Kolaborasi, Kunci Pembangunan Berkelanjutan di Tanah Papua

Fitria Nurhayati
Oleh Fitria Nurhayati - Hanna Farah Vania
30 Agustus 2021, 16:30
 Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia Surya Candra
Ilustrator/Joshua
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia Surya Tjandra

Di Jayapura ada BRWA yang mendampingi pemda. Mereka pun berjejaring lagi di sana dan masyarakat adat sendiri terlibat. Untuk Papua Barat ada Econusa. Mereka melakukan evaluasi perizinan bersama pemerintah provinsi dan difasilitasi oleh KPK.

Hal-hal begini saya baru belajar. Oh, ternyata sudah banyak sekali inisiatif. Kami tidak berniat ngatur-ngatur. Yang sudah jalan, bagus, lanjutkan. Tinggal mana yang bisa kami bantu, mana yang kementerian bisa dukung. Lebih ke kolaborasi.

Papua ini kan jauh. Kita butuh orang yang standby di sana, memerhatikan terus menerus. Tidak mudah memahami papua. Paling tidak saya memahami bahwa ini harus lebih hati-hati, tidak serta merta top down maunya pusat bagaimana. Kita sinergikan dulu, kita pahami dulu situasinya. Kemudian kita sama-sama menyusun guidline ke depannya seperti apa. Potensi dan peluang apa saja yang mungkin bisa dikembangkan di sana. 

Artinya, apa yang sudah dilakukan CSO ini juga meringankan tugas pemerintah?

Buat saya iya. CSO di sana macam-macam. Tantangannya malah komunikasi di antara CSO itu sendiri. Saya bantu komunikasi antara CSO dan pemerintah. Inisiatif-inisiatif ini penting. Kita punya keterbatasan soal dana dan sumber daya manusia. Jadi tantangan struktural ini bisa diisi oleh CSO. Saya kira ini penting sekali. Khususnya, paling tidak, untuk konteks Papua.

Sejauh ini bagaimana dukungan K/L yang terlibat GTRA sehingga bisa membantu peningkatan kemakmuran masyarakat Papua?

Sudah bagus, tapi tantangannya memang di koordinasi. Jadi perlu ada yang menanyakan dan mengingatkan kembali. Itu tugas saya. Karena rata-rata bergerak sendiri dan tidak bersinergi. Nah, itu yang kita coba dekatkan, susun, dan diprogramkan di GTRA. Lalu ternyata ketemu, ada tantangan dari regulasi, budaya, hingga fasilitator yang menjembatani.

Apa saja poin indikator dalam penyusunan tata ruang berbasis mitigasi iklim?

Sejak adanya Peraturan Menteri ATR No. 8/2017 tentang Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi dalam Rangka Penetapan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota, dalam RTR (Rencana Tata Ruang) daerah seluruh Indonesia hampir bisa dipastikan telah membuat aspek pencegahan dan mitigasi bencana.

Artinya perubahan iklim jadi bagian yang inheren dalam penyusunan RTR. Namun, dengan kedalaman, kelengkapaan, dan kualitas yang berbeda-beda. Nah, kalau dibutuhkan detail di salah satu lokasi tertentu, kita buat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Banyak sekali faktor untuk memahami potensi kebencanaan dan mitigasinya seperti apa. Misalnya ketersediaan data peta kebencanaan yang akurat, skala peta yang memadai, dukungan SDM penyusunnya itu sendiri, juga dukungan politis pemda (karena dulu DTR harus perda jadi pembuatannya oleh pemda dan DPRD).

Lalu kita punya tools Persetujuan Substansi (Persub) Menteri ATR/BPN pada rancangan perda. Dirjen Tata Ruang akan memberikan evaluasi penguatan strategis, di antaranya aspek mitigasi bencana dalam rancangan tata ruang daerah. Sebetulnya ini sudah terintegrasi dalam penguatan RTR, tinggal pengendaliannya saja. Karena RTR normatifnya ada, tapi sering tidak dijalankan.

Kita juga coba dorong penguatan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) untuk membantu bagaimana menyiapkan potensi-potensi pencegahan dan mitigasi kebencanaannya seperti apa. Selanjutnya mengaitkan RDTR dengan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang). Tujuannya mengetahui cara memanfaatkannya setelah perencanaan selesai.

Saat ini UU Cipta Kerja sudah mengatur konteks masyarakat adat dan kearifan lokal yang mereka miliki. Hak pengelolaan bagi masyarakat hukum adat yang memang sudah ada perdanya bisa dilakukan.

Pencapaian seperti apa yang Bapak bayangkan bisa terjadi di Papua ketika periode pemerintahan berakhir di 2024?

Saat ini tahapannya masih sampai synthetizing diri saya sendiri dan mencoba memasukkan dalam sistem kerja kami. Saya sudah janji, kalau tidak jadi Wamen lagi, saya akan buat laporan pertanggungjawaban kepada wamen dan menteri selanjutnya. Minimal untuk Papua ada satu bagian sendiri yang kita coba dorong.

Harapannya ada pondasi yang fix. Ada Inpres yang memberikan pertanggungjawaban kepada Wapres dengan fungsi bridging. Beliau ingin memahami akar permasalahan. Kami dari kementerian teknis tinggal menerjemahkannya jadi kerja-kerja teknis.

Kita perlu siapkan SDM. Kemudian kita mendorong kerja sama dengan pemerintah daerah, CSO, dan masyarakat hukum adat.

Saya fokus bersinergi antara kami sendiri dulu sambil menyiapkan kerja sama antarsektor atau lintas sektor. Mudah-mudahan ketika masa jabatan saya sudah habis, paling tidak sudah ada pondasi awal untuk model dan strategi kerja samanya, SDM-nya, best practice siapa yang terlibat dan diikutkan, lalu kelembagaannya seperti apa. Jadi, diharapkan siapapun pengganti Pak Menteri dan saya, tidak nol lagi mulainya. Jadi melanjutkan yang sudah disiapkan.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...