Sulit Ditagih, Utang Macet BLBI Mencapai Rp 30 Triliun
Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) mencatat terdapat piutang negara sebesar Rp 110 triliun kepada puluhan obligor dan debitur.
Sebagian dari utang tersebut dikategorikan utang macet karena proses penagihan yang sulit kepada pengemplang.
Kepala Subdirektorat Piutang Negara II Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Sumarsono mengatakan, sebagian dari penagihan utang BLBI sudah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
Adapun sebagian lainnya masih diurus oleh Satgas BLBI.
"Kategori piutang macet yang ke PUPN itu adalah kategori piutang yang pengurusannya belum optimal atau dinyatakan macet oleh penyerah piutang, jadi kalau yang ada di kami kurang lebih piutang BLBI sekitar Rp 30 triliun yang dalam pengurusan PUPN," kata Sumarsono dalam sebuah diskusi virtual dengan media, Jumat (12/11).
Sumarsono mengatakan pihaknya akan terus menyelesaikan piutang tersebut sambil menunggu utang-utang BLBI lainnya yang bakal diserahkan kepada PUPN.
Adapun salah satu debitur BLBI yang utangnya sudah diserahkan kepada PUPN yakni PT Timor Putera Nasional (TPN) milik Tommy Soeharto.
Juru sita PUPN telah menyita empat bidang tanah milik anak bungsu presiden kedua RI itu pekan lalu. Ini dalam rangka penyelesaian atas utangnya kepada negara senilai Rp 2,6 triliun.
Sumarsono mengatakan, penyitaan aset Tommy merupakan salah satu rangkaian proses yang dilakukan PUPN untuk menagih piutang negara.
Ia menjelaskan, setelah diserahkan oleh Satgas BLBI, pengurus PUPN sebetulnya telah melakukan panggilan kepada Tommy dan telah menerbitkan surat paksa.
Kendati demikian proses tersebut tidak diindahkan, karena itu, PUPN mengeluarak surat perintah penyitaan atas aset jaminanya di Karawang.
"Penyitaan itu rangkaian proses dari pengurusan putang negara dimana tidak serta merta disita tapi sudah dilakukan proses-proses sebelumnya namun debitur tidak mau melunasi utangnya. Maka terhadap aset-aset yang dijadikan jaminan itu disita untuk recovery utangnya," kata Sumarsono.
Sumarsono mengatakan, hingga 11 November 2021, PUPN tengah mengurus 50.679 berkas piutang negara.
Adapun nilai outstanding piutang tersebut sebesar Rp 76,89 triliun, termasuk piutang yang diurus daerah. Nilai ini juga sudah termasuk utang Rp 30 triliun yang berasal dari BLBI tersebut.
"Piutang-piutang yang diserahkan ke PUPN merupakan piutang yang sudah dilakukan pengelolaan optimal, dan jika sudah dilakuka optimalisasi belum bisa memberikan tingkat pengembalian, maka itu diserahkan kepada PUPN," kata Sumarsono.
Sumarsono mengatakan terdapat beberapa kriteria dari jenis utang kepada negara yang bisa dilimpahkan ke PUPN. Pertama, termasuk utang yang sudah macet.
Kedua, sudah dilakukan penagihan secara optimal oleh Kementerian dan lembaga (K/L) tetapi tetap tidak berhasil.
Ketiga, nilai utangnya pasti, yakni nilai akhir setelah menghitung bunganya. Keempat, dilengkapi dengan dokumen sumber dan dokumen pendukung.
Kelima, dilengkapi resume piutang negara, berupa identitas K/L yang menyerahkan, debitur, jumlah, rincian utang, alasan macet, upaya penagihan dan lain-lain.
Adapun PUPN itu sendiri merupakan lembaga interdepartemen yang keanggotannya bukan hanya dari pegawai Kementerian keuangan, melainkan juga dari pemerintah daerah, kepolisian dan kejaksaan.