Mendag Pertanyakan Kebenaran Data Stok Jagung Jutaan Ton Dari Kementan
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mempertanyakan kebenaran stok jagung untuk pakan ternak yang disebutkan Kementerian Pertanian (Kementan). Pasalnya, data di lapangan menunjukan stok jagung jauh dari angka yang disebut Kementan.
“Kalau kita punya stok, gak mungkin harganya meroket seperti ini. Jangankan ngomong jutaan, 7.000 untuk kebutuhan satu bulan di Blitar aja gak ada,” kata Lutfi dalam Rapat Kerja dengan DPR RI, Selasa (21/9).
Harga jagung untuk pakan ternak meroket melebihi Harga Acuan Pembelian (HAP) yang ditetapkan pemerintah Rp 4.500 per kilogram. Harga jagung di pasaran mencapai Rp 5.500 – Rp. 6.000 per kilogram.
Pada hari Senin (20/9), Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi mengklaim pasokan jagung mencapai 2,37 juta ton.
Lutfi menegaskan dirinya sudah memprediksi soal kenaikan harga jagung dikarenakan adanya kenaikan harga komoditas lainnya , seperti kedelai. Namun berbeda dengan jagung, menurutnya meski mengalami kenaikan harga, pasokan kedelai tidak pernah mengalami kekurangan.
“Kalau benar ada barangnya, tidak mungkin hari ini loncat sampai ke Rp 6.100. Ini masalah suplai dan demand. Saya perkirakan akan jauh lebih seram lagi bulan depan karena sekarang itu masa tanam kan, paceklik,” ujar Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut.
Dalam upaya menurunkan harga, Lutfi mengatakan sudah menulis surat kepada Menteri Koordinator Perekonomian untuk mensubsidi ketersediaan jagung pakan ternak, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.
Sebelumnya, Qolbi mengklaim pasokan jagung untuk pakan ternak cukup dan stabil. Ia mengatakan kenaikan harga jagung bukan disebabkan oleh kurangnya stok.
"Stok buffer kami cukup, bahkan lebih untuk tahun ini," kata Harvick dilansir dari Antara, Selasa (21/9).
Data Kementan mencatat stok ada 2,37 juta ton. Jumlah ini tersebar di Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) sebanyak 722 ribu ton. Lalu, di pengepul 744 ribu ton, di agen 423 ribu ton, dan sisanya di usaha lain sampai eceran ke rumah tangga.
Lebih lanjut, Harvick mengatakan bahwa penyebab harga jagung tinggi adalah disparitas harga antara harga acuan pembelian (HAP) dari Kementerian Perdagangan dengan harga yang ada di pasaran.
Selain itu, ada ketidaksinkronan antara pengusaha pakan besar dan kecil terhadap peternak rakyat. Sebab, peternak rakyat tengah membengkak biaya produksinya, sehingga tidak bisa menjual telur di atas Harga Pokok Produksi (HPP).
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi menambahkan, penyebab lain dari tingginya harga jagung adalah posisi panen jagung yang tidak merata di seluruh daerah Indonesia dan panen terjadi secara musiman dan sebaran waktu panen pun tidak merata.