Meraup omzet hingga miliaran rupiah dalam setahun mungkin tidak terbayangkan oleh para pemilik warung. Dahulu. Kini, wajah toko kelontong terus berubah, apalagi di era digital dengan fintech dan e-commerce membuat layanannya semakin canggih. Tak sedikit para pemilik warung kelontong yang mendapatkan omzet jumbo hingga miliaran rupiah.

Junaedi salah satunya. Pria 35 tahun ini memiliki pemasukan Rp 1 hingga 1,44 miliar per tahun hanya dengan membuka usaha warung. Ia membangunnya pada 2015. Lalu Junaedi bergabung menjadi mitra Warung Pintar mulai Agustus dua tahun kemudian.

Dahulu, omzet warungnya per hari Rp 1 sampai 2 juta. Kini, nilainya meningkat menjadi Rp 3 hingga 4 juta. “Pendapatan bersihnya sekitar 20 %, di luar belanja kebutuhan warung dan lainnya,” kata dia kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu. Itu artinya ia meraup untung Rp 18 hingga 24 juta per bulan.

Omzet meningkat lantaran dirinya memiliki data terkait barang dagangan yang paling laris. Jun, sapaan akrabnya, bisa memesan produk lewat aplikasi Juragan dan mendapat poin yang bisa ditukarkan dengan voucher belanja.

(Baca: Gabung Warung Pintar, Omzet Pemilik Warung Tembus Rp 1,4 Miliar/Tahun)

warung pintar
Warung Pintar  milik Junaedi. (Katadata/desy setyowati)

Tokonya juga menjual produk digital seperti pulsa hingga tagihan listrik. Karena lokasinya di pingir jalan di kawasan Kuningan, Jakarta, ada banyak pengemudi ojek online yang membeli pulsa di warungnya.

Pembeli bisa bertransaksi menggunakan dompet digital OVO. Jun mencatat sekitar 40 % transaksi melalui layanan teknologi finansial (fintech) pembayaran bernuansa ungu tersebut.

Sama halnya dengan Kurniati. Perempuan 37 tahun itu menjual voucher pulsa sejak kuliah. Lalu, ia bergabung dengan Kudo yang kini berubah menjadi GrabKios pada 2015.

Layanan yang ia sediakan pun bertambah. Bukan lagi hanya menjual pulsa, juga tagihan hingga mengirim uang. Dalam sehari, 10 - 30 orang yang membeli pulsa dan mengirim uang di warungnya di Jakarta Selatan.

Untuk pengiriman uang Rp 100 hingga 700 ribu, ia membanderol biaya jasa Rp 10 - 15 ribu per transaksi. “Dari sini saja, saya bisa dapat untung bersih Rp 70 sampai 200 ribu per hari,” katanya, Rabu (8/1). Dengan demikian, dari layanan fintech ini ia meraup laba Rp 25,5 hingga 73 juta per tahun.

Warung Kurnia dekat dengan pasar. Terkadang, ada tetangganya yang mengirimkan uang Rp 30 juta hasil berjualan di pasar. “Layanan kirim uang tidak ada lagi di sekitar sini. Hanya saya,” katanya.

Belum lagi, ia menjual bahan pokok seperti beras. Ia mencatat, omzet secara keseluruhan bisa mencapai Rp 120 juta per bulan atau sekitar Rp 1,44 miliar per tahun. Sama seperti Jun, warungnya menerima layanan pembayaran dengan dompet digital.

Perhatikan data perkembangan warung kelontong seperti dalam grafik Databoks berikut ini:

Ada lagi Sugimin yang memiliki usaha warung sejak 2011. Ia menyediakan layanan pembelian pulsa hingga pembayaran tagihan sejak menjadi Mitra Tokopedia pada 2018 lalu. “Untung paling banyak dari jual pulsa. Isi saldo 500 ribu tiga hari habis,” katanya. Dia juga membeli barang dagangan melalui Tokopedia. “Harga rokok lebih murah dibanding agen. Lainnya ada yang lebih mahal.”

Secara keseluruhan, Sugimin mencatat keuntungannya meningkat 25 % setelah mendigitalkan warungnya yang terletak di Bekasi Utara. Meskipun, ia baru akan menguji coba pembayaran dompet digital bulan depan.

(Baca: Gaet 3 Juta Mitra, Warung Jadi Fokus Bisnis Bukalapak dalam 5 Tahun)

Kendati begitu, Sugimin sudah menjajal layanan fintech pinjaman (lending) dari Modalku. Perusahaan itu memang bekerja sama dengan Tokopedia. Hanya, ia tak tahu ada biaya administrasi sebesar Rp 125 ribu untuk pinjaman Rp 5 juta.

Kendala literasi digital juga dirasakan oleh pemilik Warung Gondo di Jakarta Pusat. Periset CLSA mewawancara pemilik yang sempat bergabung dengan Bukalapak selama setahun.

Pemilik warung yang tidak disebutkan namanya mengaku, aplikasi Mitra Bukalapak sulit digunakan. Padahal, ketika bergabung dengan perusahaan e-commerce itu, ia menjual pulsa hingga pembayaran tagihan dengan marjin Rp 1.000 - 2.000 per transaksi. Dalam sebulan, ada sekitar 200 pelanggan yang membeli produk digital tersebut.

Mendengar keluhan tersebut, Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono menyatakan perusahaannya terus mengadakan berbagai pelatihan secara konsisten berbasis teknologi maupun pengembangan kapasitas bisnis untuk para mitra. Selain itu, Bukalapak memastikan bahwa aplikasi Mitra Bukalapak user friendly.

“Setiap fitur baru akan dilakukan user testing langsung oleh UX Researcher. Di aplikasi Mitra Bukalapak juga ada sesi khusus buat panduan cara penggunaan aplikasi supaya para Mitra juga bisa mempelajari di sela-sela waktunya,” kata Intan, Selasa (14/01/2020).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement