Altcoin, Alternatif Koin Pilihan Investasi Uang Kripto
Runtuhnya harga beberapa mata uang kripto atau cryptocurrency dalam beberapa waktu terakhir, menjadi pengingat bagi investor akan besarnya volatilitas uang digital tersebut. Tak hanya merosot dalam waktu cepat, uang kripto juga bisa naik dan memberikan cuan besar dalam waktu singkat.
Tak semua investor sanggup menghadapi volatilitas besar di pasar mata uang kripto tersebut. Umumnya hanya investor dengan profil risiko tinggi yang berani berinvestasi da mencari cuan di pasar kripto. Apalagi, gejolak situasi ekonomi dan politik global saat ini berdampak pada kenaikan harga komoditas, sehingga menurunkan minat investasi di mata uang digital.
Sebut saja Terra Luna, salah satu mata uang kripto mengalami penurunan tajam hingga 100 % hanya dalam hitungan hari. Berdasarkan catatan Katadata, Jumat (13/5) token kripto Terra Luna dengan kode perdagangan LUNA ambrol 99,98 % ke harga Rp 0,5 per koin. Harga ini merosot nyaris 100 % dari harga sebelumnya, yakni Rp 1.768,27 per koin.
Untuk menghalau risiko penurunan tajam layaknya token LUNA, investor harus bisa memilah mata uang kripto mana yang cocok dengan tujuan investasinya. Di sisi lain, pengembang mata uang kripto pun mulai mengembangkan mata uang lain yang akan ramai digunakan, sesuai dengan tujuan dan visi masing-masing. Dengan anggapan seperti itu, maka hadirlah altcoin.
Apa Itu Altcoin?
Istilah altcoin lahir dari gabungan dua kata alternative dan coin. Dengan begitu, pengertian sederhana altcoin adalah mata uang kripto selain Bitcoin atau BTC ataupun Ethereum (ETH) yang biasa digunakan publik. Mata uang baru ini diciptakan oleh pihak pengembang atau developer, karena memiliki tujuan atau fungsi lain yang membedakannya dengan BTC ataupun ETH.
Ada tiga perbedaan mendasar dari altcoin dan BTC yang membuatnya cenderung lebih unggul. Pertama, altcoin memiliki lebih banyak fitur dari BTC, baik dari segi kecepatan transaksi, biaya mining, dan lainnya. Kedua, sebagian Altcoin tidak memiliki batasan suplai layaknya Bitcoin.
Satoshi Nakamoto, nama samaran dari pencipta BTC, telah menetapkan dari awal bahwa jumlah BTC di seluruh dunia akan dibatasi hingga 21 juta saja. Keterbatasan inilah yang membuat nilai BTC meninggi. Di sisi lain, altcoin tidak membatasi jumlah suplainya, sebab ia harus terus diciptakan untuk memenuhi tujuan penciptaan di awal.
Ketiga, biaya transaksi altcoin lebih murah daripada BTC. Hal ini tentu menarik minat investor untuk melakukan investasi atau bahkan trading atas aset tersebut. Selain itu, investor pun bisa memilih dari banyaknya variasi altcoin yang ada dan kemudian disesuaikan dengan tujuan investasinya. Meski begitu, altcoin memiliki kapitalisasi pasar dan likuiditas yang lebih rendah dibanding dengan BTC.
Melansir dari Investopedia, altcoin pertama yang diciptakan adalah Litecoin, pemecahan dari blockchain Bitcoin pada 2011. LItecoin menggunakan mekanisme bukti kerja alias Proof-of Work (PoW) yang berbeda dengan Bitcoin, yakni Scrypt. Mekanisme ini diklaim lebih hemat energi dan lebih cepat dari mekanisme SHA-256 PoW yang digunakan Bitcoin.
Lima Kategori Altcoin
Altcoin hadir untuk memenuhi tujuan berbeda dari masing-masing pengembang, di mana tujuan ini tidak dapat dipenuhi oleh BTC atau ETH. Maka dari itu, seluruh altcoin dapat dikelompokkan dalam lima kategori berdasarkan tujuan pengembangan awalnya.
Satu altcoin bisa saja masuk ke lebih dari satu kategori, contohnya TerraUSD yang adalah sebuah stablecoin serta utility token. Berikut penjelasan jenis altcoin berdasarkan tujuan penggunaannya:
Token pembayaran (payment token)
Sesuai namanya, token ini digunakan sebagai alat tukar antar beberapa pihak, salah satunya adalah BTC. Meski begitu, volatilitas BTC sangat tinggi, di mana nilai tukarnya bisa dengan cepat meningkat atau menurun. Padahal, salah satu syarat sesuatu bisa dikatakan sebagai alat tukar adalah nilai yang cukup stabil.
Untuk itu, stablecoin dihadirkan sebagai mata uang kripto yang nilainya cenderung lebih stabil dari BTC. Kestabilan harga ini bisa dicapai sebab stablecoin mematok nilainya dari mata uang konvensional, logam mulia, hingga mata uang kripto lainnya. Ketiga hal ini dijadikan sebagai simpanan untuk menebus bila ada suatu masalah dalam koin tersebut.
Salah satu contoh stablecoin adalah Tether (USDT) yang didukung oleh cadangan dolar Amerika Serikat (AS) dan bernilai hampir setara dengan dolar AS. Hingga hari ini, USDT menjadi mata uang kripto yang memiliki nilai kapitalisasi pasar ketiga terbesar di dunia dengan total US$ 74,1 miliar atau setara Rp 1,04 triliun (kurs Rp 14.500).
Token keamanan (security token)
Kategori kedua ini menawarkan aset yang dijual dalam pasar saham dalam bentuk token. Proses ini disebut tokenisasi, di mana terjadi transfer nilai suatu aset menjadi token, yang dapat dibeli oleh investor. Aset yang bisa diubah menjadi token pun beragam, misal seperti saham hingga perumahan (real estate).
Untuk melakukan proses tokenisasi ini, aset harus bisa diamankan dan dipegang, karena token akan bernilai bila ia merepresentasikan sesuatu. Oleh karena itu, token keamanan ini diatur oleh Securities and Exchange Commission.
Salah satu dompet BTC, Exodus, berhasil melewati kualifikasi token Reg A+ yang ditetapkan oleh Securities and Exchange Commision sehingga bisa mengkonversi US$ 75 juta saham ke dalam bentuk token di blockchain Alogrand.
Token utilitas (utility token)
Token ini digunakan untuk menyediakan layanan dalam satu jaringan, baik untuk membeli jasa, membayar biaya jaringan, atau untuk menukarkan hadiah. Token utilitas dapat juga digunakan dalam kegiatan jual beli, namun ia diciptakan untuk digunakan dalam satu jaringan blockchain agar bisa berfungsi dengan normal.
ETH adalah salah satu token utilitas yang sudah lazim dikenal masyarakat dan digunakan dalam transaksi blockchain Ethereum. Selain itu, ada juga Filecoin yang khusus digunakan untuk membeli ruang penyimpanan dan keamanan dari informasi di penyimpanan tersebut.
Koin meme (meme coin)
Koin ini terinspirasi dari lelucon atau pandangan lucu atas mata uang kripto lainnya dan biasanya populer dalam jangka waktu yang singkat. Koin ini menjamur pada April hingga Mei 2021 silam, bahkan dua bulan ini disebut sebagai ‘musim koin meme’. Kala itu, muncul ratusan mata uang kripto baru yang membukukan keuntungan yang sangat besar yang diperoleh murni berdasarkan spekulasi.
Salah satu koin meme yang dikenal publik adalah Dogecoin, cabang dari Litecoin. Meskipun alasan awal penciptaan Dogecoin berasal dari sebuah lelucon, koin ini masih bisa digunakan sebagai salah satu metode pembayaran digital.
Token pemerintahan (governance token)
Token ini bisa juga diartikan sebagai token tata kelola, di mana pemegangnya memiliki hak tertentu yang bisa digunakan dalam blockchain. Misalnya, memberikan suara dalam perubahan sistem atau dalam keputusan organisasi otonom terdesentralisasi alias decentralized autonomous organization (DAO). Dengan tujuan itu, maka token ini hanya bisa digunakan dalam satu blockchain dan tidak bisa digunakan dalam blockchain lainnya.