Presiden Tentukan Krisis atas Rekomendasi KSSK

Muchamad Nafi
11 Maret 2016, 15:43
Presiden Joko Widodo
Arief Kamaludin|KATADATA
Presiden Joko Widodo saat acara peresmian Pusat Logistik Berikat di Cakung, Jakarta Utara, Kamis, (10/03).

Dia juga tak bermasalah dengan hilangnya kewenangan presiden mengambil langkah lain di luar rekomendasi KSSK. Menurut dia, kebijakan yang diambil pasti untuk mencegah terjadinya krisis. Apalagi, kesepakatan ini sudah optimal dengan memasukan pertimbangan politik dan teknis lainnya. “Butuh waktu delapan tahun untuk sampai sidang paripurna,” ujarnya

Dengan mengutip Bank Indonesia, tim riset Mandiri menganalisa bahwa aturan tersebut merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan mengenai skema asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral atau lender of last  resort, serta kebijakan penyelesaian krisis. (Baca juga: UU JPSK Hampir Rampung, Pemilik Bank Bermasalah Bakal Diburu).

Karena itu, ketika masih memakai nama JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk mencegah krisis. Di sisi lain, juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. Dengan demikian, stabilitas sistem keuangan terjaga sehingga sektor keuangan dapat berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi.

Di sini, mekanisme bail-out tidak lagi digunakan. Penanganan perbankan dalam menghadapi krisis akan memakai bail-in. Dua langkah ini berbeda terutama pada sumber dananya. Jika bail-out merupakan suntikan likuiditas langsung dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara, dana bail-in berasal dari Lembaga Penjamin Simpanan dalam bentuk pinjaman yang harus dikembalikan melalui premi. “Bail-in akan lebih difokuskan kepada pencegahan krisis sehingga suntikan likuiditas diberikan sebelum sebuah entitas dinyatakan gagal bayar,” ujar mereka. (Lihat pula: DPR Pertanyakan Batas Pinjaman ke LPS dalam RUU JPSK).

Namun, terbatasnya dana LPS menjadi halangan. Pemerintah memperkirakan dana kelolaan LPS sebesar Rp 60 triliun tidak akan cukup untuk meredam dampak yang timbul apabila terjadi krisis finansial. Oleh karenanya, LPS dimungkinkan mengajukan pinjaman ke pemerintah, kemudian pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN). Hasil penerbitan SBN tersebut akan dipinjamkan ke LPS yang harus dikembalikan kepada pemerintah. LPS juga dapat mengajukan pinjaman ke BI dengan jaminan pemerintah.

Karena itu, di sini peran LPS menjadi lebih krusial. “LPS harus dapat melakukan restrukturisasi perbankan yang bermasalah dengan baik, oleh karenanya dukungan penuh OJK dan BI mutlak diperlukan.”

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...