Saingi Netflix, Disney Incar Pangsa Pasar Asia Tenggara

Fahmi Ahmad Burhan
9 Juli 2021, 11:27
Logo Netflix dan Disney+
Netflix dan Disney+
Logo Netflix dan Disney+

Perusahaan penyedia layanan video on-demand (VoD) Disney+ akan mengembangkan pasar Asia Tenggara dengan meluncurkan layanan di banyak negara hingga merekrut tenaga kerja. Upaya itu dilakukan Disney+ untuk bisa bersaing dengan Netflix.

Mengutip Nikkei Asia Review, layanan Disney+ saat ini menguasai 40% pangsa pasar di 10 negara Asia Tenggara. Juni lalu, Disney+ meluncurkan layanan VoD di Malaysia, menyusul di Thailand pada akhir bulan.

Advertisement

Sedangkan di Indonesia, Disney+ sudah hadir sejak tahun lalu. Kemudian, di Singapura pada Februari tahun ini.

Disney+ juga gencar merekrut tenaga kerja untuk menguatkan posisinya di Asia Tenggara. Perusahaan mencari tenaga kerja di bidang periklanan, seperti manajer komunikasi dan media sosial untuk kawasan Asia Tenggara, serta manajer pertumbuhan dan akuisisi untuk Singapura dan Malaysia.

Dari sisi produk, perusahaan juga merilis berbagai film yang bertema Asia dan budaya kawasan untuk lebih dekat dengan pasar Asia Tenggara. Diantaranya seperti film superhero Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings, serta film animasi Raya and the Last Dragon yang menonjolkan cerita dan pemeran dari Asia.

Presiden Almington Capital Merchant Bankers John Engle mengatakan bahwa upaya Disney+ mengembangkan pasar Asia Tenggara, lantaran potensial pangsa pasar yang besar. "Asia Tenggara mewakili pasar besar, dengan kekayaan yang terus meningkat dan memiliki sejarah panjang konsumsi media barat," kata John dilansir dari Nikkei Asian Review, Kamis (8/7).

Pasar Asia Tenggara juga menurutnya cocok untuk Disney+. "Mereka (Disney+) telah menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk menyesuaikan lebih banyak konten, termasuk film dan serial blockbuster," ujarnya.

Berdasarkan data dari Google, Temasek dan Bain & Company, nilai ekonomi internet Asia Tenggara diperkirakan tumbuh tiga kali lipat di 2025 dibandingkan 2020. Nilainya pun diprediksi ikut terkerek menjadi US$ 300 miliar.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.

Artikel Terkait

Advertisement