Memahami Pengertian, Jenis, dan Cara Menghitung PPh Terutang

Annisa Fianni Sisma
28 Oktober 2022, 11:10
cara menghitung PPh terutang
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
Ilustrasi, petugas membantu wajib pajak yang akan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di KPP Pratama Pondok Aren, Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (31/3/2022).

Pajak Penghasilan atau PPh terutang merupakan nominal dari kewajiban pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak kepada negara. Wajib pajak yang dimaksud, dapat berupa badan usaha maupun orang pribadi.

Ketentuan mengenai PPh terutang ini mungkin masih terdengar asing bagi beberapa orang. Padahal, banyak orang yang terlibat langsung dalam ketentuan ini tetapi tidak menyadarinya.

Advertisement

Oleh karena itu, untuk mengetahui seluk beluk terkait hal tersebut, berikut pengertian, dasar hukum, jenis-jenis, serta cara menghitung PPh terutang selengkapnya.

Pengertian dan Dasar Hukum PPh Terutang

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, PPh terutang merupakan besaran nilai pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara. Besarannya ditentukan berdasarkan penghasilan kena pajak (PJK), dan harus dilaksanakan dalam masa pajak, tahun pajak, atau bagian pajak yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seperti kebijakan pemerintah lainnya, pelaksanaan PPh terutang harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum PPh terutang yakni Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan juncto UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Selain UU tentang perpajakan, pemungutan PPh terutang juga memiliki aturan teknis berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Terkait aturan teknis ini, ada banyak PP dan PMK yang telah dikeluarkan pemerintah, beberapa di antaranya antara lain:

  • PP Nomor 68 tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
  • PP Nomor 41 Tahun 2016 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu.
  • PP Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
  • PMK Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
  • PMK Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
  • PMK Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota Tni, Anggota Polri, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
  • PMK Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
  • PMK Nomor 40/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Pegawai Dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu.

Selain PP dan PMK, aturan teknis terkait PPh juga tertera dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak atau Perdirjen Pajak, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.

Jenis-jenis PPh Terutang

Terdapat beberapa jenis PPh terutang yang berlaku di Indonesia, yakni sebagai berikut:

1. PPh Terutang Pasal 21

PPh terutang Pasal 21 adalah pada saat dilakukan pembayaran, atau pada saat terutangnya pajak penghasilan yang bersangkutan dan PPh 21 bagi pemotong untuk setiap masa pajak.

2. PPh Terutang Pasal 22

PPh terutang Pasal 22 adalah terutangnya pajak penghasilan oleh wajib pajak badan usaha tertentu, baik pemerintah maupun swasta atas perdagangan ekspor, impor dan reimpor.

3. PPh Terutang Pasal 23

PPh terutang Pasal 23 adalah terutangnya pajak penghasilan atas dividen pada saat pembayaran, dan saat disediakan untuk dibayarkan, saat bunga dan sewa jatuh tempo, saat royalti dan imbalan jasa teknil atau jasa manajemen maupun jasa lainnya ditentukan dalam kontrak/perjanjian/faktur.

4. PPh Terutang Pasal 25/29

PPh Pasal 25 merupakan pajak yang dikenakan untuk wajib pajak atas penghasilan yang didapatkan dan dibayarkan secara angsuran. Sedangkan, pajak penghasilan atau PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan yang kurang bayar dan tercantum dalam SPT Tahunan PPh.

PPh Pasal 29 bisa terjadi pada saat PPh terutang untuk satu tahun pajak ternyata memiliki jumlah yang lebih besar daripada kredit pajak.

5. PPh Terutang Pasal 26

PPh terutang Pasal 26 adalah terutangnya PPh pada bulan dilakukannya pembayaran, atau akhir bulan terutangnya penghasilan tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu untuk pemotongan pajak penghasilan wajib pajak luar negeri, yakni warga negara asing (WNA).

6. PPh Terutang Pasal 15

PPh terutang Pasal 15 adalah PPh terutang dari pengangkutan orang/barang, termasuk penyewaan kapal yang dilakukan dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan laiannya di dalam negeri maupun luar negeri, dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan Indonesia dan luar negeri ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

7. PPh Terutang Pasal 4 ayat 2

Terutangnya PPh Pasal 4 ayat 2 ini ketika dilakukannnya sewa atas tanah dan/atau bangunan, di mana wajib pajak yang menyewakan wajib memotong PPh terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana yang lebih dahulu terjadi.

Sedangkan untuk penghasilan dari usaha jada konstruksi, pengguna jasa wajib memotong PPh terutang pada saat pembayaran.

Cara Menghitung PPh Terutang

Terkait perhitungannya, antara wajib pajak orang pribadi dan badan usaha tentu memiliki perbedaan. Berikut ini perincian terkait perhitungan PPh terutang untuk wajib pajak orang pribadi dan untuk wajib pajak badan.

1. Cara Menghitung PPh Terutang Wajib Pajak Orang Pribadi

Perhitungan tarif PPh terutang wajib pajak orang pribadi, didasarkan atas jumlah penghasilan yang didapatkan. Penentuan tarifnya diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Adapun, tarif yang dikenakan, adalah sebagai berikut:

  • 5% bagi penghasilan 0-Rp 50.000.00 per tahun
  • 15% bagi penghasilan Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 per tahun
  • 25% bagi penghasilan Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 per tahun
  • 30% bagi penghasilan Rp 500.000.000 sampai Rp 5.000.000.000 per tahun
  • 35% bagi penghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000 per tahun

Sebagai informasi, bagi wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibandingkan wajib pajak yang memiliki NPWP.

Selain tarif yang telah disebutkan, wajib pajak orang pribadi juga dikenakan PPh terutang lain di luar penghasilan dari pekerjaan. Penghasilan yang diterima seorang wajib pajak di luar pendapatan dari kegiatan pekerjaan, juga dikenakan PPh.

Ini karena definisi penghasilan sebagai objek pajak itu sendiri, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Misalnya, tambahan uang yang diterima ketika seorang wajib pajak menerima pesangon kala terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Meski demikian, pengenaan tarif pajak atas uang pensiun ini tidak seperti tarif PPh pada umumnya. Terhadap uang pesangon, tarif PPh terutang yang dibebankan adalah bersifat final. Hal ini telah diatur dalam PMK 16/PMK.03/2010.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement