Aturan KPU Dinilai Ancam Pemenuhan Keterwakilan Perempuan di Parlemen
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyoroti Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, serta DPRD Kabupaten dan Kota, Menurut Lestari PKPU terkait teknis penghitungan persyaratan 30 persen bakal calon legislatif perempuan di satu daerah pemilihan berpotensi menghalangi pencapaian target afirmasi perempuan di parlemen.
"Aturan KPU itu tidak sejalan dengan semangat para perempuan yang hingga saat ini berupaya untuk meningkatkan keterwakilan di parlemen," kata Lestari seperti dikutip Senin (8/5).
Secara lebih spesifik, Lestari menyoroti ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU No. 10 Tahun 2023. Aturan ini menurut Lestari membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) menjadi di bawah 30 persen. Hal itu terjadi karena pasal tersebut mengatur soal pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu daerah pemilihan.
Menurut Lestari keberadaan pasal 8 menunjukkan rendahnya komitmen keterwakilan perempuan di parlemen oleh penyelenggara pemilu dan pemangku kebijakan. Karenanya, Lestari khawatir upaya sejumlah pihak untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen akan kendur.
"Apalagi, upaya pengkaderan dan mencari calon anggota legislatif perempuan hingga saat ini menghadapi berbagai kendala dan terbilang sulit," kata dia.
Dia berpendapat bahwa PKPU No. 10 Tahun 2023 bertentangan dengan ketentuan Pasal 245 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Undang-undang mengamanatkan bahwa daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.
PKPU Ancam Keterwakilan Perempuan di 38 Dapil
Senada dengan Lestari, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 bisa mengurangi keterwakilan perempuan di parlemen berdampak pada 38 daerah pemilihan (dapil). Menurut dia, secara matematis, dapil yang terdampak adalah dapil dengan jumlah kursi 4, 7, 8, dan 11.
Dengan kalkulasi pembulatan ke bawah, ia menyebut akan ada 38 daerah pemilihan yang terdampak. Jumlah ini setara dengan 45 persen dari total 84 dapil DPR RI yang tersebar di seluruh wilayah dan memiliki alokasi 580 kursi di Senayan.
Menurut Khoirunnisa, pemenuhan keterwakilan 30 persen perempuan dianggap semakin riskan lantaran ada potensi tidak semua partai politik menyerahkan daftar bakal calon legislatif (bacaleg) dalam jumlah maksimal kursi yang dimungkinkan di tiap dapil. Dia mencontohkan untuk jumlah kursi 10 partai politik bisa saja mencalonkan 8 orang sehingga mengurangi kuota perempuan yang diajukan.
Ninis berpandangan bahwa terjadi kemunduran cara pandang atau perspektif terhadap pentingnya keterwakilan perempuan dalam pemilu. "Ini tentu sangat mengecewakan karena ini perjuangan yang sudah cukup panjang dilakukan," tutur Ninis.
Adapun bunyi Pasal 8 ayat (2) PKPU No. 10 Tahun 2023 adalah sebagai berikut:
"Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
(a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
(b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas."
Menurut Ninis implikasi dari peraturan tersebut adalah kurangnya keterwakilan perempuan dari 30 persen di beberapa dapil. Misalkan, pada dapil yang memberlakukan 8 caleg, maka 30 persen dari jumlah tersebut adalah 2,4.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) PKPU No. 10 Tahun 2023, dilakukan pembulatan ke bawah dari 2,4 menjadi 2 orang, karena angka di belakang koma kurang dari 50. Dengan demikian, cukup mendaftarkan 2 orang untuk memenuhi kuota minimal. Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengingatkan seluruh partai politik di tingkat nasional mulai mendaftarkan nama caleg yang akan diusung. Anggota KPU Idham Holik berharap pendaftaran tidak dilakukan menumpuk di hari terakhir pendaftaran yaitu Minggu (14/5).
"Kami sudah mengingatkan, menyerahkan daftar bakal calon anggota DPR diupayakan jangan di hari terakhir agar apabila ada administrasi yang sekiranya kurang lengkap, masih ada waktu untuk melengkapi," kata Idham di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (5/5).
Sampai hari kelima pendaftaran, ia mengatakan KPU RI belum menerima satu pun pendaftaran bakal calon anggota DPR. KPU RI juga belum menerima surat pemberitahuan resmi dari pimpinan parpol mengenai rencana kedatangan para pimpinan partai untuk mendaftarkan bakal calon anggota DPR dari partai-nya.
Seperti diketahui, KPU RI telah membuka pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR RI untuk Pemilu 2024 mulai Senin (1/5). Pendaftaran bacaleg mulai 1-14 Mei 2023. Untuk 1-13 Mei, jam operasional pendaftaran adalah dari pukul 08.00-16.00 waktu setempat.
Sedangkan pada 14 Mei, jam operasional pendaftaran dimulai pukul 08.00-23.59 waktu setempat. KPU berharap proses pendaftaran bisa berjalan lancar.