan dalam tubuhnya, dan membentuk kekebalan di kalangan nakes sehingga tidak berisiko untuk tertular dan menularkan penyakit. Setelah itu ditambah lagi pelayanan publik.

Kans farmasi besar lain masuk seperti apa ?

Kemenkes fleksibel untuk menambahkan jenis vaksin yang beredar di Indonesia ini. Semua vaksin bisa menjadi kandidat untuk beredar, tapi takutnya kalau kebanyakan vaksin maka pasca-imunisasinya juga sulit untuk kami kelola.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...