INFOGRAFIK: Efek Trump Goyang Bursa Saham Indonesia

Leoni Susanto
14 Februari 2025, 09:38

Kinerja bursa saham beberapa negara di Asia Tenggara mengalami penurunan sejak Donald Trump dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Trump disebut mengeluarkan sejumlah kebijakan yang mempengaruhi perekonomian global. 

Misalnya, Trump berencana menaikkan tarif masuk dari sejumlah negara, seperti Cina, Meksiko, dan Kanada. Hal ini dapat berdampak ke perekonomian negara lain, termasuk Indonesia, karena Cina merupakan mitra dagang utama Indonesia. Begitu juga dengan rencana Trump mengenakan tarif 25% untuk komoditas baja dan aluminium. 

Sejak awal tahun, kinerja bursa saham Indonesia menjadi salah satu yang terburuk di Asia Tenggara, setelah Thailand. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih ditutup pada zona merah di level 6.613,56 pada Kamis, (13/2). Secara keseluruhan, IHSG telah longsor 6,59% dari awal 2025. 

IHSG bahkan menyentuh level 6.531 pada Selasa, (11/2). Level ini adalah yang terendah sejak tiga tahun lalu, di mana IHSG terakhir menyentuh level 6.500-an adalah pada Mei 2022.

Sekurangnya ada tiga faktor utama penyebab pasar saham Indonesia terpuruk. Pertama, kondisi global pasca-pengumuman perang dagang jilid II antara AS dengan Cina. Perang dagang ini berpotensi memperlambat perekonomian Cina. Indonesia bakal terdampak sebab Cina adalah mitra dagang utama Indonesia.

“Ekonomi Cina punya pengaruh yang besar dengan perdagangan Indonesia. Kalau Cina terpukul, pasar kita merespons negatif,” kata Direktur Utama PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, kepada Katadata.co.id, Rabu, (12/2).

Selain itu, Indonesia berpotensi terkena kebijakan tarif bea masuk 25% AS terhadap impor baja dan aluminium. Kebijakan agresif ini juga berpotensi menyebabkan inflasi tetap tinggi, sehingga berdampak terhadap penundaan penurunan suku bunga acuan The Fed. 

Faktor kedua adalah jatuhnya saham-saham berkapitalisasi besar (big caps). Mulai dari sektor perbankan, hingga reaksi pasar atas gagalnya tiga emiten Prajogo Pangestu yang memiliki kapitalisasi besar di Bursa Efek Indonesia (BEI) masuk ke dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) Global Standard.

Faktor ketiga adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berpengaruh terhadap sentimen pasar modal dalam negeri. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dari 5,05% pada 2023 menjadi 5,03% pada 2024. Angka ini adalah yang terendah dalam tiga tahun terakhir.

Kebijakan efisiensi anggaran di kementerian dan lembaga setelah Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 yang berpotensi berimbas pada perlambatan belanja pemerintah ini juga menambah sentimen negatif pasar saham. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Antoineta Amosella

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami