WeChat Pay & Alipay Diyakini Tak Akan Rajai Pasar Dompet Digital Lokal
Konsultan bisnis dan periset pasar meyakini pemain lokal di bisnis dompet digital (e-wallet) seperti GoPay, OVO, DANA, dan LinkAja akan tetap berjaya di tengah masuknya pemain asing seperti WeChat Pay dan Alipay. Sebab, pemain asing memiliki segmentasi pasar yang berbeda. Selain itu, mereka harus mengikuti standar yang sudah dipatok pemain lokal untuk bisa merebut pasar.
Business Development Advisor Bursa Efek Indonesia Poltak Hotradero mengatakan, segmentasi pasar untuk WeChat Pay dan Alipay berbeda. Pemain asal Tiongkok tersebut masuk untuk melayani turis asing terutama dari Tiongkok. “Mereka ( Tiongkok) awalnya terkendala metode pembayaran di luar negeri makanya butuh WeChat dan Alipay,” kata dia di Jakarta, Rabu (12/2).
(Baca: Strategi DANA, GoPay, dan LinkAja Hadapi WeChatPay dan Alipay)
Ia menjelaskan, pembayaran melalui uang elektronik memang sangat penting bagi turis Tiongkok. Sebab, ada peraturan khusus mengenai jumlah uang tunai yang bisa dibawa turis asing ke Tiongkok atau turis Tiongkok ke luar negeri.
Para turis Tiongkok hanya bisa membawa uang tunai hingga 20 ribu RMB atau setara dengan Rp 39 juta. Jika melampaui batas yang ditetapkan, mereka harus izin ke bank. Hal ini pun membuat turis lebih senang bertransaksi melalui mobile payment dibandingkan uang tunai.
Adapun berdasarkan sebuah survei, sebanyak 92% masyarakat di kota-kota besar Tiongkok menggunakan WeChat Pay dan Alipay sebagai platform pembayaran utama mereka.
(Baca: Efek ‘Bakar Uang’ WeWork, Investor Fokus buat Profit Startup Tahun Ini)
Meski sukses merajai pasar di negaranya, Poltak meyakini kedua pemain asing tersebut akan kesulitan untuk merebut pasar dalam negeri. Sebab, WeChat Pay dan Alipay harus bisa mengejar volume data yang sudah dikuasai pemain lokal mulai dari GoPay sampai LinkAja.
"Bukan masalah modal besar, tapi bagaimana mereka mengejar volume data dengan individual yang semakin besar. Yang paling banyak penggunaannya dia akan sustain. Skala data akan penting," ujarnya.
Senada, Research Director Customer Experience IPSOS Indonesia Olivia Samosir meyakini pasar e-wallet di Indonesia masih akan kuat dipegang oleh pemain lokal. Alasannya, ada standar-standar yang sudah dibuat pemain lokal yang harus diikuti pemain asing bila ingin masuk ke area persaingan.
"Minimum kalau mau masuk bisa kena ke kebutuhan konsumennya, harus nyaman, dan harus aman. Kalau itu tidak dirasakan, enggak akan bertambah user," ujar dia.
Alhasil, pemain baru harus mengeluarkan biaya yang besar bila ingin merebut pasar. Pemain baru harus mencari strategi promosi yang tepat, dan membuat tawaran layanan yang berbeda.
Di sisi lain, Head of Corporate Communications GoPay Winny Triswandhani mengatakan, dengan masuknya pemain baru dari Tiongkok itu, GoPay akan fokus pada inovasi dan promosi yang tersegmentasi. "Yang penting, bagaimana caranya penuhi kebutuhan pengguna. Kompetisi bagus, tapi inovasi yang bagus yang akan menang," ujar dia.
Ia pun melihat sisi positif dengan masuknya pemain baru, yaitu mendukung perluasan masyarakat pengguna transaksi non-tunai (cashless society) di Indonesia. "Kami lihat harapannya semua player akan mendukung cashless," ujarnya.
Sebelumnya, CEO DANA Vincent Iswara mengaku tidak merasa tersaingi dengan datangnya pemain baru dari luar negeri. Senada dengan Poltak, ia menyebut kedua platform asing itu fokus pada pengguna asing alias turis dari luar negeri. Sedangkan perusahaannya fokus pada pengguna di dalam negeri.
"Jadi strategi kami bakal berfokus pada (pengguna) masyarakat Indonesia," kata dia, akhir Januari lalu. Strategi itu di antaranya dengan terus mengenalkan tentang cashless, serta keunggulan-keunggulan produknya.
Platform sistem pembayaran asal Tiongkok, Wechat Pay resmi beroperasi di Indonesia menggunakan jaringan Bank CIMB Niaga mulai Januari lalu. Platform pembayaran milik Tencent Grup ini merupakan satu-satunya platform pembayaran asing yang telah mengantongi izin dari Bank Indonesia (BI) untuk beroperasi di Indonesia.
Sedangkan pesaingnya, Alipay masih menunggu restu dari BI. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, platform pembayaran milik Grup Alibaba ini masih harus memenuhi sejumlah persyaratan. hadir melalui kerja sama dengan Bank CIMB Niaga.
"Semua asing harus tunduk kepada rupiah dan bertransaksi menggunakan QR Indonesia Standard atau QRIS," ujar Perry di DPR, akhir Januari lalu.