Surat Al Kafirun dan Artinya dalam Bahasa Indonesia dan Arab
Surat Al Kafirun adalah surat ke-109 dalam Al-Qur'an dan terdiri dari enam ayat. Surat Al Kafirun termasuk golongan surat Makiyah karena diturunkan di Makkah.
Al Kafirun artinya "orang-orang kafir". Dijelaskan dalam buku Juz Amma Tajwid & Terjemahannya oleh M. Khalilurrahman Al Mahfani, kata kafirun adalah kata plural dari kata kafara yang berarti “ingkar” atau “kafir”. Sedangkan bentuk singularnya adalah kafir atau al kafir sebagai lawan dari iman atau beriman. Kata kafara juga dapat diartikan "menutupi"
Menurut buku Mutiara Juz'amma oleh H. Sakib Machmud, banyak yang menyatakan bahwa Al Kafirun diturunkan sesudah Al Maun, sehingga merupakan wahyu yang ke-16. Pada waktu itu, dakwah Islam yang disiarkan mulai terlihat hasilnya. Beberapa orang yang menyembah berhala telah berpaling dan percaya pada keterangan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
Surat Al Kafirun dan Artinya
Berikut bacaan surat Al Kafirun ayat 1-6 dan artinya dalam tulisan Arab, Latin, dan Bahasa Indonesia.
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ
Qul yaa ayyuhal kaafiruun
1. Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!”
لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ
Laa a'budu maa ta' buduun
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ
Wa laa antum 'aabiduuna maa a' bud
3. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah.
وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ
Wa laa ana 'aabidum maa 'abattum
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ
Wa laa antum 'aabiduuna maa a' bud
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Lakum diinukum wa liya diin
6. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.
Bacaan surat Al Kafirun tersebut tercantum dalam Quran.kemenag.go.id oleh Kementerian Agama.
Kandungan Surat Al Kafirun
Berdasarkan buku Juz Amma Tajwid & Terjemahannya oleh M. Khalilurrahman Al Mahfani, dijelaskan bahwa orang-orang Quraisy berusaha memengaruhi Nabi Muhammad SAW, dengan menawarkan harta kekayaan agar beliau menjadi seorang yang paling kaya di Kota Makkah.
Menurut publikasi Kementerian Agama dalam buku Al-Qur'an Hadis, turunnya surat Al Kafirun memiliki latar belakang ajakan kaum musyrikin Quraisy yang dipimpin Walid Ibnu Mughirah, Al-‘Ash bin Wa’il, Al-Aswad Ibnu Muththalib, dan Umayyah bin Khalaf untuk menghalangi dakwah Rasulullah SAW, dengan bujukan hingga penyiksaan dan intimidasi.
Pada akhirnya, kaum musyrikin Quraisy mengajak Rasulullah SAW untuk berkompromi dan menyembah Tuhan mereka selama satu tahun. Sebagai gantinya, kaum Quraisy akan menyembah Allah SWT dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Mereka berkata, “Hai Muhammad! Mari kita bersama-sama menyembah apa yang kami sembah, dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah, dan kita akan bersekutu (bekerja sama) dalam segala hal, dan engkaulah yang memimpin kami.”
Atas peristiwa tersebut, Allah SWT menurunkan surat Al Kafirun kepada Rasulullah SAW, sebagai respon dari ajakan kaum musyrikin Quraisy. Isi surat Al Kafirun menjelaskan bahwa Rasulullah SAW dengan tegas menolak dan mengatakan, "Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah"
Rasulullah SAW juga mengatakan bahwa kaum musyrikin Quraisy tidak akan ikhlas dan sepenuh hati menyembah Allah SWT sebagaimana yang mereka janjikan. Pada ayat terakhir, Rasulullah SAW menunjukan sikap bahwa ibadah dapat dilaksanakan sesuai ajaran dan tuntunan agama.
Surat Al Kafirun merupakan ajaran sikap toleransi dalam Islam. Pada ayat terakhir dijelaskan, agama Islam menjunjung tinggi sikap toleransi dan kebebasan dalam memeluk suatu agama.
Penerapan Surat Al Kafirun dalam Kehidupan Sehari-hari
Surat Al Kafirun menjelaskan tentang sikap toleransi dan keteguhan untuk menolak ajakan sesat yang menyimpang dari agama Islam. Beberapa penerapan surat Al Kafirun adalah sebagai berikut:
- Saling mengharagai antar pemeluk agama dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
- Saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada di tengah-tengah masyarakat.
- Saling menghargai dan tidak memaksakan keyakinan kepada orang yang telah beragama.
- Saling menghargai dan setia kawan kepada semua teman tanpa membedakan agama, suku, dan ras.
- Saling berbagi dan tolong menolong dalam kegiatan sosial antar pemeluk agama.
- Saling menghargai dan memberi maaf atas kesalahan orang lain.
- Menumbuhkan semangat gotong royong.
Hubungan Surat Al Kafirun dan Pancasila
Pancasila sebagai pandangan hidup mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan teladan untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sila pertama Pancasila yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa." menegaskan bahwa bangsa Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Hal tersebut serupa dengan ajaran agama Islam dalam surat Al Kafirun yang menyatakan toleransi dalam memeluk agama masing-masing seperti yang terkandung dalam ayat terakhir, yaitu, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Lebih lanjut, Pancasila merupakan unsur pokok dalam Pembukaan UUD 1945. Unsur pokok ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat (2) dijelaskan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.”
Dengan demikian, hubungan surat Al Kafirun dan Pancasila adalah sikap toleransi dalam memeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut adalah aspek kehidupan yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan.
Oleh sebab itu, sebagai bangsa Indonesia, kita harus mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Pesan Pokok Surat Al Kafirun
Dirangkum dari buku Islam Keindonesiaan oleh Subhan Hi. Ali Dodego, menurut Ibnu Katsir, surat Al Kafirun membahas tentang sikap umat Islam melepaskan diri dari perbuatan yang dikerjakan oleh kaum musyrik.
Surat Al Kafirun juga memerintahkan untuk berbuat ikhlas kepada Allah SWT. Kemudian, ditegaskan oleh Hamka, bahwa surat Al Kafirun memberi pedoman bagi pengikut Nabi Muhammad SAW, karena akidah tidak dapat didamaikan dengan syirik.
Intinya, dalam Islam tidak ada paksaan untuk menganut agama Islam. Tetapi, menjauhi kemusyrikan adalah kewajiban muslim, termasuk menyampaikan sesama muslim agar tidak menjadi musyrik.
Meski demikian, dalam surat Al Kafirun dijelaskan pada ayat terakhir, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. Makna ayat ini adalah sikap toleransi sebagaimana ditegaskan dalam hadis berikut.
"Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah SAW perna ditanya, "Agama mana yang paling dicintai Allah?" Nabi menjawab, "Semangat kebenaran yang toleran (al-hanfiyyat al-samhah)," (HR. Imam Ahmad).
Dengan demikian, surat Al Kafirun mengajarkan keteguhan umat Islam dalam beriman kepada Allah SWT, serta sikap toleransi terhadap agama lain.