Potensi dan Tantangan UMKM Perempuan dalam Perekonomian Indonesia

Noor Halimah Anjani
Oleh Noor Halimah Anjani
27 Oktober 2021, 09:22
Noor Halimah Anjani
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerupuk tiram di rumah produksi Natural Food yang membawahi UMKM kerupuk tiram 'Kiboy Food'. UMKM Kiboy Food merupakan salah satu usaha sosial di Aceh yang berkomitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dengan memanfaatkan potensi di daerah sekitar, salah satunya pembuatan kerupuk berbahan baku tiram, Desa Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, Kamis (7/10/2021).

Menyadari pentingnya peran kewirausahaan dalam mendukung perekononmian negara, pemerintah menerbitkan serangkaian kebijakan yang fokus kepada pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk UMKM yang dikelola perempuan.

UMKM saat ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Pada 2019, Indonesia memiliki lebih dari 64 juta UMKM dengan kontribusi pada produk domestik bruto (PDB) 60,3 persen. Sekitar 60 persen dari UMKM ini dikelola oleh perempuan sehingga wajar bila pemerintah meningkatkan perhatiannya pada sektor khusus ini melalui pengadaan program inkubasi bisnis, alokasi anggaran dan bantuan sosial khusus UMKM perempuan.

Pengembangan kewirausahaan perempuan sebagai upaya untuk meningkatkan kesetaraan gender dan pengurangan kemiskinan.

Memperluas dan membangun bisnis perempuan dapat membuka peluang yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akan tetapi, usaha milik perempuan masih sulit untuk berkembang, bahkan untuk naik kelas. Mayoritas usaha milik perempuan berada dalam kategori mikro dan kecil.

Wirausaha perempuan masih menemui berbagai hambatan dalam menjalankan bisnisnya sehingga banyak memunculkan keengganan bagi mereka untuk memperbesar skala usahanya. Mereka lebih memilih usahanya tetap berskala kecil dan informal. Padahal, mengembangkan bisnis dan mendaftarkan usahanya menjadi formal dapat membuka akses kepada pinjaman modal maupun bantuan dan insentif pemerintah.

Tantangan Perempuan dalam Bisnis

Perempuan sering dihadapkan pada tantangan yang mempengaruhi keberlangsungan usahanya. Salah satunya yaitu beban rumah tangga yang tinggi di mana perempuan harus juga mengurus rumah tangga dan mengasuh anak sambil menjalankan usaha. Tantangan lainnya yakni akses terbatas pada pelatihan kewirausahaan, pemahaman minim dalam penggunaan teknologi digital, dan kesulitan mendapatkan akses permodalan dari lembaga formal.

Perempuan juga sering tidak memiliki kemandirian dalam mengambil keputusan karena membutuhkan persetujuan suami dalam urusan bisnis. Perempuan pun memiliki aset yang terbatas sebab umumnya aset rumah tangga adalah atas nama suami sehigga kesulitan dalam aggunan yang diperlukan ketika mengajukan pinjaman ke bank.

Penelitian Centennial Asia menemukan beberapa alasan lain mengapa perempuan lebih memilih usahanya tetap berskala kecil, yaitu ragu mempekerjakan pegawai selain anggota keluarga dan memperluas usaha ke pasar baru. Wirausaha perempuan lebih memilih menolak pesanan dalam jumlah besar daripada harus memperkerjakan pegawai tambahan untuk membantu pemenuhan pesanan. Selain itu, ada hambatan karena tidak mengetahui proses melegalkan bisnis mereka.

Dibandingkan dengan laki-laki, wirausaha perempuan juga memiliki tantangan dalam pencatatan keuangan. Minimnya pengetahuan pencatatan keuangan berdampak pada pengelolaan keuangan usaha yang tidak baik. Perempuan kerap mencampur adukkan keuangan usaha dan rumah tangga. Ketiadaan laporan keuangan yang jelas dan terstruktur juga menyulitkan mereka ketika mengajukan bantuan modal ke lembaga keuangan.

Selain itu, wirausaha perempuan kerap kali kesulitan dalam mengakses bantuan pemerintah. Laporan yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) menunjukkan hanya 15 persen wirausaha perempuan yang mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah sepanjang 2020. Keterbatasan informasi dan tidak memenuhi syarat menjadi faktor utama. Selain itu, beberapa wirausaha menyatakan telah mendaftarkan diri, namun tidak menerima kabar lebih lanjut.

Halaman:
Noor Halimah Anjani
Noor Halimah Anjani
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...