RUU Perpajakan Disiapkan, Pusat Ingin Berwenang Tetapkan Pajak Daerah

Dimas Jarot Bayu
22 November 2019, 21:32
Pajak, Pajak Daerah, RUU Perpajakan, Sri Mulyani
ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), Kepala Staf Presiden Moeldoko (kiri) dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa bersiap mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Pemerintah pusat menginginkan wewenang untuk menetapkan tarif pajak di daerah. Rencananya, kewenangan tersebut bakal diatur dalam RUU Perpajakan. Hal ini sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Selama ini, penentuan pajak daerah menjadi wewenang pemerintah daerah. Hal ini diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. “(Perubahan) ini tujuannya untuk mengatur kembali (tarif pajak daerah)," kata dia di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (22/11).

Advertisement

(Baca: Jokowi Minta Industri Padat Karya Segera Diguyur Insentif Pajak)

Ia menjelaskan, rasionalisasi pajak daerah diperlukan untuk mendukung iklim investasi. Namun, ia memastikan pemerintah pusat tidak akan sewenang-wenang dalam menentukan tarif pajak daerah. Maka itu, pemerintah pusat akan berkonsultasi dengan asosiasi pemerintah daerah.

Dengan demikian, pendapatan asli daerah lewat pajak tetap bisa terjaga. "Namun sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk menciptakan lingkungan usaha dan penciptaan kesempatan kerja serta investasi yang baik," kata dia.

(Baca: Video: Omnibus Law, UU Sapu Jagat untuk Tarik Investasi )

Lewat RUU Perpajakan ini juga pemerintah akan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 20% pada 2023. Pemerintah pun akan mengenakan pajak lebih rendah 3% bagi perusahaan terbuka menjadi 17%.

Lebih lanjut, RUU ini akan mengubah rezim perpajakan bagi wajib pajak orang pribadi (WPOP) dari worldwide income tax system menjadi teritorial. Dengan demikian, warga negara Indonesia (WNI) atau warga negara asing (WNA) menjadi wajib pajak di Indonesia bergantung kepada masa tinggal mereka di Indonesia.

Sri Mulyani mengatakan, hanya WNI dan WNA yang tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia yang akan dikenakan rezim pajak teritorial. "Begitu dia tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan, dia otomatis menjadi subjek pajak dalam negeri. Namun pajak yang dibayar oleh WNA yang ada di dalam negeri hanya atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia saja," kata dia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement