IPO Perusahaan Teknologi Bakal Marak, Investor Hadapi 4 Tantangan
Pengumpulan dana oleh perusahaan teknologi melalui bursa saham nasional diperkirakan masih akan melonjak dalam beberapa tahun mendatang. Namun, ada empat tantangan bagi investor yang ingin menanamkan dananya pada saham perusahaan teknologi.
Penjelasan ini terungkap dalam sebuah studi berbentuk whitepaper terkait penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) perusahaan teknologi di dalam negeri berjudul The Billion Dollar Moment: A Paradigm Shift for Indonesian IPO's. Studi itu merupakan hasil kerja sama Mandiri Group, yakni PT Mandiri Capital Indonesia (MCI), PT Mandiri Sekuritas (Mansek), dan Mandiri Institute.
Secara umum, studi tersebut mendeskripsikan pandangan makro terkait strategi pengumpulan dana perusahaan teknologi di Asia Tenggara, proses IPO untuk perusahaan rintisan teknologi, dan perbandingan kebijakan IPO di dalam dan luar negeri. Salah satu kesimpulan studi ini adalah pengumpulan dana oleh perusahaan teknologi akan melonjak dalam waktu dekat.
"Jumlah start-up yang IPO di Indonesia naik signifikan (di dalam negeri) selama empat tahun ke belakang. Tren IPO akan tetap tumbuh karena dukungan pemerintah Indonesia," kata Direktur Treasury dan International Banking PT Bank Mandiri Panji Irawan saat peluncuran studi itu, Selasa (7/12).
Dalam whitepaper dipaparkan, setidaknya ada 14 perusahaan teknologi yang melakukan IPO di dalam negeri pada 2002-2021. Sejak 2002-2016, hanya ada tiga perusahaan teknologi yang menjadi perusahaan terbuka. Kemudian angkanya bertambah hingga 11 emiten yang menyusul go-public dalam kurun empat tahun, yakni periode 2017-2021.
Secara total, baru ada 14 perusahaan teknologi yang menjadi perusahaan terbuka dalam lima kelompok, yakni e-commerce, teknologi finansial solusi usaha kecil dan menengah, keamanan data dan teknologi informasi, dan perdagangan digital.
Adapun, perusahaan teknologi yang melakukan IPO adalah PT Limas Indonesia Makmur pada 2002 dengan kapitalisasi pasar senilai Rp 242 miliar. Sementara itu, yang paling baru adalah PT Bukalapak.co pada 2021 dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 87 triliun. Secara total, kapitalisasi perusahaan teknologi di bursa domestik mencapai Rp 98 triliun.
Di samping itu, tren penghimpunan dana melalui aksi merger dan akuisisi antara perusahaan teknologi terus tumbuh di Asia Tenggara. Studi itu memproyeksikan total nilai aksi merger dan akuisisi tahun ini mencapai US$ 75 miliar.
Tahun ini, setidaknya telah ada tiga aksi merger dan akuisisi antar perusahaan digital dengan total nilai transaksi setidaknya US$ 245 juta. Aksi itu dilakukan oleh PT Carsome Indonesia, PT Mid Solusi Nusantara (Mekari), dan PT Warung Pintar.
Tren ini diproyeksikan terus berlanjut sebelum perusahaan teknologi melakukan IPO. Selain itu, investor global dicanangkan juga akan menyerbu perusahaan teknologi lokal saat mempersiapkan proses IPO.
Tantangan Investor Perusahaan Teknologi
Selain memberikan arahan bagi perusahaan teknologi yang mau melakukan IPO, studi ini juga memberikan pertimbangan bagi investor. Setidaknya ada empat tantangan bagi investor yang mau menanamkan dananya di perusahaan teknologi.
Pertama, volatilitas harga saham perusahaan teknologi dalam jangka pendek. Investor publik harus menerima fenomena ini sebagai hal yang normal dan mengingat potensi perusahaan teknologi secara jangka panjang.
Kedua, risiko pasar. Tantangan ini dapat berupa revisi kebijakan moneter, perbaruan kebijakan fiskal, dan lainnya.
Ketiga, kurangnya peta jalan untuk menggambarkan profitabilitas. Mayoritas perusahaan teknologi melakukan IPO saat laporan keuangan bergerak di zona merah.
Investor akan skeptis terkait rencana peningkatan kapasitas perusahaan teknologi itu. Hal ini merupakan faktor yang membuat harga saham perusahaan teknologi jatuh.
Terakhir, faktor kebaruan perusahaan teknologi. Banyak investor yang memburu "google" selanjutnya di pasar yang membuat IPO dengan kapitalisasi besar suatu yang heboh menjadi keniscayaan. Namun demikian, investasi harus dibarengi dengan riset.