Rupiah Dibuka Melemah Rp 14.258/US$, Dipicu Sentimen Penunjukan Powell
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,06% ke level Rp 14.258 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Rupiah melemah usai Presiden Joe Biden menominasikan kembali Jerome Powell sebagai bos The Fed.
Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke arah Rp 14.275 per dolar AS pada pukul 09.24 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan kemarin di Rp 14.249.
Mata uang Asia lainnya kompak melemah. Yen Jepang terkoreksi 0,16%, dolar Hong Kong 0,01%, dolar Singapura 0,12%, dolar Taiwan dan ringgit Malaysia kompak melemah 0,06%.
Sementara itu, won Korea Selatan melemah 0,41%, peso Filipina 0,09%, rupee India 0,22%, Cina 0,02% dan bath Thailand 0,04%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan melemah di kisaran Rp 14.300, dengan potensi penguatan di level Rp 14.220 per dolar AS.
Pelemahan nilai tukar dipengaruhi keputusan Presiden AS Joe Biden yang kembali menunjukkan Jerome Powell sebagai Gubernur bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
"Pasar menganggap terpilihnya kembali Powell akan mendukung rencana Bank Sentral AS untuk melakukan pengetatan moneter karena inflasi yang terus naik di AS," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (23/11).
Powell kembali ditunjuk untuk periode keduanya memimpin The Fed. Penunjukkan tersebut juga diumumkan langsung oleh Presiden Biden melalui akun twitter resminya pada Senin (22/11).
Melalui cuitan itu, Biden mengapresiasi kinerja Powell sebagai pengendali moneter dalam menyelamatkan perekonomian AS di tengah pandemi.
Powell juga dinilai telah berkontribusi dalam mendorong pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat.
Biden masih mempertahankan Powell sekalipun keduanya berbeda haluan politik. Powell merupakan tokoh Republik.
Pejabat berusia 68 tahun itu dinominasikan sebagai Gubernur The Fed pertama kali pada tahun 2017 oleh Presiden Trump.
Kendati demikian, Biden juga memilih wakil ketua The Fed baru yakni Lael Brainard. Perempuan berusia 59 tahun itu diketahui merupakan tokoh Demokrat.
Terpilihnya kembali Powell ini memberi kepastian bahwa sjeumlah kebijakan yang sudah disiapkan The Fed akan kembali dilanjutkan.
Seperti diketahui, bank sentral terbesar dunia itu berencana memulai tapering off berupa pengurangan quantitative easing sebesar US$ 15 miliar akhir bulan ini.
Injeksi tersebut direncanakan berakhir pertengahan tahun depan.
Inflasi jadi tantangan utama The Fed saat ini. Pasar mengantisipasi bank sentral akan mempercepat kenaikan bungan acuan seiring tekanan kenaikan harga-harga beberapa bulan terakhir.
Kendati demikian, Powell juga terkenal dengan pernyataannya yang berulang kali mencoba menengakan pasar dengan mengatakan bahwa inflasi mungkin hanya sementara.
"Jika kami melihat tanda-tanda jalur inflasi, atau ekspektasi inflasi jangka panjang yang bergerak secara material dan terus-menerus melampaui level target the Fed, kami akan menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga stabilitas harga,” kata Powell dalam pertemuan FOMC awal bulan ini seperti dikutip dari CNBC Internasional.
Setelah pengumuman penunjukkan Powell itu, yield US Treasury kembali naik pada perdagangan kemarin.
Mengutip treasury.gov, tingkat yield obligasi tenor 10 tahun naik menjadi 1,63% setelah sempat turun di akhir pekan lalu. Kenaikan juga terjadi di semua US Treasury bertenor panjang.
Senada dengan Ariston, analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah juga akan melemah di posisi Rp 14.220-Rp 14.280 per dolar AS. Tekanan pada nilai tukar terimbas kenaikan kasus Covid-19 di Eropa.
"Kebijakan pengetatan aktivitas sosial di Eropa untuk mengatasi peningkatan kurva harian Covid-19. Kebijakan tersebut dikhawatirkan akan berdampak besar terhadap kinerja ekonomi di kawasan tersebut," kata Rully kepada Katadata.co.id.
Sejumlah negara di Eropa memberlakukan lockdown setelah adanya lonjakan kasus beberapa pekan terakhir.
Austria resmi memulai lockdown mulai kemarin (22/11) hingga maksimal 20 hari ke depan.
Belanda, Belgia dan sejumlah negara lainnya juga memberlakukan kebijakan pembatasan aktivitas. Kebijakan ini kemudian memicu gelombang protes di negara-negara tersebut.
Sementara dari dalam negeri, ia mengatakan sentimennya perbaikan data ekonomi dapat menahan pelemahan yang lebih dalam.
Keyakinan konsumen bulan lalu menunjukkan optimisme yang semakin kuat, indeks PMI Manufaktur juga ekspansi kuat, disusul surplus neraca dagang yang kembali cetak rekor tertingginya sepanjang sejarah.