Regulator Harus Pelajari Perkembangan Fintech dan Mata Uang Kripto
Pandemi Covid-19 memunculkan adaptasi baru. Masyarakat menjadi semakin dekat dengan teknologi, khususnya sebagai alat pembayaran. Perusahaan teknologi keuangan atau financial technology (fintech) pun terus tumbuh dengan mengembangkan layanan baru.
Pertarungan ketat di bisnis ini pun terbilang sengit. Di antara pemain utamanya yakni GoPay, OVO, ShopeePay, DANA, dan LinkAja.
ADB Institue dan Fintech Space menyebutkan, penyelenggara fintech di negara ini merupakan yang terbesar kedua di Asia Tenggara, setelah Singapura. Namun, pertumbuhan pasarnya masih perlu dukungan peraturan pemerintah.
“Otoritas harus bekerja sama dengan asosiasi fintech untuk membuat sistem investasi yang baik tapi juga penggunaannya terarah,” kata Komisaris Bursa Efek Indonesia Pandu Sjahrir dalam wawancara Bicara Data dengan Katadata.co.id, Rabu (7/4).
Selain membahas soal fintech, Pandu berbicara soal perkembangan dan maraknya pemakaian crytocurrency secara global. Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara maju lainnya dalam memakai mata uang kripto.
Tapi pria kelahiran Boston, 17 Mei 1979, itu yakin dalam sepuluh tahun ke depan kondisinya akan berubah. “Ini seperti booming internet,” kata Pandu yang juga menjabat Komisaris Utama SEA Group.
Seperti apa pandangannya soal fintech dan mata uang kripto? Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana kondisi fintech saat ini di Indonesia, terutama selama pandemi Covid-19?
Gara-gara Covid-19, perusahaan fintech menjadi cepat beradaptasi dan berubah. Kita juga berubah harus menggunakan digital payment (pembayaran digital) dan ini terjadi di kota-kota besar.
Banyak kondisi yang membuat banyak orang harus menggunakan teknologi untuk berkomunikasi, pesan makanan, dan membayar.
Disnis P2P (peer-to-peer) juga berkembang sangat pesat. Begitu pula perkembangan digital payment seperti GoPay dan ShopeePay.
Jadi, pandemi mempercepat industri masuk ke digitalisasi?
Betul-betul. Dari sisi perubahan, itu sangat positif. Kalau fintech, selalu menyangkut regulasi. Kita harus melihat perkembangannya juga.
Terkait regulasi, masih perlu dibenahi?
Otoritas harus bekerja sama dengan asosiasi fintech untuk membuat sistem investasi yang baik tapi juga penggunaannya terarah. Jangan lupa, apapun yang menyangkut keuangan pasti sangat sensitif untuk masyarakat banyak.
Untuk fintech, yang utama dalah soal penggunaan e-money (uang elektronik) dan e-wallet (dompet elektronik).
Kedua, pinjaman peer-to-peer. Peminjamnya sebagian besar adalah institusi atau orang sangat kayalah, yang cukup pintar dengan instrumen ini. Peminjamnya, kebanyakan usaha kecil. Yang harus dijaga adalah semua harus aman mereka berinvetasi untuk mendapatkan return yang bagus.
Ketiga, sistem infrastruktur yang makin berbaur dengan teknologi, seperti transfer dan RTGS (real-time gross settlement). Terakhir, new technology, seperti blockchain dan cryptocurrency.
Kalau tidak salah nilai uang kripto sudah lebih US$ 2 triliun. Mau-tak mau, sebagai regulator harus dapat melihat perkembangannya. Bahasa saya, kita harus belajar, mengerti, dan merangkul.
Di 2020, hampir sepertiga perusahaan fintech Indonesia mendapat permodalan dari ekuitas swasta. Seberapa penting melakukan perluasan pendanaan ke pasar modal?
Mau-tidak mau akhirnya harus mencari lower capital atau modal yang lebih rendah. Salah satu cara terbaiknya, end game-nya, adalah menjadi perusahaan publik.
Ada peluang perusahaan fintech untuk melangkah ke pasar modal?
Kalau Anda lihat sekarang, bank-bank yang berbau fintech mulai diserap (sahamnya) oleh investor. Mereka melihat prospek ke depannya cukup baik. Anda lihat beberapa bank di bursa sekarang harganya naik cukup tinggi.
Nah, untuk perusahaan fintech yang ada sekarang dan masih private, mereka pasti melihat potensi itu. Saya rasa per hari ini appetite untuk sesuatu yang berbau teknologi masih cukup besar untuk para investor, baik institusi dan retail.
Apalagi banyak modal ventura juga masuk ke fintech?
Ya, itu sentimen positif karena trennya kebetulah positif.
Sudah ada kemungkinan fintench masuk ke bursa?
Yang saya tahu yang empat besar, ada lebih dari mayoritas akan masuk.
Seberapa menarik fintech Indonesia di mata investor?
Sangat besar dan saya cukup optimistis dengan perkembangan sektor teknologi di Indonesia. Saya rasa Omnibus Law (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja) itu salah satu game changer terbesar dan kita harus fokus ke pelaksanaannya.
Hidup kita akan beradaptasi secara penuh termasuk industri fintech. Investor pun sudah beralih secara signifikan untuk melihat opportunity-opportunity apa yang ada di dunia baru.
Baca halaman selanjutnya terkait kontroversi cryptocurrency.