Presiden Tentukan Krisis atas Rekomendasi KSSK

Muchamad Nafi
11 Maret 2016, 15:43
Presiden Joko Widodo
Arief Kamaludin|KATADATA
Presiden Joko Widodo saat acara peresmian Pusat Logistik Berikat di Cakung, Jakarta Utara, Kamis, (10/03).

KATADATA - Beleid penangkal krisis akan disahkan pada 18 Maret mendatang. Setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dicabut pertengahan tahun lalu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat membawa rancangan peraturan ini ke sidang paripurna.

Rapat kerja antara Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Komisi Keuangan DPR menyepakati 20 pasal yang disesuaikan dan dihapus. Selanjutnya, menurut Ketua Komisi Keuangan Ahmadi Noor Supit, draf RUU JPSK ini dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). (Baca: Bail Out Bank Tanpa Dana APBN, Pemerintah Ganti Nama RUU JPSK).

Dari hasil kesepakatan itu, Presiden hanya bisa menentukan kondisi krisis dan langkah penanganannya berdasarkan rekomendasi KSSK. Karenanya, Pasal 35 dalam draf diubah. Selain itu, penetapan bank berdampak sistemik atau systemically important bank (SIB) tetap dilakukan pada kondisi normal. Bank yang tergolong SIB ditetapkan setelah beleid ini disahkan atau selambat-lambatnya sekitar pertengahan Juli.

Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomer 16 tahun 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial disebutkan bahwa systemically important bank adalah bank yang dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apabila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. Bank tersebut dilihat dari ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain.

Sementara itu, masih dalam Pasal 1 disebutkan bahwa risiko sistemik adalah potensi instabilitas sebagai akibat terjadinya gangguan yang menular atau contagion. Penularan bisa terjadi pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena interaksi dari faktor ukuran, kompleksitas usaha, dan keterkaitan antar institusi dan/atau pasar keuangan, serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian. (Lihat: Tax Amnesty Gagal, Banyak Pengusaha Berpotensi Dipidana).

Dari hasil akhir pembahasan RUU Pencegahan Krisis, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan puas dengan kesepakatan tersebut. Menurut dia, isi rancangan beleid ini sudah mempertimbangkan kondisi ekonomi global terkini. Ada pula perbedaan dari versi RUU JPSK 2008. “Tapi di 2016 Indonesia masuk G20, praktis kata bail-out tidak pernah diucapkan, semuanya bicara bail-in. Jadi lebih kepada mencegah daripada mengobati,” kata Bambang di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat, 11 Maret 2016.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...