Mencermati Cara Menghitung PPh Lengkap dan Tepat
PPh merupakan besaran nilai pajak yang harus di bayarkan oleh wajib pajak atas penghasilan yang ia dapatkan dengan kriteria tertentu. Wajib pajak yang dimaksud dapat berupa perseorangan maupun badan.
Baik perseorangan maupun badan harus mengetahui cara menghitung PPh. Sebab, hal ini diperlukan saat pelaporan pajak yang dilakukan setiap tahunnya.
Cara Menghitung PPh
Cara menghitung PPh harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum PPh terutang yakni Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan juncto UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Terkait perhitungannya, antara wajib pajak orang pribadi dan badan usaha tentu memiliki perbedaan. Berikut ini perincian terkait cara menghitung PPh terutang untuk wajib pajak orang pribadi dan untuk wajib pajak badan.
Cara Menghitung PPh Perseorangan atau Pribadi
Cara menghitung PPh perseorangan atau pribadi didasarkan atas jumlah penghasilan yang didapatkan. Penentuan tarifnya diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Adapun, tarif yang dikenakan, adalah sebagai berikut:
- 5% bagi penghasilan 0-Rp 50.000.00 per tahun
- 15% bagi penghasilan Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 per tahun
- 25% bagi penghasilan Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 per tahun
- 30% bagi penghasilan Rp 500.000.000 sampai Rp 5.000.000.000 per tahun
- 35% bagi penghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000 per tahun
Sebagai informasi, bagi wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibandingkan wajib pajak yang memiliki NPWP.
Selain tarif yang telah disebutkan, wajib pajak orang pribadi juga dikenakan PPh terutang lain di luar penghasilan dari pekerjaan. Penghasilan yang diterima seorang wajib pajak di luar pendapatan dari kegiatan pekerjaan, juga dikenakan PPh.
Hal ini karena penghasilan diartikan sebagai objek pajak itu sendiri, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Misalnya, tambahan uang yang diterima ketika seorang wajib pajak menerima pesangon kala terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Meski demikian, pengenaan tarif pajak atas uang pensiun ini tidak seperti tarif PPh pada umumnya.
Terhadap uang pesangon, tarif PPh terutang yang dibebankan adalah bersifat final. Hal ini telah diatur dalam PMK 16/PMK.03/2010.
Sedangkan, untuk uang pesangon diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010 menyebutkan tarif PPh ditetapkan sebesar:
- 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta.
- 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta.
- 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta.
- 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500 juta.
Aturan besaran tarif PPh terutang ini juga berlaku terhadap tambahan penghasilan berupa uang pensiun. Selain itu, apabila wajib pajak berhenti kerja dan memutuskan untuk menarik uang jaminan hari tua (JHT) yang terdapat dalam Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, juga dikenakan PPh.
Terkait uang manfaat JHT, besaran tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan, tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010. Dalam pasal tersebut, tarif PPh Pasal 21 untuk JHT dibagi menjadi dua, sesuai penghasilan bruto (manfaat JHT) yang diterima.
Atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta, tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah sebesar 0%. Sementara, untuk penghasilan bruto di atas Rp 50 juta, tarif PPh Pasal 21 ditetapkan sebesar 5%.
Tak hanya itu, PPh terutang juga dikenakan apabila wajib pajak orang pribadi juga mendapatkan penghasilan dari aktivitas perdagangan saham, perdagangan aset kripto, serta menerima pembagian laba dari investasi atau dividen. Atas beberapa aktivitas ini, PPh terutang yang dikenakan bersifat final.
Sementara, penghasilan yang diterima dari aktivitas perdagangan saham, dan aset kripto, tarif PPh terutang yang dikenakan adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi yang dilakukan. Sementara, penghasilan yang diperoleh dari dividen, tarif PPh terutang yang dikenakan adalah 10%.
Cara Menghitung PPh Badan Usaha atau Perusahaan
Terdapat beberapa cara menghitung PPh terutang oleh badan usaha. Berikut ini, adalah perincian cara penghitungan PPh terutang untuk wajib pajak badan selengkapnya
PPh Badan Usaha Pendapatan Bruto hingga Rp 4,8 Miliar
Badan usaha atau perusahaan yang memiliki pendapatan bruto hingga Rp 4,8 miliar, menggunakan rumus berikut ini :
50% x 25% x PKP
Contohnya, PT Sejaterah memiliki pedapatan bruto senilai Rp 4,8 miliar dan PKP Rp 800 juta pada tahun 2022. Maka, nominal PPh yang harus di bayarkan adalah 50% x 25% x Rp 800 jura = Rp 100 juta.
PPh Badan Usaha Pendapatan Bruto Rp 4,8 Miliar - Rp 50 Miliar.
Jika bruto sebuah perusahaan diatas 4,8 miliar namun dibawah 50 miliar, maka menggunakan rumus cara menghitung PPh sebagai berikut:
[{50% x 25%) x PKP memperoleh fasilitas] + [25% x PKP tidak memperoleh fasilitas]
Contohnya, PT Sejati Harmoni Berjaya pada tahun pajak 2022 memiliki peredaran bruto senilai Rp 30 miliar, maka cara menghitung PPh terutang, adalah dengan menghitung bagian penghasilan yang mendapatkan fasilitas dahulu, yakni sebagai berikut: (Rp 4.800.000.000 / Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000 = Rp480.000.000.
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto dan tidak mendapat fasilitas yakni Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000.
Setelah mengetahui jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak mendapat fasilitas, maka cara menghitung PPh terutangnya adalah (50% x 25%) x Rp480.000.000 = Rp60.000.000
Dari perhitungan tersebut, didapatkan 25% x Rp 2.520.000.000 = Rp 630.000.000. Sehingga, jumlah PPh terutang adalah Rp 690.000.000.
PPh Badan Usaha Pendapatan Bruto di Atas Rp 50 Miliar
Badan usaha dengan pendapatan bruto di atas Rp 50 miliar, tarif PPh terutang yang dikenakan adalah 25%. Contohnya, PT Sarana pada 2021 mencatatkan pendapatan bruto sebesar Rp 60 miliar.
Maka, PPh terutang adalah sebesar 25% x Rp60 miliar = Rp1.5 miliar.
Cara Menghitung PPh Badan Usaha Berbentuk Perseroan Terbuka
Bagi badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbuka atau PT, maka akan dikenakan PPh sebesar 5% lebih rendah dari pada wajib pajak dalan negeri. Namun, untuk mendapatkan penurunan tarif PPh tersebut, PT harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan yang dimaksud, antara lain:
- Memiliki setidaknya 40% saham dalam Bursa Efek Indonesia untuk diperdagangkan (BEI).
- Memiliki kepemilikan saham oleh 300 pihak publik dalam bentuk milik badan maupun milik pribadi.
- Saham yang dimiliki oleh badan maupun pribadi hanya boleh dikurangi 5% dari jumlah seluruh saham yang diberikan, dan harus dipenuhi dalam jangka waktu 183 hari kalender dalam 1 tahun pajak.