Mengenal Myanmar, Negara yang Terletak Paling Utara di ASEAN
Association of Southeast Asian Nations atau ASEAN adalah sebuah organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang dibentuk pada 8 Agustus 1967.
Organisasi ini didirikan bertepatan dengan kesepakatan Deklarasi Bangkok yang disetujui oleh lima negara pendiri, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Pada hari tersebut, menteri luar negeri dari lima negara pendiri tersebut bertemu di aula utama gedung Departemen Luar Negeri di Bangkok, Thailand.
Lima menteri luar negeri tersebut adalah Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).
Seiring berjalannya waktu, negara anggota ASEAN bertambah hingga menjadi 11 anggota. Salah satunya yaitu negara Myanmar yang bergabung pada 23 Juli 1997 dan merupakan negara yang terletak paling utara di ASEAN.
Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai negara ini, berikut ulasan lengkapnya di bawah ini.
Sejarah Myanmar
Jika ditilik dari sisi sejarahnya, negara ini dulunya bernama Burma. Namun pada tahun 1989, Burma berganti nama menjadi Myanmar. Saat Myanmar merdeka pada tanggal 4 Januari 1948. negara ini masuk menjadi anggota ASEAN pada tanggal 23 Juli 1997.
Dengan bergabungnya Myanmar sebagai negara yang terletak paling utara di ASEAN, maka negara ini bisa ikut meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perdamaian hingga kerja sama dengan negara anggota sesuai tujuan dibentuknya ASEAN.
Peradaban awal Myanmar termasuk penduduk berbahasa Tibeto-Burma di Burma Utara dan Kerajaan Mon di Burma Selatan. Kemudian pada abad ke-9, orang-orang Bamar memasuki lembah atas sungai Irrawaddy, lalu diikuti dengan didirikannya Kerajaan Pagan pada tahun 1050-an.
Sejak saat itulah, Bahasa Burma termasuk budaya dan Buddha Theravada perlahan-lahan menjadi dominan di negara ini.
Kerajaan Pagan kemudian jatuh akibat invasi Mongol. Pada abad ke-16, setelah disatukan oleh Dinasti Toungoo, negara ini sesaat pernah menjadi kekaisaran terbesar dalam sejarah Asia Tenggara.
Pada abad ke-19, dinasti Konbaung menguasai daerah yang didalamnya termasuk negara Myanmar modern saat ini, dan sesaat menguasai Manipur dan Assam. Kemudian Inggris menguasai Myanmar setelah 3 perang Anglo-Burma pada abad ke-19 dan negara ini kemudian menjadi koloni Inggris.
Letak Geografis Myanmar
Letak geografis Myanmar cukup strategis di mana wilayahnya berbatasan langsung dengan 5 negara tetangga, yakni dengan Cina di sebelah utara, Laos di sebelah timur, Thailand di sebelah tenggara, Bangladesh sebelah barat, dan dengan India di sebelah barat laut.
Sedangkan sebelah selatan Myanmar berhadapan dengan Laut Andaman, dan sebelah barat dayanya menghadap ke Teluk Bengal. Untuk luas wilayahnya Myanmar memiliki wilayah seluas 678.500 km² dengan area perairannya hanya 3,06% (wilayah pesisir selatan yang berhadapan dengan Laut Andaman dan barat daya dengan Teluk Bengal).
Ibu Kota Myanmar
Myanmar awalnya beribu kota di Yangon (Rangoon) namun kemudian dipindahkan ke Pyinmana.
Berdasarkan perhitungan tahun 2004, jumlah penduduk Myanmar sebesar 54 juta. Populasi ini terdiri dari sejumlah kelompok etnis yang berbeda-beda, baik dalam bahasa, agama, maupun mobilitas sosialnya.
Adapun kelompok etnis yang dominan adalah Bamar dengan bahasa Burmese sebagai bahasa sehari-hari. Kelompok etnis lain di antaranya:
- Shan (berjumlah 10%) yang berbahasa dialek Shan yang memiliki kemiripan dengan bahasa Laos dan Thailand
- Kayin (Karen) sekitar 7% memiliki kemiripan bahasa dengan bahasa yang digunakan kelompok Bamar
- Kemudian ada Rakhine, Kachin, Chin, Chinese, Mon, Indian dan seterusnya.
Mayoritas penduduk Myanmar kebanyakan merupakan beragama Budha Theravada terutama dianut oleh kelompok-kelompok Bamar, Rakhine, Shan, Mon, Chinese.
Biasanya hanya Chin dan Kayin yang beragama Kristen, dan Rohingya beragama Islam, dan hanya dalam jumlah kecil saja yang beragama Hindu ataupun animisme.
Sistem Pemerintahan Myanmar
Republik Kesatuan Myanmar sebenarnya memiliki sistem presidensial di mana menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Namun dalam sejarah politiknya, Myanmar menjadi memiliki beberapa sistem pemerintahan lain yang diakibatkan oleh kudeta, perbedaan kubu, dan daerah.
Dalam buku Demokrasi Mati Suri, dijelaskan bahwa ada dua kendali pada sistem pemerintahan Myanmar di bawah Junta Militer, yakni Dewan Pembangunan dan Perdamaian Negara (State Peace and Development Council/SPDC) yang dipegang oleh Jenderal Besar (Senior General) Than Shwe dan seorang Perdana Menteri bernama Letnan Jenderal (Lieutenant General) Soe Win.
Meski Myanmar memiliki seorang perdana menteri, dalam praktiknya semua kehidupan bernegara berada di bawah kendali satu tangan Than Shwe. Dengan sistem pemerintahan yang demikian, otomatis tak ada satupun kekuatan oposisi yang eksis berhadapan dengan kekuatan pemerintah seperti Junta Militer ini.
Bahkan pada Februari 2021 lalu, Junta militer resmi berkuasa di Myanmar setelah angkatan bersenjata Tatmadaw menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dalam kudeta.
Angkatan bersenjata Tatmadaw juga menahan sejumlah pejabat pemerintahan sipil lain seperti Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah tokoh senior partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Pada saat ini kekuasaan di Myanmar dipegang oleh panglima tertinggi Min Aung Hlaing. Ia merupakan tokoh yang memiliki pengaruh politik signifikan dan berhasil mempertahankan kekuatan Tatmadaw (militer Myanmar) meskipun saat negara itu dalam transisi menuju demokrasi.